Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sidang Pleno INC 5.2 Memanas, Draft Perjanjian Baru Plastik Global Belum Ada Titik Temu

Sidang INC-5.2 di Jenewa tertunda, draft perjanjian plastik belum memadai. Masih ada perbedaan pendapat dan kurang fokus pada pengurangan produksi plastik.
Sidang Pleno INC 5.2. /dok AZWI
Sidang Pleno INC 5.2. /dok AZWI

Bisnis.com, JAKARTA — Memasuki hari terakhir jadwal resmi perundingan Intergovernmental Negotiating Committee (INC-5.2) dalam proses penyusunan Perjanjian Global untuk mengakhiri pencemaran plastik kembali mengalami penundaan.

Pleno penutupan yang semula dijadwalkan kemarin mengalami penundaan 16 jam. Pada Kamis (15/8/2025) pukul 23:30 waktu Jenewa, Ketua INC Luis Vayas Valdivieso membuka Pleno dan mengumumkan pekerjaan masih berlanjut dan menunda sidang pleno hingga Jumat (15/8/2025) tanpa kepastian waktu lalu menutup sidang. Sebagian besar delegasi terkejut mendengar pernyataan Ketua INC yang hanya berlangsung selama beberapa menit.

Selanjutnya, Valdivieso merilis draft teks terbaru pada 15 Agustus 2025 pukul 01.57 waktu Jenewa. Meskipun masih kurang kuat, draft teks ini memuat beberapa kemajuan antara lain mandat resolusi UNEA 5/14 untuk mengatur seluruh siklus hidup plastik, kembalinya rujukan chemicals of concern pada artikel 4, dan pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat di beberapa bagian. Selain itu, pasal terkait dampak pencemaran plastik di lingkungan pada artikel 8 tidak bersifat mengikat dan terdapat ketentuan pemungutan suara pada pertemuan para pihak COP, serta mekanisme pembiayaan baru juga dimuat ke dalam draft teks.

Menurut delegasi, tidak ada konsensus yang tercapai selama perundingan di Jenewa mengenai perjanjian pertama di dunia yang mengikat secara hukum untuk mengatasi polusi plastik.

"Afrika Selatan kecewa karena sesi ini tidak memungkinkan untuk menyepakati perjanjian yang mengikat secara hukum dan posisi-posisi masih jauh berbeda," ujar delegasinya dalam pertemuan penutupan negosiasi dilansir Reuters, Jumat (15/8/2025). 

Lebih dari 1.000 delegasi berkumpul di Jenewa untuk putaran perundingan keenam, setelah pertemuan Komite Negosiasi Antarpemerintah (INC) di Korea Selatan akhir tahun lalu berakhir tanpa kesepakatan. INC merupakan kelompok yang dibentuk oleh Majelis Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEA) pada 2022 dengan mandat untuk mengembangkan perjanjian global yang mengikat secara hukum guna mengatasi polusi plastik.

Negosiasi telah memasuki tahap perpanjangan waktu pada hari Kamis karena negara-negara berjuang untuk menjembatani perbedaan pendapat yang mendalam mengenai tingkat pembatasan di masa mendatang. Para diplomat dan aktivis iklim telah memperingatkan awal bulan ini bahwa upaya Uni Eropa dan negara-negara kepulauan kecil untuk membatasi produksi plastik murni yang berbahan bakar minyak bumi, batu bara, dan gas terancam oleh penolakan dari negara-negara penghasil petrokimia dan AS di bawah Presiden Donald Trump. Isu-isu yang paling memecah belah meliputi pembatasan produksi, pengelolaan produk plastik dan bahan kimia yang menjadi perhatian, serta pendanaan untuk membantu negara-negara berkembang menerapkan perjanjian tersebut.

DRAFT BELUM JAWAB AKAR KRISIS

Sementara itu, Senior Advisor Nexus3 Foundation Yuyun Ismawati menilai draft teks terbaru ini masih jauh dari memadai untuk melindungi kesehatan manusia dan menghentikan pencemaran plastik karena tidak menekankan isu produksi plastik primer dan bahan kimia plastik. Produksi plastik primer dan bahan kimia plastik saat ini sudah melebihi batas daya dukung planet bumi yang mempengaruhi kesehatan reproduksi perempuan dan laki-laki.

"Draft terbaru ini masih belum cukup kuat untuk melindungi kesehatan publik, keberlanjutan lingkungan, dan masa depan umat manusia. Kami berharap para delegasi tidak menerima begitu saja draft yang ada sekarang, dan tetap berkomitmen untuk mengurangi pencemaran plastik demi masa depan anak-anak dan generasi mendatang," ujarnya dalam keterangan resmi. 

Co-Coordinator Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) Nindhita Proboretno menuturkan masih tersisa 14 halaman dan 120 tanda kurung yang menandakan perbedaan pendapat antarnegara. Teks ini juga menunjukkan kelemahan mendasar seperti tidak adanya pasal khusus tentang pengurangan produksi plastik dan tidak menyebutkan keterkaitan plastik dengan krisis iklim maupun prinsip pencemar membayar (polluter pays principle).

"Pasal-pasal yang sudah dinegosiasikan selama seminggu terakhir, dari pagi sampai larut malam, dalam empat contact groups, semuanya masih belum diakomodasi dalam draft teks terbaru," katanya. 

Menurutnya, para delegasi hanya punya kesempatan satu hari atau kurang dari 24 jam untuk menyepakati banyak hal.

"Kami menyambut baik draft ini karena beberapa pasal yang terkait dengan solusi semu, seperti pemanfaatan plastik untuk energi, tidak terlihat lagi," ucapnya.

Namun demikian, dia menilai penundaan ini mencerminkan kebuntuan dalam negosiasi akibat lemahnya kepemimpinan Chair dan kurangnya komitmen sejumlah negara untuk menyepakati langkah-langkah ambisius. Hingga saat ini, negosiasi belum dilanjutkan dan akan diperpanjang 1 hari hingga 2 hari.

AZWI mendesak negara-negara untuk menunjukkan kepemimpinan nyata dengan memperjuangkan pengurangan produksi plastik secara global, melindungi kesehatan publik dari bahan kimia beracun, serta memastikan perjanjian ini memprioritaskan pencegahan pencemaran, bukan sekadar daur ulang.  Tanpa langkah-langkah ambisius tersebut, perjanjian ini akan gagal menjawab akar krisis plastik dan hanya memperpanjang dampaknya bagi generasi mendatang.

Deputy Director Dietplastik Indonesia Rahyang Nusantara berpendapat pihaknya belum melihat perkembangan signifikan pada pasal yang mengatur reuse/refill sebagai sistem tersendiri yang mengikat. Praktik guna ulang yang telah berkembang pesat di berbagai negara bukan hanya membantu mengurangi kemasan plastik tetapi juga menciptakan lingkungan lebih sehat, lapangan kerja baru, dan nilai ekonomi bagi negara.

Adapun selama pertemuan tingkat menteri (Ministerial Meeting) tiga hari di Jenewa, para menteri berkesempatan mengunjungi fasilitas guna ulang. Namun sayangnya, draft terbaru ini tetap tidak memuat aturan atau sistem yang jelas untuk membantu dan mendorong masyarakat beralih dari plastik ke pilihan yang lebih ramah lingkungan seperti produk guna ulang atau isi ulang.  

"Karena krisis plastik global tidak bisa lagi ditunda penanganannya, kami mendesak agar treaty ini segera disepakati dengan mengenali dan mendukung perkembangan elemen," tuturnya. 

Rahyang menilai banyak pasal yang berpotensi tidak mengikat tergantung pada pilihan kata shall atau should, disertai berbagai klausul pengecualian seperti as appropriate atau taking into account national capacities. Pada bagian lampiran, terdapat ketentuan yang justru membatasi kemungkinan penguatan instrumen di masa depan (pasal 23.3a) dan tidak ada ketentuan mengenai negara non-pihak.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro