Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kapasitas Energi Terbarukan per Kapita Cetak Rekor, Kesenjangan Masih Lebar

Kapasitas terpasang energi terbarukan per kapita mencapai rekor secara global, tetapi distribusinya masih timpang
Ladang turbin pembangkit listrik tenaga angin di Movave, California, Amerika Serikat./Reuters-Mike Blake
Ladang turbin pembangkit listrik tenaga angin di Movave, California, Amerika Serikat./Reuters-Mike Blake

Bisnis.com, JAKARTA — Kapasitas energi terbarukan terpasang per kapita secara global mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah pada 2023 di angka 478 watt. Namun, laporan terbaru menunjukkan bahwa ketimpangan akses energi bersih antara negara maju dan berkembang masih sangat lebar.

Temuan ini terungkap dalam laporan Tracking SDG 7: The Energy Progress Report, hasil kolaborasi antara Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA), International Energy Agency (IEA), Divisi Statistik PBB (UNSD), Bank Dunia, dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Meskipun negara berkembang mencatat kenaikan signifikan pada kapasitas energi terbarukan per kapita dari 155 watt pada 2015 menjadi 341 watt pada 2023, angka tersebut masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara maju yang telah melampaui 1.100 watt per kapita. Di sisi lain, negara-negara kurang berkembang dan kawasan Sub-Sahara Afrika hanya mencapai rata-rata 40 watt per kapita.

Laporan itu juga menyebut bahwa 85% dari populasi dunia yang belum memiliki akses listrik tinggal di kawasan Sub-Sahara Afrika. Empat dari lima rumah tangga di kawasan tersebut juga tidak memiliki akses terhadap bahan bakar memasak yang bersih. Bahkan, jumlah penduduk tanpa akses memasak bersih terus meningkat sebesar 14 juta orang per tahun.

Secara global, peningkatan porsi energi terbarukan dalam total konsumsi energi final yang baru mencapai 17,9% pada 2022, masih terbilang lambat. Hal serupa juga terlihat dalam perbaikan intensitas energi global.

Sementara itu, aliran pembiayaan publik internasional untuk mendukung energi bersih di negara berkembang naik 27% menjadi US$21,6 pada 2023 daripada tahun sebelumnya. Namun, angka ini masih lebih rendah dibandingkan dengan level puncak pada 2016 yang menembus US$28,4 miliar.

Meskipun ada upaya diversifikasi pendanaan, distribusinya juga masih terpusat. Hanya dua negara di Sub-Sahara Afrika yang masuk dalam lima penerima terbesar.

Sebagian besar pembiayaan yang mengalir pada 2023 juga terkonsentrasi pada instrumen berbentuk utang. Kontribusi utang dalam pendanaan transisi energi bersih menembus 83% dari total, sedangkan hibah hanya mencakup 9,8%.

“Pertumbuhan energi terbarukan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir membuktikan bahwa teknologi ini terjangkau, dapat diperluas, dan penting dalam mengurangi kemiskinan energi. Namun, kita harus mempercepat kemajuan di masa krusial ini, terutama dalam mengatasi kesenjangan infrastruktur,” kata Direktur Jenderal IRENA, Francesco La Camera.

Ia juga menambahkan bahwa hambatan utama masih berasal dari terbatasnya akses pembiayaan. Oleh karena itu, dia menyerukan kerja sama internasional yang lebih kuat untuk memperbesar pendanaan yang terjangkau dan berdampak bagi negara-negara berkembang.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper