Bisnis.com, JAKARTA — Harapan akan sebuah perjanjian global ambisius kesempatan terakhir untuk mengekang polusi plastik telah meredup ketika para delegasi dunia berkumpul di Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa.
Para diplomat dan aktivis iklim memperingatkan upaya Uni Eropa dan negara-negara kepulauan kecil untuk membatasi produksi plastik murni yang berbahan bakar batu bara dan gas terancam oleh oposisi dari negara-negara penghasil petrokimia dan pemerintahan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump.
Para delegasi akan bertemu secara resmi mulai Selasa untuk putaran perundingan keenam, setelah pertemuan Komite Negosiasi Antarpemerintah (INC-5) di Korea Selatan akhir tahun lalu berakhir tanpa kemajuan dalam upaya pembatasan polusi plastik.
Isu-isu yang paling memecah belah meliputi pembatasan produksi, pengelolaan produk plastik dan bahan kimia yang menjadi perhatian, serta pendanaan untuk membantu negara-negara berkembang menerapkan perjanjian tersebut.
Para delegasi menyatakan negara-negara penghasil minyak termasuk Arab Saudi dan Rusia berencana untuk menentang ketentuan-ketentuan penting dalam perjanjian dan mendorong langkah-langkah sukarela atau nasional yang menghambat kemajuan menuju perjanjian yang mengikat secara hukum untuk mengatasi akar penyebab polusi plastik.
Pengacara Senior di Pusat Hukum Lingkungan Internasional (CIEL) Andres Del Castillo mengatakan negara-negara penghasil minyak mempertanyakan, bahkan fakta-fakta mendasar tentang bahaya kesehatan yang disebabkan oleh plastik.
Baca Juga
"Kita berada di era revisionisme, di mana bahkan sains pun sangat dipolitisasi," ujarnya dilansir Reuters, Senin (4/8/2025).
Departemen Luar Negeri AS mengatakan mereka akan memimpin delegasi yang mendukung perjanjian pengurangan polusi plastik yang tidak memberlakukan pembatasan yang memberatkan produsen yang dapat menghambat perusahaan-perusahaan. AS berupaya membatasi cakupan perjanjian tersebut pada isu-isu hilir seperti pembuangan limbah, daur ulang, dan desain produk.
Hal ini terjadi ketika pemerintahan Trump membatalkan kebijakan lingkungan termasuk temuan lama tentang emisi gas rumah kaca yang membahayakan kesehatan.
Lebih dari 1.000 delegasi, termasuk ilmuwan dan pelobi petrokimia akan menghadiri perundingan tersebut yang menimbulkan kekhawatiran di antara para pendukung perjanjian ambisius bahwa pengaruh industri dapat menciptakan kesepakatan yang diperlunak yang berfokus pada pengelolaan limbah, alih-alih pembatasan produksi.
Perwakilan tetap Palau dan ketua Aliansi Negara-Negara Pulau Kecil (AOSIS) Ilana Seid menuturkan produksi plastik diperkirakan akan meningkat 3 kali lipat pada 2060 tanpa intervensi yang akan mencemari lautan, membahayakan kesehatan manusia, dan mempercepat perubahan iklim.
"Ini benar-benar kesempatan terbaik terakhir kita. Seiring meningkatnya polusi, beban bagi mereka yang paling tidak bertanggung jawab dan paling tidak mampu beradaptasi semakin berat," ucapnya.