Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sinyal Positif dari JP Morgan untuk Prospek Pasar Karbon

Pasar karbon diselimuti prospek positif setelah JPMorgan mulai menjajaki investasi, seiring dengan tren pemulihan bulanan
Hasil pembakaran pembangkit batu bara merupakan salah satu sumber emisi karbon terbesar di Asia Tenggara./Bloomberg-Krisztian Bocsi
Hasil pembakaran pembangkit batu bara merupakan salah satu sumber emisi karbon terbesar di Asia Tenggara./Bloomberg-Krisztian Bocsi
Ringkasan Berita
  • JPMorgan mulai menjajaki investasi di pasar karbon, menunjukkan kepercayaan finansial terhadap potensi pasar ini meskipun ada tekanan politik antiiklim di AS.
  • Penerbitan kredit karbon global meningkat signifikan pada Juli 2025, dengan Amerika Serikat dan Brasil sebagai kontributor utama melalui proyek penangkapan emisi dan pencegahan deforestasi.
  • Indonesia sedang merevisi Perpres No. 98/2021 untuk memperkuat ekosistem pasar karbon sektor kehutanan, membuka peluang investasi swasta dalam perdagangan karbon sukarela.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA — Prospek pasar karbon tengah mendapatkan angin positif setelah salah satu bank investasi terbesar Amerika Serikat, JP Morgan, mulai menjajaki peluang investasi. Momentum ini terjadi bersamaan dengan pulihnya kinerja bulanan pasar karbon pada Juli 2025 setelah sempat terkontraksi pada bulan sebelumnya.

Laporan Joy Foo, Layla Khanfar dan Kyle Harrison dari BloombergNEF memperlihatkan bahwa penerbitan kredit karbon selama Juli 2025 mencapai 12,4 juta ton setara karbon dioksida (CO2e). Volume tersebut naik 64% dibandingkan dengan penerbitan selama Juni 2025 yang hanya berjumlah 7,5 juta ton CO2e.

Adapun penerbitan kredit karbon selama Januari–Juni 2025 berjumlah 103 juta ton CO2e, turun 12% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Amerika Serikat menjadi negara pemasok kredit karbon terbesar selama Juli 2025, dengan volume 3 juta ton CO2e. Kredit karbon AS berasal dari beragam sektor, termasuk penangkapan emisi bocor dari aktivitas industri dan kehutanan.

Sementara itu, proyek kredit karbon terbesar pada Juli 2025 berasal dari Brasil. Tuan rumah COP30 itu menerbitkan 1,4 juta kredit dari pencegahan deforestasi (avoided deforestation) di hutan Amazon.

Seperti tren pasokan, pembelian karbon pada Juli 2025 juga memperlihatkan pemulihan setelah sempat anjlok 11% secara bulanan pada Juni 2025. Total kredit yang kedaluwarsa pada Juli 2025 mencapai 11,6 juta ton CO2e, naik lebih dua kali lipat daripada 5,2 juta kredit pada bulan sebelumnya.

“Total volume kredit karbon yang kedaluwarsa selama Januari–Juli 2025 mencapai 89 juta ton setara karbon dioksida, terendah sejak 2022. Hal ini mengindikasikan sinyal pelemahan permintaan,” tulis riset BloombergNEF.

Terlepas dari perkembangan ini, ditambah dengan tekanan politik antiiklim yang digaungkan pemerintahan Presiden AS Donald Trump, sinyal positif tak lantas lenyap di pasar. Salah satunya bahkan datang dari bank jumbo Wall Street, JPMorgan Chase.

“Terlepas dari tekanan politik antiiklim di AS, JP Morgan tetap menjajaki investasi melalui kredit karbon. Ini menunjukkan adanya kepercayaan finansial pada pasar dan potensinya untuk berkembang,” kata Joy Foo.

BloombergNEF mencatat bahwa langkah JP Morgan di pasar kredit karbon mencakup pembelian kredit penghilangan karbon, pembiayaan proyek, serta tokenisasi kredit karbon. Berdasarkan data CDR.fyi, bank asal AS ini merupakan pembeli kredit penghilangan karbon terbesar keempat di dunia dengan kontrak 600.000 kredit hingga saat ini.

Selain itu, JP Morgan pada Juli 2025 menandatangani kesepakatan pembiayaan tradisional senilai US$210 juta untuk menekan biaya modal pada proyek reforestasi Chestnut Carbon.

Penyusunan instrumen keuangan untuk memperluas penghilangan karbon dinilai dapat menurunkan biaya modal bagi pengembang, sekaligus membantu mengamankan pembeli dengan harga yang lebih terjangkau sejak awal.

Strategi tersebut memungkinkan korporasi dengan margin keuntungan terbatas ikut berpartisipasi. Saat ini, Microsoft mendominasi sektor penghilangan karbon dengan kontrak kredit mencapai 31 juta ton CO2e.

Sinyal permintaan yang kuat dan transparansi pasar menjadi kunci bagi perluasan pasar karbon. Keduanya merupakan tantangan yang coba diatasi JPMorgan dengan melakukan tokenisasi kredit karbon melalui unit blockchain-nya.

“Secara keseluruhan, ekosistem kredit karbon menjadi makin kompleks. Lembaga keuangan berperan penting dalam memberikan kejelasan dan membangun kepercayaan di pasar, mengingat sektor ini diatur secara ketat,” tulis analis BloombergNEF, Joy Foo, Layla Khanfar, dan Kyle Harrison dalam laporan mereka.

Indonesia Revisi Aturan soal Ekonomi Karbon

Dari dalam negeri, Kementerian Kehutanan melaporkan bahwa pemerintah tengah merevisi Peraturan Presiden (Perpres) No. 98/2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional untuk memperkuat ekosistem yang mengakomodasi pasar karbon sektor kehutanan.

Sektor kehutanan sendiri dinilai sebagai pilar penting dalam ekonomi karbon, mengingat perannya sebagai penyerap karbon alami. Seiring dengan revisi Perpres No. 98/2021, Kemenhut membuka peluang partisipasi sektor swasta dalam pendanaan iklim kehutanan melalui perdagangan karbon sukarela (voluntary carbon market/VCM).

“Carbon market [sektor kehutanan] juga akan segera kami buka, terutama melalui revisi Perpres No. 98 Tahun 2021 yang tengah berjalan. Itu akan memungkinkan pihak swasta untuk berinvestasi,” kata Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni ketika ditemui setelah Kick Off Meeting Concept Note dan Proposal Pendanaan Baru untuk RBP REDD+ CGF Tahap II di Jakarta, Selasa (12/8/2025).

Raja Juli menjelaskan bahwa Kemenhut telah mengidentifikasi 6,5 juta hektare lahan dan hutan terdegradasi maupun berstatus kritis yang bisa diikutsertakan dalam proyek penurunan emisi karbon. Investasi swasta untuk pemulihan lahan-lahan ini dia sebut dapat menghasilkan kredit karbon yang kemudian diperdagangkan dan menjadi insentif bagi korporasi.

“Kami berharap akan ada investasi untuk menanam di daerah-daerah yang tandus itu, dan konsekuensinya tentu swasta mendapatkan insentif dari usaha mereka. Namun saya kira ini juga akan baik untuk pendapatan negara melalui pajak dan sebagainya. Ini mekanisme yang sedang kami bicarakan,” paparnya.

Kementerian Kehutanan mulanya berencana membuka perdagangan kredit karbon sektor kehutanan pada Juli 2025. Namun, rencana tersebut belum memperlihatkan realisasi hingga kini.

“Ada sedikit yang belum selesai ya. Sebelumnya saya sebut Juli [dimulai], tetapi belum bisa. Sesegera mungkin ketika revisi itu selesai, kami akan buka pendekatan perdagangan karbon secara sukarela,” kata Raja Juli.

Dalam pernyataan pada Maret 2025, Raja Juli mengemukakan tahap awal perdagangan karbon sektor kehutanan akan mencakup skema pengelolaan hutan oleh swasta Pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dan Perhutanan Sosial, dengan potensi serapan karbon yang berbeda.

PBPH memiliki potensi serapan 20–58 ton CO2 per ha dengan harga US$5–10 per ton CO2, sementara Perhutanan Sosial dapat menyerap hingga 100 ton CO2 per ha dengan harga mencapai 30 euro per ton CO2.

Pada 2025, potensi perdagangan karbon sektor kehutanan diperkirakan mencapai 26,5 juta ton CO2, dengan nilai transaksi berkisar Rp1,6 triliun–Rp3,2 triliun per tahun.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro