Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wamenlu RI: Negara Berkembang Perlu Mandiri Hitung Harga Karbon

Wamenlu RI Arif Havas Oegroseno menekankan pentingnya negara berkembang merumuskan metode sendiri untuk menghitung harga karbon
Asap hasil pembakaran pembangkit batu bara yang menyumbang hampir separuh pasokan energi di Asia Pasifik. /Bloomberg-Taylor Weidman
Asap hasil pembakaran pembangkit batu bara yang menyumbang hampir separuh pasokan energi di Asia Pasifik. /Bloomberg-Taylor Weidman
Ringkasan Berita
  • Wamenlu RI Arif Havas Oegroseno menekankan pentingnya negara berkembang merumuskan metode sendiri untuk menghitung harga penyerapan karbon, agar tidak bergantung pada metode negara maju.
  • Havas mengajak para ahli dan akademisi di negara berkembang untuk menyusun metode perhitungan karbon yang disepakati bersama dan dibahas di tingkat pemerintahan.
  • Havas menyoroti tantangan dalam menetapkan harga karbon biru dan menekankan perlunya negara berkembang menetapkan standar harga sendiri untuk produk mereka, seperti kopi.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Menteri Luar Negeri RI Arif Havas Oegroseno berpendapat bahwa negara berkembang perlu merumuskan metode dan pendekatan ilmiah sendiri untuk menghitung harga penyerapan karbon, sehingga tak lagi berkiblat ke metode dari negara maju. 

Hal itu disampaikan Havas saat memberikan sambutan pembukaan dalam simposium Exploring the Global South: Epistemologies, Development Pathways, and Research Network yang diselenggarakan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Jakarta, Kamis (7/8/2025).

Menurutnya, para ahli, profesor, dan akademisi di negara-negara berkembang perlu duduk bersama untuk menyusun metode perhitungan penyerapan karbon yang disepakati bersama, lalu membahasnya di tingkat pemerintahan.

"Maka pemerintah akan dapat memutuskan, baik di negara-negara maju dan negara-negara berkembang, standar yang kita kembangkan sendiri untuk produk yang tumbuh di negara kita sendiri. Bukan lagi orang lain yang menentukan standar untuk kita,” tambah Havas, dikutip dari Antara.

Havas pun memberi contoh penghitungan harga karbon biru (blue carbon).

Havas mengatakan dirinya telah bertanya dengan para ahli dari berbagai negara mengenai penetapan harga penyerapan karbon biru, menambahkan bahwa hal itu masih bisa diperdebatkan, terutama mengenai komponen karbon biru yang berbeda-beda di setiap negara.

“Tetapi sekali lagi, masalahnya sama. Tidak ada satu metode tunggal untuk menghitung penyerapan karbon biru dan penetapan harganya,” ujarnya.

Havas turut mengemukakan bahwa pengembangan metode tersebut merupakan tantangan bagi semua untuk bekerja sama dalam metode-metode di berbagai aspek perubahan iklim.

Selain itu, Havas juga menyebutkan contoh lain yaitu ketergantungan perdagangan, di mana negara-negara berkembang masih belum dapat menetapkan standar harganya sendiri.

Menurutnya, ada banyak negara penghasil kopi yang harganya masih ditetapkan oleh pihak selain negara-negara berkembang tersebut, menandakan bahwa negara-negara berkembang tidak benar-benar memiliki produk mereka sendiri.

“Saya pikir negara kita harus membangun [standar] sendiri, karena ini ada di rumah kita, di tanah kita, ini warisan kita,” kata Havas.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Antara
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro