Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nasib Implementasi Biodiesel B50 Masih Menggantung

Implementasi B50 di Indonesia masih dalam tahap persiapan dan belum ada kepastian dimulai pada 2026.
Biodiesel B40/Kementerian ESDM
Biodiesel B40/Kementerian ESDM

Bisnis.com, JAKARTA — Mandatory implementasi bahan bakar nabati (BBN) jenis biodiesel 50% (B50) yang direncanakan dimulai pada 2026 masih digodok. Dalam Buku II Nota Keuangan beserta RAPBN 2026, pemerintah tak menyinggung rencana pengembangan B50 untuk kerja tahun depan.

Memang, dalam pidato Penyampaian RAPBN Tahun Anggaran 2026 pekan lalu, Presiden Prabowo Subianto menyinggung bakal mendorong program biodiesel. Namun, dia tak spesifik menyebut B50.

Adapun, dalam Buku II Nota Keuangan beserta RAPBN 2026, pemerintah hanya menyinggung pengembangan B40 pada 2025 ini. Pemerintah bilang, program B40 tersebut didukung alokasi volume penyaluran 15,6 juta kiloliter ke seluruh Indonesia.

Selain itu, insentif biodiesel pada 2025 mulai diarahkan hanya untuk biosolar bersubsidi demi mendukung program subsidi tepat sasaran. Selain pengembangan biodiesel, pemerintah juga akan berupaya melakukan pemanfaatan bahan bakar nabati lainnya seperti diesel hidrobiokarbon, bioetanol, dan bioavtur. Tidak menyebut secara langsung B50.

Kendati demikian, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi membantah pemerintah tak menaruh perhatian pada implementasi B50 tahun depan. Ketika ditanya apakah B50 siap diimplementasikan tahun depan, Eniya tak menjawab secara gamblang.

Dia hanya menyebut saat ini pihaknya masih terus melakukan persiapan. "Masih persiapan," kata Eniya kepada Bisnis, Selasa (19/8/2025).

Dia menambahkan bahwa mandatory implementasi B50 akan sesuai keputusan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.

"Mandatory-nya sesuai keputusan menteri ESDM," ucapnya.

Dilema Antara Kebutuhan B50 dan Kesepakatan Dagang

Di satu sisi, pemerintah tengah dihadapkan pada dilema memprioritaskan ekspor sawit guna menutupi kebutuhan impor dari Amerika Serikat (AS) atau tetap menjaga pasokan domestik minyak sawit yang dibutuhkan dalam jumlah besar untuk mendukung B50.

Laporan Bloomberg Intelligence pada 28 Juli 2025, menyoroti bahwa Indonesia kemungkinan besar harus meningkatkan ekspor minyak sawit ke AS guna membiayai pembelian produk energi dan pertanian senilai US$19,5 miliar. Kendati ini berarti menjadi peluang ekspor bagi produsen sawit, kebutuhan untuk memproduksi biodiesel bakal kekurangan.

Pada 2024, ekspor sawit ke AS tercatat sebesar 1,54 juta ton senilai US$1,59 miliar. Di sisi lain, implementasi B50 diperkirakan membutuhkan tambahan pasokan hingga 3,5 juta ton minyak sawit.

Kondisi ini menempatkan pemerintah dalam posisi strategis yang genting. Jika tidak segera ada kejelasan strategi antara peningkatan ekspor dan ketahanan energi domestik, Indonesia berisiko kehilangan peluang pasar ekspor sekaligus gagal mencapai target energi bersih dalam negeri.

Terkait hal tersebut, Eniya masih memutar otak. Dia hanya menekankan implementasi B50 tahun depan bakal tetap memperhatikan faktor keekonomian.

"Semua mandatory dilakukan berdasarkan kelayakan keekonomian," tuturnya.

Dalam kesempatan terpisah, Eniya mengaku masih menghitung kebutuhan dan volume fatty acid methyl ester (FAME) untuk memproduksi B50. FAME merupakan bahan bakar nabati yang dihasilkan dari proses transesterifikasi minyak sawit dengan metanol.

Eniya menyebut, pihaknya belum menentukan berapa porsi FAME dalam B50. Dia mengatakan, komposisi FAME itu masih menjadi perdebatan. Menurutnya, B50 itu bisa terdiri atas 40% FAME dan 10% hydrotreated vegetable oil (HVO) atau full 50% FAME.

"Lalu, apakah 2026 kita mulai dengan B50? Itu belum kita tentukan. Jadi kita harus lihat lagi B50 butuh [FAME]-nya berapa?" ucap Eniya dalam acara Seminar Peluang dan Tantangan Industri Bioenergi Menyongsong Indonesia Emas 2045 di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Eniya menjabarkan, jika diasumsikan B50 akan terdiri atas 50% FAME, maka kebutuhan FAME itu mencapai sekitar 20 juta ton atau tambahan alokasi minyak kelapa sawit mentah/crude palm oil (CPO) ke biodiesel sekitar 2 juta ton. Angka itu naik sebesar 5 juta ton dari kebutuhan FAME untuk produksi B40 yang sebesar 15 juta ton.

Di sisi lain, Eniya mengatakan, Indonesia membutuhkan lima pabrik biodiesel baru untuk mengimplementasikan B50 pada tahun depan. Dia mengatakan, tiga dari lima pabrik baru yang ditargetkan, saat ini sedang dibangun.

"Kita perlu lima [pabrik baru] dengan kapasitas besar, yang kalau ukur-ukur kapasitasnya 1.000.000 kiloliter kita perlu 5 gitu," ucap Eniya.

Implementasi B50 Tergantung Kekuatan Fiskal

Founder & Advisor ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto menilai nasib implementasi B50 tahun depan bakal bergantung pada kekuatan fiskal pemerintah.

Pemerintah sendiri memang bakal memberikan dukungan berupa insentif biodiesel yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP). Dana insentif tersebut berasal dari hasil pungutan ekspor komoditas sawit.

Insentif biodiesel yang diberikan untuk menutup selisih biaya produksi biodiesel dengan harga solar sehingga harga biodiesel tetap terjangkau dan mendorong penggunaan biodiesel sebagai energi alternatif.

Adapun, program pengembangan biodiesel melibatkan beberapa program lainnya seperti Program Sawit Rakyat, dukungan riset sektor sawit, dan pendidikan bagi keluarga petani.

Kendati demikian, Pri Agung mengingatkan implementasi B50 jangan sampai memberatkan APBN.

"[Implementasi B50 tergantung pada] kemampuan fiskal pemerintah sendiri. Jangan sampai memberatkan APBN," katanya.

Menurutnya, B50 akan menuntut volume yang lebih banyak dari biodiesel. Konsekuensinya, akan ada keperluan penambahan anggaran.

"Di satu sisi harga CPO dan harga crude oil sendiri juga sedang berfluktuasi tidak pasti, evaluasi terhadap hal-hal itu memang diperlukan," imbuhnya.

Evaluasi Implementasi B40

Sementara itu, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung tetap optimistis implementasi B50 bisa dilakukan pada 2026. Dia menjelaskan, saat ini pihaknya tengah mengevaluasi implementasi B40 tahun ini. Dia menilai implementasi B40 terbilang berhasil.

"Untuk B50, kita evaluasi untuk implementasi B40 tahun ini, dan juga kita harapkan untuk implementasi tahun depan B50 segera bisa dilaksanakan," ujar Yuliot di Kantor Kementerian ESDM, pekan lalu.

Senada, Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) optimistis kapasitas terpasang tahunan biodiesel yang dimiliki perusahaan-perusahaan di bawah naungannya mencukupi untuk penyediaan keperluan feedstock jika mandatory B50 pada 2026.

Menurut Sekretaris Jenderal (Sekjen) Aprobi Ernest Gunawan mengatakan, kebutuhan feedstock diperkirakan bertambah menjadi 17 juta–18 juta ton apabila tahun depan peningkatan dari B40 menjadi B50 terealisasi.

“Apabila tahun depan naik menjadi B50, kebutuhan feedstock diperkirakan bertambah menjadi 17 juta–18 juta ton. Dengan kapasitas terpasang tahunan biodiesel di Aprobi sekitar 19,6 kl [kiloliter], B50 masih memungkinkan,” kata Ernest kepada Bisnis beberapa waktu lalu.

Hanya saja, tambah dia, ada kemungkinan kuota ekspor yang diberikan oleh Kementerian ESDM akan menjadi lebih sedikit.

Adapun, Ernest menilai eksekusi program biodiesel nasional dalam kurun 5 tahun terakhir berhasil. Hal yang menjadi indikator keberhasilan adalah lonjakan pemanfaatan biodiesel di Tanah Air selama periode tersebut.

Dia menjelaskan, sejak 2020 sampai dengan 2024, pemanfaatan biodiesel di dalam negeri tercatat meningkat 43,45% dari 8,4 juta/tahun.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro