Bisnis.com, JAKARTA — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi periode puncak musim kemarau di Indonesia tahun ini akan terjadi pada Juni, Juli dan Agustus. Adapun awal musim kemarau di sebagian besar wilayah diperkirakan dimulai pada periode yang sama hingga mundur dibandingkan dengan kondisi normal.
Plt. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam keterangan resmi yang dikutip Senin (17/3/2025) menjelaskan bahwa 207 zona musim (ZOM) atau 30% dari total akan merasakan awal musim kemarau pada periode yang sama dibandingkan dengan kondisi normal yang mengacu pada rata-rata klimatologi periode 1991-2020.
Sementara itu, sebanyak 204 ZOM atau setara 29% akan merasakan awal musim kemarau yang mundur dan 104 zona musim berpotensi merasakan musim kemarau yang lebih awal dari kondisi normal.
Dwikorita mengemukakan wilayah yang mengalami awal musim kemarau sama dengan normal yaitu Sumatra, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo dan Sulawesi Utara, sebagian Maluku serta sebagian Maluku Utara.
Adapun wilayah yang diprediksi mengalami awal musim kemarau yang mundur atau datang lebih lambat dibandingkan dengan normalnya adalah Kalimantan bagian Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, di Sulawesi, sebagian Maluku utara dan Merauke.
Jika dibandingkan dengan rata-rata klimatologinya, Dwikorita menejelaskan bahwa secara umum kemarau 2025 bersifat normal di 416 zona musim atau setara 60% wilayah. Sementara itu, 185 ZOM (26%) diprediksi mengalami musim kemarau dengan sifat atas normal dan 98 ZOM (14%) diprediksi mengalami musim kemarau dengan sifat bawah.
Baca Juga
Adapun wilayah yang diprediksi mengalami sifat musim kemarau normal meliputi sebagian besar Sumatra, Jawa bagian Timur, Kalimantan, sebagian besar Sulawesi, Maluku, dan sebagian besar Pulau Papua.
Sedangkan, wilayah yang diprediksi mengalami sifat musim kemarau di atas normal meliputi sebagian kecil Aceh, sebagian besar Lampung, Jawa bagian barat dan Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, sebagian kecil Sulawesi, dan Papua bagian Tengah.
Sedangkan wilayah dengan sifat musim kemarau di bawah normal atau lebih kering dari klimatologisnya meliputi wilayah Sumatra bagian utara, sebagian kecil Kalimantan Barat, Sulawesi bagian tengah, Maluku Utara, dan Papua bagian selatan.
“Puncak musim kemarau 2025 di sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi terjadi pada Juni, pada Juli dan pada Agustus 2025,” papar Dwikorita.
Dwikorita turut mengimbau agar sektor pertanian di wilayah-wilayah yang diprediksi mengalami musim kemarau lebih awal maupun lebih lambat dapat menyesuaikan jadwal tanam dan memilih varietas tahan kekeringan. Adapun wilayah dengan musim kemarau lebih kering dari kondisi normal dapat mengoptimalkan pengelolaan air.
“Wilayah yang berpotensi mengalami musim kemarau lebih basah dapat memanfaatkannya dengan memperluas lahan sawah untuk meningkatkan produksi pertanian,” kata Dwikorita.
Dwikorita juga memberi catatan agar sektor kebencanaan dapat meningkatkan kesiapsiagaan terhadap kebakaran hutan dan lahan (karhutla), terutama di wilayah rawan yang diprediksi mengalami musim kemarau dengan curah hujan normal atau bawah normal.
Sektor lingkungan juga perlu mewaspadai memburuknya kualitas udara di kota-kota besar dan wilayah rawan karhutla, serta potensi gangguan kenyamanan akibat suhu udara panas dan lembab selama musim kemarau.
“Di sektor Energi dapat menghemat dan mengelola pasokan air secara efisien untuk menjaga keberlanjutan operasi PLTA [pembangkit listrik tenaga air]], irigasi, dan pemenuhan kebutuhan air baku, terutama di wilayah dengan musim kemarau bawah normal atau lebih panjang dari normal.
Terakhir di sektor sumber daya air bisa mengoptimalkan sumber air alternatif dan memastikan distribusi air yang efisien guna menjaga ketersediaan air bagi masyarakat selama musim kemarau.