Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indonesia Tegaskan Komitmen Hentikan Polusi Plastik Meski INC 5.2 Gagal Capai Kesepakatan

Indonesia berkomitmen hentikan polusi plastik meski INC 5.2 gagal capai kesepakatan. Target kelola 100% sampah plastik pada 2029 dengan dukungan regulasi dan investasi.
Menteri Hanif Faisol Nurofiq dalam perundingan plastik global Komite Negosiasi Antarpemerintah (INC-5.2) di Jenewa. /dok KLH.
Menteri Hanif Faisol Nurofiq dalam perundingan plastik global Komite Negosiasi Antarpemerintah (INC-5.2) di Jenewa. /dok KLH.

Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia menegaskan kepemimpinan globalnya dalam menghentikan polusi plastik.

Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) Hanif Faisol Nurofiq memastikan langkah konkret tetap dijalankan meski perundingan internasional sesi kelima bagian kedua Komite Negosiasi Antarpemerintah (INC-5.2) di Jenewa berakhir tanpa kesepakatan.

Perundingan yang berlangsung pada 5–13 Agustus 2025 menghasilkan dua draf revisi, namun sidang pleno 15 Agustus ditutup tanpa konsensus. Sejumlah negara menyatakan kekecewaan meskipun seluruh pihak sepakat melanjutkan proses menuju INC 5.3. Usulan tindak lanjut mencakup konsultasi terarah, keterlibatan politik tingkat tinggi, dan penguatan aspek teknis dan prosedural agar perjanjian global bersifat ambisius, inklusif, dan dapat diimplementasikan.

Hanif menegaskan Indonesia tetap berkomitmen kuat mendukung penyelesaian perjanjian global tersebut.

With or without treaty, Indonesia akan tetap mengambil langkah konkret, terencana, dan terukur untuk segera menghentikan polusi plastik. Pemerintah menargetkan pengelolaan 100% sampah termasuk plastik pada 2029 sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto,” ujarnya dalam keterangan resmi, Sabtu (16/8/2025). 

Dalam INC 5.2 Indonesia menekankan sejumlah prioritas yakni penghapusan plastik bermasalah dan bahan kimia berbahaya, penerapan desain produk berkelanjutan tahan lama, dapat digunakan kembali, dan dapat didaur ulang. Lalu mendorong ekonomi sirkular, memperkuat pengelolaan sampah berkelanjutan dari hulu ke hilir, mencegah kebocoran plastik di seluruh siklus hidupnya, dan melakukan remediasi dan restorasi ekosistem dari pencemaran plastik.

Untuk mempercepat tercapainya kesepakatan, Indonesia mengusulkan klasterisasi pembahasan perjanjian ke dalam tema tertentu dan mendorong opsi framework convention apabila konsensus penuh sulit diraih. Indonesia juga menekankan pengambilan keputusan harus tetap berbasis konsensus bukan pemungutan suara untuk memastikan inklusivitas.

“Dukungan pendanaan, alih teknologi, dan penguatan kapasitas dari negara maju juga diserukan sebagai faktor kunci agar semua negara dapat memenuhi kewajiban perjanjian,” katanya.

Di tingkat nasional, Indonesia tengah melaksanakan transformasi besar dalam pengelolaan sampah. Saat ini telah tersedia 250 Tempat Pengolahan Sampah Terpadu
(TPST), 42.033 Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R), serta fasilitas modern seperti biodigester, Refuse-Derived Fuel (RDF), dan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di 33 kota besar. Selain itu, sebanyak 343 TPA terbuka tengah dikonversi menjadi sanitary landfill.

Inisiatif ini diperkirakan membutuhkan investasi Rp300 triliun dan terbuka bagi partisipasi swasta melalui pendekatan pentahelix. Kolaborasi pentahelix adalah sinergi lima unsur yakni pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat, dan media untuk menjaga lingkungan dan keanekaragaman hayati.

Dengan dukungan regulasi yang kuat, ilmu pengetahuan, investasi berkelanjutan, partisipasi publik, serta peran media, solusi pengelolaan sampah berkelanjutan akan
lebih efektif dan berdampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat dan lingkungan yang lebih hijau.

“Menunda penghentian polusi plastik hanya akan memperburuk pencemaran, membahayakan kesehatan, dan menambah beban ekonomi. Hanya melalui persatuan, kerja sama, dan tanggung jawab bersama kita bisa mewujudkan perjanjian yang efektif dan inklusif,” tutur Hanif. 

Berdasarkan data dalam Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) milik Kementerian Lingkungan Hidup, jumlah timbulan sampah di Indonesia pada 2024 mencapai 46,63 juta ton dan 10,8 juta ton di antaranya adalah sampah plastik. Timbulan sampah plastik di Indonesia meningkat dari 11% pada 2010 menjadi 19,71% pada 2024. Dari jumlah itu, baru 39% sampah plastik yang mampu diolah dengan baik, sisanya ditimbun di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang masih menerapkan sistem pembuangan terbuka (open dumping), dibakar secara terbuka, dan terbuang di ruang terbuka darat dan perairan. Jika tidak ada upaya luar biasa untuk membatasinya, maka diperkirakan pada 2050 jumlah sampah plastik akan mencapai 50% dari seluruh sampah di Indonesia. 

Adapun sampah plastik dominan berupa kemasan-kemasan kecil, kemasan wadah, kantong belanja, hingga sedotan. Produksinya menyumbang sekitar 40% tetapi jumlah yang didaur ulang justru hanya kurang dari 10%. Hal ini menjadi tanggung jawab para produsen plastik untuk memilih kembali kebijakan pengemasan yang dapat didaur ulang. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro