Bisnis.com, JAKARTA — Luas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) selama periode Januari–Juni 2025 mencapai 8.594,5 hektare (ha) berdasarkan pemantauan citra satelit Kementerian Kehutanan. Aktivitas pembakaran sengaja oleh manusia menjadi penyebab utama karhutla selama periode ini menurut Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan (Ditjen Gakkumhut).
Total area terdampak karhutla paling luas terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT), dengan luas mencapai 1.424,23 hektare. Kemudian Provinsi Kalimantan Barat menyusul dengan luas 1.149,02 hektare dan Riau 751 hektare.
Adapun berdasarkan jenis tanah, 80,15% lahan yang terbakar merupakan gambut, sementara sisanya merupakan lahan mineral. Adapun berdasarkan jenis tutupan lahan, 93,93% terjadi di lahan nonhutan dan sisanya 6,07% merupakan kawasan hutan.
“Kebakaran hutan dan lahan selama periode ini memang faktor utamanya manusia, ditambah dengan cuaca yang sangat panas,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Gakkum Kehutanan Lukita Awang dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (23/7/2025).
Senada, Kepala Subdit Penanggulangan Kebakaran Hutan, Israr Albar, mengemukakan bahwa faktor manusia mendominasi penyebab kebakaran hutan dan lahan. Titik panas yang memperlihatkan tren kenaikan pada Juni dan Juli 2025 ini turut diperburuk dengan cuaca kering dan panas yang mulai melanda sebagian wilayah Indonesia.
Meski demikian, Israr memberi catatan bahwa Indonesia tidak sedang mengalami fenomena El Nino. Laporan Badan, Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan bahwa fenomena iklim El Niño-Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) berada dalam posisi netral.
Baca Juga
“Kondisi tahun ini sebetulnya belum El Nino, jadi masih kemarau basah. Kita juga bisa memonitor dari BMKG, bahwa tahun ini kalau kita lihat ada dua indikator, apakah itu ENSO ataupun IOD, ini masih di bawah 0,5 begitu ya, jadi masih netral,” papar Israr.
Pantauan titik panas (hotspot) panas berdasarkan satelit Terra-Aqua (NASA) periode 1 Januari sampai 22 Juli 2025 tercatat total 854 titik. Khusus hotspot di Riau, tercatat total 180 titik dengan jumlah tertinggi yaitu di Kabupaten Rokan Hilir sebanyak 106 titik.
Di wilayah Sumatra, Kementerian Kehutanan telah menyiapkan 998 personil Manggala Agni yang tersebar di 17 Daerah Operasional (Daops) Manggala Agni dan 12 Pondok Kerja. Secara khusus di Provinsi Riau terdapat empat Daops Manggala Agni yaitu Daops Dumai 62 personel, Daops Pekanbaru 44 personel, Daops Rengat 61 personel, dan Daops Siak 61 personel.
Untuk mendukung operasi pemadaman darat di Rokan Hilir, telah dikerahkan delapan regu Manggala Agni yang setara dengan 120 personel. Kemudian lima regu dari Riau dan tiga didatangkan dari Jambi dan Sumsel.
Berbagai upaya pencegahan kebakaran terus dilaksanakan hingga Juli 2025, di antaranya melalui patroli pencegahan kebakaran hutan pada 804 posko desa baik melalui patroli mandiri Manggala Agni dan maupun patroli terpadu oleh Manggala Agni, Polri, TNI dan Masyarakat Peduli Api (MPA).
Selain itu, pembasahan area gambut untuk menurunkan potensi karhutla ditempuh melalui Operasi Modifikasi Cuaca (OMC). Dalam operasi ini, 12.600 kilogram garam (NaCl) telah disemai pada awan berpotensi hujan di Provinsi Riau, kemudian di Jambi 16.900 kg NaCl dan Sumatra Selatan sebanyak 4.800 kg NaCl.
Upaya pencegahan lain yaitu dengan meningkatkan peran serta masyarakat di tingkat tapak melalui kegiatan pembentukan dan penguatan melalui pemberdayaan MPA.
“Langkah-langkah ini menjadi bukti konkret bahwa penegakan hukum kehutanan tidak hanya soal penindakan, tetapi juga pemulihan, pencegahan, dan edukasi. Kami mengajak semua pihak untuk ikut serta menjaga kelestarian sumber daya hutan demi masa depan yang berkelanjutan,” imbuh Lukita Awang.