Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tak Sekadar Gimmick, Begini Kriteria Baru Penghargaan Adipura Demi RI Bebas Sampah 2029

Pemerintah Indonesia memperbarui kriteria penghargaan Adipura untuk mendorong kota bebas sampah 2029. Penilaian kini berbasis data dan tata kelola nyata, bukan seremonial.
Lokasi pembuangan sampah akhir di Cipeucang, Kecamatan Serpong. Pemkot Tangerang Selatan akan membangun fasilitas pengolahan sampah modern di wilayah dengan skema kerja sama badan usaha dan pemerintah.
Lokasi pembuangan sampah akhir di Cipeucang, Kecamatan Serpong. Pemkot Tangerang Selatan akan membangun fasilitas pengolahan sampah modern di wilayah dengan skema kerja sama badan usaha dan pemerintah.
Ringkasan Berita
  • Pemerintah memperkenalkan skema penilaian baru untuk penghargaan Adipura dengan pendekatan berbasis data, lapangan, dan tata kelola nyata untuk mencapai target Indonesia bebas sampah 2029.
  • Penghargaan Adipura kini memiliki empat tingkatan dengan kriteria ketat, termasuk tidak adanya tempat penampungan sampah liar dan pengelolaan sampah minimal 25% untuk mendapatkan sertifikat Adipura.
  • Penilaian Adipura dilakukan secara berkala selama tujuh bulan dengan integrasi sanksi administratif bagi daerah yang tidak memenuhi standar, serta dorongan untuk investasi infrastruktur pengelolaan sampah sekitar Rp300 triliun.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah mengatur skema baru penilaian program Adipura dalam rangka mencapai target ambisius Indonesia bebas sampah 2029. Adapun kriteria penilaian tersebut melalui pendekatan berbasis data, lapangan, dan tata kelola nyata, bukan sekadar untuk penilaian seremonial.

Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan semua kota kini dituntut berbenah secara menyeluruh dari hulu, tengah hingga hilir. Pasalnya,  sebagian besar daerah di Indonesia masih masuk dalam kategori kota kotor sehingga diperlukan perubahan tata kelola pengelolaan sampah di tingkat tapak.

Penghargaan Adipura kini memiliki empat tingkatan yakni Kota Kotor, Sertifikat Adipura, Adipura, dan Adipura Kencana. Prasyarat penilaian yakni tidak ada tempat penampungan sampah liar dan tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah minimal controlled landfill. 

Ketiadaan TPS liar menjadi syarat penting karena menandakan bahwa daerah tersebut sudah mampu menangani sampah meski baru sampai ke tingkat mengirim sampah ke TPA dan belum ada pengolahan lanjutan. Hal ini karena masih banyak masyarakat kabupaten/kota yang menaruh sampah di lokasi tidak sepatutnya termasuk di trotoar dan jalanan.

“Seluruh kota di Indonesia nilainya masih kotor. Tidak satu pun yang layak Adipura Kencana. Begitu ada TPS liar atau TPA-nya masih buang terbuka atau open dumping langsung kami coret. Tidak ada ampun karena ini bukan soal estetika tetapi soal masa depan lingkungan. Saya agak pesimis akan ada yang dapat Adipura Kencana karena nilai saat ini masih kota kotor semua di bawah 50, padahal Adipura nilainya 75, ada 141 kabupaten/kota dinilai,” ujarnya dikutip Selasa (5/8/2025).

Hanif menerangkan predikat kota kotor akan diberikan kepada wilayah yang masih terdapat TPS liar, TPA open dumping, tidak ada fasilitas pengolahan sampah, dan pengolahan sampah kurang dari 25%. 

Kemudian, predikat sertifikat adipura memiliki kriteria TPA controlled landfill, pengelolaan sampah minimal 25%, fasilitas pengolahan sampah dan anggaran cukup, serta tidak ada TPS liar dan ilegal. 

Selanjutnya, penghargaan Adipura akan diberikan hanya kepada kota yang memenuhi seluruh komponen teknis mulai dari fasilitas dan operasional pengelolaan sampah, penganggaran yang memadai hingga sumber daya manusia (SDM) yang terlatih.

“Di sisi anggaran dan kebijakan ada Kebijakan dan Strategi Daerah (Jakstrada) dan Rencana Induk Pengelolaan Sampah (RIPS), anggaran pengelolaan sampah lebih 3% dalam APBD. Ada pemisahan fungsi regulator dan operator, serta kebijakan terkait pengelolaan sampah. Jumlah sampah terkelola di material recovery facility (MRF) 25% hingga 50%, prosentase pelayanan pengangkutan sampah lebih dari 50%, kenaikan jumlah bank sampah, dan SDM sesuai dengan jumlah timbulan sampah. Operasional TPA sanitary dilengkapi dengan instalasi pengolahan lindi, gas metan, dan sarpras,” terangnya. 

Lalu untuk penghargaan tingkatan tertinggi Adipura Kencana hanya diberikan kepada kota yang telah mengelola sampah dengan prinsip residu minimum dan TPA berbasis sanitary landfill. Kriteria penilaian Adipura Kencana berupa operasional TPA sanitary landfill dilengkapi dengan instalasi pengolahan lindi, gas metan, dan sarpras. Kriteria lainnya, jumlah sampah terkelola di MRF 50% hingga 100%, persentase pelayanan pengangkutan sampah lebih 75%, terdapat peningkatan jumlah bank sampah yang signifikan, dan SDM memadai sesuai dengan timbulan sampah. 

“Kriteria penghargaan tertinggi juga ada penyusunan Jakstrada dan RIPS, anggaran pengelolaan sampah lebih dari 3% dari APBD, pemisahan fungsi regulator dan operator, serta ada  kebijakan terkait pengelolaan sampah. Saya tidak mau membohongi rakyat. Dalam sains, salah itu wajar, tapi bohong itu haram. Kalau belum layak, ya tidak kami berikan. Ini bentuk integritas KLH,” katanya. 

Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yang dinilai tahunan, kini Adipura menggunakan metode penilaian berkala selama tujuh bulan berturut-turut, dimulai sejak Juli hingga Januari. Penilaian dilakukan langsung oleh pejabat struktural KLH termasuk para direktur dan staf eselon I dan II, yang dibagi untuk membina seluruh kabupaten/kota secara aktif.

Dia menegaskan pendekatan Adipura Baru bukan sekadar teknokratik melainkan menyentuh nurani dimana warga akan mempertanyakan bila kotanya mendapat predikat kota kotor. Pihaknya juga telah membentuk Waste Crisis Center, ruang koordinasi nasional yang digunakan untuk menyusun skenario penanganan sampah spesifik tiap daerah karena karakteristik dan tantangan tiap kota berbeda sehingga skenario tidak bisa seragam.

“Daerah yang mendapatkan predikat Kota Kotor, akan diberikan pendampingan untuk mewujudkan perubahan dan mencapai target nasional 100%,” ucapnya. 

KLH mengintegrasikan program Adipura dengan sanksi administratif sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009. Kabupaten/kota yang belum menyusun roadmap penutupan TPA dan pengelolaan sampah akan dikenakan sanksi paksaan pemerintah. Apabila diabaikan, maka dapat berujung pada pidana lingkungan.

“Kami tak hanya memberi penghargaan, tapi juga sanksi. Tidak bisa lagi berlindung di balik baliho hijau. Kota harus siap berubah. Setiap kota kami kawal, bukan sekadar kami nilai lalu kami tinggalkan. Kami pantau diskusikan dan bantu cari solusi. Jadi tidak ada yang dibiarkan tenggelam,” tuturnya.

Hanif tak menampik untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur pengelolaan sampah secara nasional dibutuhkan investasi sekitar Rp300 triliun, termasuk untuk pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R), Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), dan waste-to-energy. Dana ini akan dikolaborasikan dari berbagai sumber, termasuk tanggung jawab sosial perusahaan, APBN, APBD dan dukungan internasional.

“Negara maju tak membebani anggaran negaranya untuk urusan sampah. Sampah harus jadi uang. Kita akan ke arah sana,” ujarnya. 

Adapun saat ini sebanyak 343 TPA di seluruh Indonesia yang saat ini masih berstatus open dumping dan dalam pengawasan ketat dan tahap paksaan pemerintah untuk segera naik kelas menjadi TPA dengan sistem sanitary landfill. Pemerintah menargetkan pada 2026 mendatang, setiap daerah sudah
harus bisa mengelola setidaknya 50% sampahnya dengan baik.

“Kami dorong agar sampah bisa jadi energi listrik. Bukan dibuang, tapi dimanfaatkan. Hanya residu yang boleh masuk ke TPA. Maka dari itu, TPA bertaraf RDF harus banyak dibangun dan dikembangkan di seluruh kabupaten dan kota. Ini bukan pilihan lagi, ini keharusan,” kata Hanif. 

Sekretaris Utama KLH Rosa Vivien Ratnawati menambahkan sistem Adipura yang baru telah dirancang lebih objektif, transparan, dan berlandaskan indikator yang terukur dan ketat. Penilaian dilakukan dengan mengacu pada Surat Keputusan Menteri LH/Kepala BPLH Nomor 1.418 Tahun 2025 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Sampah di Setiap Kabupaten/Kota Melalui Adipura.

Adapun bobot penilaian yang jelas yakni kebersihan dan pengelolaan sampah 50%, anggaran pengelolaan 20%, dan SDM dan fasilitas 30%. Penilaian fisik dilakukan langsung di lapangan oleh tim gabungan dari pusat dan daerah.

“Untuk bisa meraih Adipura, sebuah kota harus memenuhi seluruh parameter secara sistematis. Tidak boleh ada TPS liar, TPA wajib minimal controlled landfill, dan minimal 25% sampahnya harus benar-benar terkelola. Semakin tinggi peringkat, semakin berat pula syaratnya,” ucapnya. 

Adipura Kencana, sebagai penghargaan tertinggi, hanya akan diberikan kepada kota yang telah mencapai 100% bebas TPS liar, memiliki TPA sanitary landfill dengan fasilitas pengolahan lindi dan gas metan, serta minimal 75% sampahnya telah tertangani melalui sistem sirkular yang mapan dan
menuju zero waste.

KLH juga tengah merancang adanya dana insentif untuk daerah yang menerima penghargaan Adipura Kencana untuk memfasilitasi peningkatan kinerja pengelolaan sampah. Pasalnya penerima Adipura Kencana harus memenuhi sejumlah syarat berbeda dari sebelumnya dan kriteria yang lebih ketat.

“Ini bukan hanya soal nilai, ini soal keseriusan. Setiap angka mewakili keputusan strategis yang diambil kepala daerahnya. Tahun ini, penilaian tidak bisa dimanipulasi karena kami menggunakan kombinasi data sekunder, pengamatan lapangan, dan pelacakan kebijakan anggaran daerah,” tutur Rosa. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro