Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ancang-Ancang Indonesia Buka Keran Perdagangan Karbon Internasional

Dibukanya perdagangan karbon untuk pembeli asing diharapkan dapat mendukung upaya pengurangan emisi karbon Indonesia, sekaligus menambah nilai ekonomi
Hutan Indonesia merupakan ekosistem alami penyimpan cadangan karbon/Bloomberg-Dimas Ardian
Hutan Indonesia merupakan ekosistem alami penyimpan cadangan karbon/Bloomberg-Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia berancang-ancang menjelang pembukaan keran perdagangan karbon internasional untuk pertama kalinya pada 20 Januari 2025. Perluasan perdagangan ini diharapkan mendukung upaya pengurangan emisi karbon nasional.

Di situs resminya, Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) telah memulai penawaran unit karbon ke pembeli potensial. Mereka menyebutkan entitas internasional dapat mengklaim pengurangan emisi sebagaimana tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDC) setelah pembelian.

Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebutkan dibukanya perdagangan unit karbon secara internasional disambut positif oleh berbagai pihak.

“⁠Dibukanya pasar internasional untuk pertama kalinya ini disambut positif dengan antusiasme yang tinggi dari berbagai pihak. Kami menerima banyak pertanyaan baik dari media asing maupun calon pembeli asing,” kata Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik dalam pernyataan tertulis, Senin (13/1/2025).

Jeffrey belum bisa berbicara banyak mengenai prospek permintaan dari pembeli internasional. Dia mengatakan bahwa pihaknya masih melihat perkembangan transaksi konkret dalam beberapa waktu ke depan.

Perdagangan karbon secara internasional sendiri mengacu pada Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri LHK No. 21 Tahun 2022. Regulasi tersebut secara spesifik menyebutkan tentang mekanisme otorisasi dari Menteri Lingkungan Hidup untuk kredit karbon yang dapat diperdagangkan ke pihak asing.

Jeffrey mengatakan perdagangan unit karbon secara internasional bakal mencakup unit-unit karbon yang memperoleh otorisasi ini. Dia pun belum bisa memastikan volume karbon yang akan tersedia untuk dibeli entitas asing karena proses pemberian otorisasi di Kementerian Lingkungan Hidup masih berjalan.

“Indikasi proyek yang akan diberikan otorisasi adalah proyek milik grup PLN yang telah tercatat di SRN dan IDXCarbon,” paparnya.

Beberapa proyek PLN melalui entitas usahanya memang telah tercatat di IDXCarbon pada awal 2025 ini. Proyek-proyek tersebut mencakup Pengoperasian Pembangkit Listrik Baru Berbahan Bakar Gas Bumi PLTGU Priok Blok 4 sebesar 763.653 ton CO2 ekuivalen dengan tahun penyerapan atau pengurangan emisi terjadi (tahun vintage) 2021.

Kemudian terdapat proyek Konversi dari Pembangkit Single Cycle menjadi Combined Cycle (Add On) PLTGU Grati Blok 2 milik PT PLN Indonesia Power. Proyek ini mencatatkan unit karbon sebesar 407.390 ton CO2 ekuivalen dengan tahun vintage 2021.

Proyek ketiga adalah Konversi dari Pembangkit Single Cycle menjadi Combined Cycle Blok 2 PLN NP UP Muara Tawar yang dikelola oleh PT PLN Nusantara Power, dengan volume unit karbon tercatat sebesar 30.000 ton CO2 ekuivalen dan tahun vintage 2023.

Kontribusi ke Ekonomi

Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisol Nurofiq meyakini dibukanya pasar karbon untuk pembeli asing dapat mendukung upaya penurunan emisi Indonesia. Dia juga optimistis perdagangan karbon membuka peluang ekonomi baru untuk pelaku usaha dan masyarakat.

"Dengan perdagangan karbon, kami mengajak pelaku usaha dan masyarakat untuk ikut serta dalam pengurangan emisi sambil memanfaatkan potensi ekonomi karbon yang ada," kata Hanif.

Hanif turut menambahkan bahwa perdagangan karbon internasional membuka kesempatan bagi Indonesia untuk berkontribusi lebih besar dalam mengatasi perubahan iklim global, sekaligus meningkatkan perekonomian melalui mekanisme harga karbon.

Sejak diluncurkan pada September 2023, nilai dan frekuensi transaksi di bursa karbon memang masih minim, terlebih jika dibandingkan dengan bursa saham.

Data IDXCarbon memperlihatkan total perdagangan unit karbon dalam kurun 26 September 2023 sampai 10 Januari 2025 mencapai 1,04 juta ton CO2 ekuivalen dengan nilai Rp55,23 miliar. Terdapat 100 entitas yang terdaftar sebagai pengguna jasa di bursa karbon sejauh ini.

Meski demikian, mayoritas perdagangan tersebut berasal dari 2023, tahun pertama bursa karbon diluncurkan. Sepanjang 2024, total nilai karbon yang diperdagangkan mencapai Rp19,72 miliar. Nilai tersebut lebih rendah daripada 2023 yang menembus Rp30,90 miliar.

Adapun volume karbon yang ditransaksikan pada periode 12 bulan 2024 bertengger di 412.186 ton CO2 ekuivalen, kembali turun dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 494.254 ton CO2 ekuivalen.

Lesunya bursa karbon di Tanah Air hampir beriringan dengan tren di pasar internasional. Laporan MSCI Carbon Markets memperlihatkan terdapat lebih dari 6.200 proyek karbon yang didaftarkan di 12 registri kredit karbon internasional terbesar sampai akhir 2024.

Total karbon yang diterbitkan dari proyek-proyek tersebut mencapai 305 juta ton setara CO2. Jika diakumulasi sejak penandatanganan Perjanjian Paris pada 2016, volume kredit karbon yang diterbitkan mencapai 2,1 miliar kredit.

Selain penerbitan kredit baru, terdapat pula 180 juta ton kredit karbon yang dinyatakan pensiun pada 2024. Status tersebut membuat kredit tersebut tak lagi bisa diperdagangkan di pasar.

“Biasanya, hal ini dilakukan karena perusahaan secara sukarela menggunakannya sebagai bagian dari strategi iklim mereka. Setelah mengalami pertumbuhan pesat hingga 2022, jumlah kredit yang dipensiunkan cenderung stagnan selama tiga tahun terakhir,” tulis tim riset MSCI Carbon Markets.

Terlepas dari torehan jumbo penerbitan kredit karbon, harga di pasar justru melanjutkan tren pelemahan sepanjang 2024. Harga rata-rata tercatat hanya mencapai US$4,8 per ton CO2 ekuivalen atau turun 20% dibandingkan dengan harga rata-rata 2023. Penurunan harga cenderung melambat dibandingkan dengan 2022-2023 yang mencapai 32%.

“Harga kredit karbon terus bervariasi tergantung jenis proyek, dengan kredit berbasis restorasi alam dan teknologi karbon seringkali memiliki harga jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pasar, terutama jika diperdagangkan dalam skema kontrak berjangka,” papar MSCI.

Terlepas dari pelemahan harga ini, MSCI mengemukakan nilai pasar kredit karbon berpotensi bergerak ke level baru mendekati 2050, terlebih dengan adanya tenggat target net zero bagi banyak perusahaan.

“Faktor-faktor seperti peningkatan permintaan korporasi yang mendesak dan pergeseran menuju kredit karbon berkualitas tinggi dapat mendorong nilai pasar kredit karbon ke level baru.”

Meskipun proyeksi jangka panjang memiliki ketidakpastian tinggi, MSCI mengestimasi nilai pasar karbon bisa mencapai US$250 miliar dalam skenario komitmen pengurangan karbon tetap terjaga.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper