Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mendeteksi 142 titik panas atau hotspot sampai pertengahan April 2025. Angka ini turun 80,22% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
"Indonesia memasuki musim kemarau, berdasarkan data satelit Terra Aqua NASA terdapat 142 titik panas, dengan confident di level high. Berdasarkan data lapangan terdapat 97 kejadian karhutla [kebakaran hutan dan lahan]," kata Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq dalam rapat teknis koordinasi bersama Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) dan pemerintah daerah di Jakarta, Kamis (17/4/2025), dikutip dari Antara.
Hanif menjelaskan kebakaran yang terdeteksi per April mencakup sejumlah wilayah di Sumatra dan Kalimantan, yaitu Aceh, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
Dalam kesempatan itu, Hanif turut mengingatkan soal urgensi pencegahan kebakaran lahan, termasuk upaya mandiri oleh pengelola kawasan perkebunan sawit.
Pencegahan dan antisipasi diperlukan mengingat Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah mengumumkan bahwa sejumlah wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau.
KLH sendiri bakal fokus memantau wilayah-wilayah yang rentan menghadapi kebakaran lahan. Wilayah-wilayah tersebut mencakup Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Bengkulu, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur dan sejumlah wilayah di Sulawesi dan Papua.
BMKG memprediksi musim kemarau pada 2025 akan lebih pendek dari tahun-tahun sebelumnya.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan musim kemarau tahun ini dimulai sejak April, tetapi tidak serempak dan berlangsung secara bertahap di berbagai wilayah Indonesia. Pada April 2025 terdapat 115 zona musim akan memasuki musim kemarau.
"Jumlah ini akan meningkat pada Mei dan Juni, seiring meluasnya wilayah yang terdampak, termasuk sebagian besar wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Papua," ujarnya dalam keterangan resmi dikutip Senin (14/4/2025).
Menurutnya, fenomena iklim global seperti El Nino-Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) saat ini berada dalam fase netral. Hal tersebut menandakan tidak adanya gangguan iklim besar dari Samudra Pasifik maupun Samudra Hindia hingga semester II/2025.
Namun, suhu muka laut di wilayah Indonesia cenderung lebih hangat dari normal dan diperkirakan bertahan hingga September. Kondisi ini dapat memengaruhi cuaca lokal di Indonesia.
Adapun puncak musim kemarau akan terjadi pada Juni hingga Agustus 2025. Sejumlah wilayah seperti Jawa bagian tengah hingga timur, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Maluku diperkirakan mengalami puncak kekeringan pada Agustus.
Lalu sekitar 60% wilayah diprediksi mengalami kemarau dengan sifat normal, 26% wilayah mengalami kemarau lebih basah dari normal, dan 14 persen wilayah lainnya lebih kering dari biasanya.
"Durasi kemarau diprediksi lebih pendek dari biasanya di sebagian besar wilayah, meskipun terdapat 26 wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih panjang, terutama di sebagian Sumatera dan Kalimantan," katanya.