Bisnis.com, JAKARTA — Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memastikan kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla), khususnya di enam wilayah provinsi prioritas, berhasil terkendali hingga awal Agustus yang bertepatan dengan periode puncak kemarau di Indonesia.
Enam provinsi prioritas penanganan karhutla tersebut adalah Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
"Keberhasilan ini dicapai berkat operasi terpadu yang melibatkan teknologi modifikasi cuaca, pengerahan armada pesawat untuk patroli dan penyiraman air dari udara, juga satuan tugas darat," kata Kepala BNPB Suharyanto setelah rapat koordinasi karhutla di Gedung Indonesia Multi Hazard Early Warning System (Ina-MHEWS) di Jakarta, Selasa (12/8/2025), dikutip dari Antara.
Suharyanto memastikan bahwa setiap provinsi tersebut sudah memiliki pusat komando yang diisi perwakilan tenaga ahli dari BNPB, BMKG, TNI, Polri, Kementerian Kehutanan di daerah, termasuk para gubernur bupati-walikota untuk memastikan respons cepat terhadap titik api.
“Skemanya begini, begitu terdeteksi titik api maka wajib semua langsung diverifikasi lewat patroli udara, lalu ditentukan langkah penanganan, apakah cukup oleh satuan tugas darat atau perlu operasi modifikasi cuaca dan water bombing,” ungkapnya.
Penerapan skema tersebut dinilai efektif menurunkan kasus karhutla. Dia memberi contoh kasus karhutla di Riau yang memperlihatkan penambahan luas lahan terbakar hanya seluas 2,5 hektare dalam sepekan terakhir. Selain itu, 55 terduga pelaku pembakaran telah ditangkap.
Baca Juga
Sementara di Kalimantan Barat yang sebelumnya mencatatkan luas area terdampak karhutla terluas, yakni mencapai 1.149 hektare, selama sepekan terakhir tidak ada lagi penambahan titik api.
BNPB juga sudah meminta penambahan personel TNI dan Polri untuk mengingatkan warga agar tidak membuka lahan dengan cara dibakar atau menyalakan api di dekat lahan mineral gambut yang rentan terbakar.
BNPB memastikan bakal mempertahankan siaga penuh di seluruh provinsi prioritas dan menyesuaikan pengerahan armada udara sesuai perkembangan di lapangan, karena potensi karhutla tetap ada hingga akhir musim kemarau yang diperkirakan tiba pada pengujung September.
"Kami ingin memastikan kondisi tetap terkendali dan dampak terhadap kesehatan, lingkungan, serta ekonomi bisa ditekan," kata dia.