Bisnis.com, JAKARTA — Kajian Institute for Essential Services Reform (IESR) menunjukkan bahwa upaya transisi energi bersih Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (Asean) masih menghadapi sejumlah tantangan, terutama terkait ketiadaan target konkret dan proses birokrasi yang rumit.
Manajer Program Diplomasi Iklim dan Energi IESR Arief Rosadi mengatakan Asean sebenarnya telah menetapkan target aspirasional untuk meningkatkan bauran energi terbarukan hingga 23% dalam total pasokan energi primernya pada 2025. Target ini merupakan bagian dari Rencana Aksi Asean untuk Kerja Sama Energi (APAEC) 2021–2025.
“Namun, [target ini] tidak ada pembagiannya secara spesifik. Misalnya Indonesia harus mencapai berapa persen, Vietnam berapa persen, Thailand berapa persen. Jadi sifanya masih sangat loose,” katanya di Jakarta, Selasa (8/7/2025), dikutip dari Antara.
Dia memberi contoh pembangunan pembangkit energi terbarukan Vietnam yang agresif, dengan kapasitas mencapai 18–24 gigawatt (GW) dalam beberapa tahun terakhir. Akselerasi yang dicapai Vietnam sejatinya bisa memenuhi target secara regional, tetapi kemajuan di negara-negara Asean lainnya sangat bervariasi.
Arief turut menyoroti rutinnya pernyataan bersama Asean dalam Asean Joint Statement to Climate Change Conference (COP) yang seringkali bersifat normatif. Selain itu, Asean juga tidak memiliki target bersama, bukan merupakan blok negosiasi yang kuat, dan memiliki posisi yang seringkali kurang signifikan di perundingan iklim global.
Tantangan lain juga dipicu oleh prinsip nonintervensi di Asean. Prinsip ini membuat negara anggota sangat berhati-hati untuk tidak mendikte satu sama lain, begitu pula dalam aspek transisi energi di kawasan.
Baca Juga
Asean telah menyepakati Rencana Aksi Asean untuk Kerja Sama Energi (APAEC) 2021–2025, sebuah cetak biru kerja sama energi di kawasan. Fokus utamanya adalah transisi menuju energi yang lebih bersih, efisien, dan berkelanjutan.
APAEC ini diwujudkan melalui tujuh program utama, yakni Jaringan Listrik Asean (Asean Power Grid), Pipa Gas Trans-Asean, Teknologi Batu Bara Bersih, Efisiensi dan Konservasi Energi, Energi Terbarukan, Kebijakan dan Perencanaan Energi Regional, serta Energi Nuklir Sipil.
“Jadi memang untuk saat ini kalau misalnya melihat struktur perencanaan energi regional itu masih jauh untuk berkomitmen terhadap transisi energi,” kata Arief.
Dia berpandangan struktur perencanaan energi kawasan yang disepakati lima tahun lalu perlu ditinjau kembali, sehingga bisa sesuai dengan kebutuhan dan dinamika terkini.