Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menanti Taji Kongsi Grup Sinar Mas (DSSA) dan Trina Solar di Bisnis Panel Surya

Pembangunan pabrik panel surya hasil kongsi Grup Sinar Mas dan Trina Solar ini menelan investasi sebesar US$100 juta atau lebih dari Rp1,5 triliun
Para pekerja berjalan di salah satu pembangkit listrik tenaga surya di Tongchuan, provinsi Shaanxi, China, 11 Desember 2019./Reuters-Muyu Xu
Para pekerja berjalan di salah satu pembangkit listrik tenaga surya di Tongchuan, provinsi Shaanxi, China, 11 Desember 2019./Reuters-Muyu Xu

Bisnis.com, JAKARTA — Kongsi bisnis salah satu satu entitas Grup Sinar Mas dan raksasa energi terbarukan asal China, Trina Solar Co Ltd., resmi mengoperasikan pabrik panel surya terintegrasi pertama dan terbesar di Indonesia, PT Trina Mas Agra Indonesia (TMAI), di Kawasan Industri Kendal, Jawa Tengah.

Peresmian operasional pada Kamis (19/6/2025) itu menandai proses panjang pengembangan TMAI. Bisnis mencatat pembangunan pabrik telah dimulai pada 28 Agustus 2023. Pembangunan itu ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.

Pabrik sel dan modul surya terintegrasi ini merupakan hasil kolaborasi dari Trina Solar Co Ltd. dan PT Daya Sukses Makmur Selaras yang merupakan anak usaha dari entitas Grup Sinar Mas PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA), serta PT PLN Indonesia Power Renewable. 

Nilai investasi yang diumumkan mencapai US$100 juta atau sekitar Rp1,64 triliun mengacu pada kurs transaksi Rp16.450 per dolar AS. Serapan tenaga kerja disebut mencapai 640 orang.

Direktur TMAI Ooi Kok Tiong mengharapkan kehadiran pabrik ini memberikan dampak positif terhadap penyediaan energi bersih di Indonesia, sekaligus mengurangi ketergantungan impor di industri energi.

“Pabrik ini juga berkontribusi terhadap target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% per tahun dan menghasilkan sekitar Rp3,7 triliun pada masa investasi dan Rp1 triliun per tahun pada masa operasional,” kata Ooi Kok Tiong, dikutip dari pernyataan resmi.

Dia turut menambahkan bahwa pabrik sel dan modul surya ini dibangun untuk mempercepat hilirisasi melalui kehadiran ekosistem energi surya dalam negeri dan rantai pasoknya, baik secara horizontal dengan industri pendukung maupun vertikal melalui pembuatan wafer dan ingot, serta pengembangan smelter polisilikon.

Wakil Direktur TMAI Lokita Prasetya mengemukakan bahwa pabrik ini telah siap beroperasi dengan menggunakan teknologi i-TOPCon Advanced generasi terbaru yang mampu menghasilkan panel surya dengan daya hingga 720 Watt-peak (Wp) per panel dan efisiensi yang mencapai 23,2%.

Dia turut menjelaskan pabrik TMAI mampu memproduksi sel dan modul surya dengan kapasitas hingga 1 gigawatt (GW), terbesar di Indonesia saat ini. Dalam pernyataan resmi perusahaan Agustus 2023, terdapat rencana untuk menaikkan kapasitas hingga mencapai 3 gigawatt-peak (GWp) dalam dua sampai tiga tahun mendatang.

“Pabrik sel dan modul surya ini juga bisa menghasilkan salah satu panel surya terbesar di dunia,” kata Lokita.

Ancaman Tarif Trump di Rantai Pasok Panel Surya

Beroperasinya pabrik hasil kongsi Trina Solar dan entitas Grup Sinar Mas bak angin segar di tengah ancaman tarif Presiden AS Donald Trump. Terlebih dengan status China sebagai target utama penetapan tarif baru.

Produsen panel surya asal China tak luput dari ancaman tarif ini. Perusahaan-perusahaan manufaktur panel surya asal China tercatat kompak mencetak kerugian besar pada kuartal I/2025, seiring dengan prospek yang makin suram karena ancaman tarif tinggi dari Presiden AS Donald Trump.

Mengutip kalkulasi Bloomberg, lima produsen utama panel surya yakni JA Solar Technology Co., Jinko Solar Co., Longi Green Energy Technology Co., Tongwei Co., dan Trina Solar Co. secara kumulatif membukukan bottom line negatif di angka 8 miliar yuan atau sekitar Rp18,28 triliun (kurs Rp2.286 per yuan) pada kuartal I/2025.

Sebagai perbandingan, kerugian kolektif kelima perusahaan tersebut sepanjang tahun lalu masih di bawah 2 miliar yuan, dan dua perusahaan masih mencetak laba.

“Selama kuartal pertama, harga di seluruh segmen utama rantai industri surya berada di titik rendah. Hal ini, ditambah dengan gangguan permintaan akibat perubahan kebijakan perdagangan internasional, menekan margin keuntungan di tiap segmen rantai pasok surya,” tulis Jinko dalam pernyataan resmi yang dikutip Bloomberg, Rabu (30/4/2025).

Tekanan tarif tak berakhir pada kebijakan Trump saja. Amerika Serikat juga telah secara resmi menyetujui penerapan tarif bea masuk hingga 3.500% atas impor perangkat panel surya dari sejumlah negara Asia Tenggara, mayoritas produsen berafiliasi dengan entitas asal China. 

Komisi Perdagangan Internasional AS (US International Trade Commission/USITC) pada Selasa (20/5/2025) secara bulat menyetujui penerapan tarif terhadap sel dan modul surya impor dari Kamboja, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

Berbeda dengan tarif luas yang diberlakukan oleh Presiden Donald Trump, tarif ini merupakan hasil dari penyelidikan perdagangan selama lebih dari satu tahun. Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa peralatan surya yang diimpor dari negara-negara tersebut dijual dengan harga tidak wajar dan disubsidi secara tidak adil, sehingga merugikan produsen di AS.

Menurut data BloombergNEF, AS mengimpor panel surya senilai US$12,9 miliar dari empat negara ini pada 2024. Nilai ini setara dengan 80% dari total importasi produk tersebut.

Dalam perhitungan yang dilakukan Departemen Perdagangan AS pada April 2025, tarif impor yang akan diterapkan ke produsen Asia Tenggara mencapai 3.521% untuk beberapa produsen di Kamboja. Namun, tarif untuk negara dan perusahaan lain ditetapkan jauh lebih rendah. Vietnam diganjar tarif rata-rata sebesar 396%, sementara Thailand sebesar 375% dan 34% untuk Malaysia.

Adapun beberapa tarif spesifik lainnya menyasar JinkoSolar sebesar 245% untuk ekspor dari Vietnam dan 40% dari Malaysia. Kemudian Trina Solar di Thailand menghadapi tarif 375%, dan lebih dari 200% dari Vietnam; sementara JA Solar dari Vietnam dapat dikenai tarif sekitar 120%.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper