Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Kehutanan memastikan pembangunan fasilitas pariwisata di Pulau Padar Taman Nasional Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur telah mengacu pada Environmental Impact Assessment (EIA) sesuai standar World Heritage Centre (WHC) dan International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Untuk diketahui, PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) mendapat izin untuk membangun fasilitas wisata berupa 448 villa, 13 restoran, sebuah bar raksasa seluas 1.200 meter persegi, 7 lounge, 7 pusat kebugaran, 7 pusat spa, dan 67 kolam renang. Selain itu, akan dibangun satu bangunan bergaya kastil bernama Hilltop Chateau dan satu wedding chapel. PT KWE akan mengelola lahan tersebut selama 55 tahun sejak 2014 hingga tahun 2069.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerjasama Luar Negeri Kementerian Kehutanan Krisdianto mengatakan pemerintah Indonesia tidak akan mengizinkan pembangunan apa pun sebelum dokumen EIA ini disetujui oleh WHC dan IUCN sebagai bagian dari komitmen terhadap perlindungan Outstanding Universal Value (OUV) atau situs warisan dunia.
“Terkait dengan rencana tersebut, saat ini masih pada tahap konsultasi publik atas dokumen EIA sesuai standar WHC dan IUCN,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (5/8/2025).
Dokumen EIA merupakan respon terhadap mandat dari hasil reactive monitoring mission Taman Nasional Komodo 2022 dan keputusan resmi sidang WHC ke-46 di Riyadh pada 2023 dan WHC ke-47 di Paris tahun 2025
Dia menegaskan pembangunan hanya dapat dilakukan jika seluruh rekomendasi EIA dipenuhi dan tidak ada risiko terhadap integritas situs warisan dunia. Hal ini menyusul rencana pembangunan fasilitas pariwisata oleh PT KWE di Pulau Padar.
Baca Juga
Menurutnya, pengusahaan wisata alam merupakan amanah Undang-undang nomer 5 tahun 1990 jo UU 32 tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang dapat dilakukan di zona pemanfaatan.
PT KWE merupakan pemegang izin usaha sarana pariwisata alam sejak tahun 2014 melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No:SK.796/Menhut-II/2014 yang memiliki lokasi izin usaha sarana berada di zona pemanfaatan Pulau Padar.
“Sampai dengan saat ini belum ada aktivitas pembangunan sarana dan prasarana wisata alam,” katanya.
Rencananya luas pembangunan sangat terbatas hanya sekitar 15,375 hektare atau 5,64% dari 274,13 hektare total perizinan berusaha di Pulau Padar. Dia menegaskan pembangunan bukan seluas 426 hektare. Adapun pembangunan dilakukan bertahap dalam 5 tahap dan dibagi dalam 7 blok lokasi.
Terkait kajian dampak pembangunan telah dilakukan secara ilmiah dan partisipatif dimana dokumen EIA disusun oleh tim ahli lintas disiplin dan telah dikonsultasikan secara terbuka bersama para pemangku kepentingan termasuk pemerintah daerah, tokoh masyarakat, LSM, pelaku usaha, dan akademisi dalam forum konsultasi publik di Labuan Bajo pada 23 Juli 2025. Kemenhut berkomitmen dan menghargai perhatian publik terhadap keberlanjutan dan kelestarian satwa Komodo dan Pulau Padar
“Pemerintah akan memastikan bahwa setiap pembangunan tidak akan berdampak negatif terhadap kelestarian komodo dan habitatnya. Evaluasi terhadap OUV, baik dari aspek ekologi, lanskap, hingga sosial-budaya, menjadi dasar utama dalam seluruh proses penilaian,” ucap Krisdianto.