Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kemenhut Siapkan Proposal, Incar Pembiayaan Iklim Sektor Kehutanan Rp1,30 Triliun dari GCF

Kemenhut siapkan proposal untuk pendanaan iklim Rp1,30 triliun dari GCF guna mendukung penurunan emisi dan konservasi hutan di Indonesia.
Penampakan hutan tropis Indonesia./Bloomberg-Dimas Ardian
Penampakan hutan tropis Indonesia./Bloomberg-Dimas Ardian
Ringkasan Berita
  • Kementerian Kehutanan Indonesia sedang menyusun proposal untuk mendapatkan pendanaan iklim sebesar Rp1,30 triliun dari Green Climate Fund (GCF) melalui mekanisme result-based payment (RBP) REDD+.
  • Pendanaan tahap kedua ini akan lebih ketat dalam persyaratan teknis dibandingkan tahap pertama, yang sebelumnya telah memberikan US$103,8 juta untuk penurunan emisi selama 2014–2016.
  • Indonesia juga menjajaki peluang pendanaan lain melalui result-based contributions (RBC) yang didukung Norwegia, meskipun baru sebagian kecil dari emisi yang ditekan telah mendapatkan pembayaran.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Kehutanan memulai penyusunan proposal pendanaan iklim baru di bawah mekanisme result-based payment (RBP) Reducing Emissions from Deforestation and forest Degradation, plus (REDD+) dari Green Climate Fund (GCF). Terdapat potensi pendanaan hingga US$80 juta atau sekitar Rp1,30 triliun (asumsi kurs Rp16.334 per dolar AS) yang siap dikucurkan institusi tersebut untuk mendukung penurunan emisi maupun konservasi di sektor kehutanan Indonesia.

Indonesia tercatat telah menerima pembiayaan senilai US$103,8 juta melalui mekanisme RBP REDD+ dari GCF pada tahap pertama untuk penurunan emisi selama periode 2014–2016. Peluang pendanaan US$80 juta sendiri disiapkan untuk tahap kedua, tetapi Kementerian Kehutanan dan GCF masih akan menyiapkan teknis dan pemenuhan kriteria untuk realisasi transfer dana.

“Ini inisiatif yang sangat membantu Kementerian Kehutanan dalam berbagai macam aspek, misalnya dari [pencegahan] deforestasi, penanganan kebakaran hutan, perbaikan tata kelola hutan, perhutanan sosial, termasuk konservasi,” kata Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni di Jakarta, Selasa (12/8/2025).

Raja Juli mengemukakan pendanaan sektor kehutanan merupakan aspek krusial dalam tata kelola kehutanan Indonesia, mengingat peran penting ekosistem ini dalam menurunkan gas rumah kaca serta statusnya yang kaya dengan keanekaragaman hayati.

Ia juga mengungkapkan adanya peluang pembiayaan di sektor kehutanan melalui mekanisme lain, salah satunya adalah result-based contributions (RBC) yang didukung oleh Norwegia. Raja Juli mengatakan bahwa Indonesia dan Norwegia masih menegosiasikan peluang ini.

“Iya, [RBC] Norwegia masih akan kami negosiasikan. Sebetulnya sudah ada komitmen untuk RBC selanjutnya. Prosesnya mungkin seperti ini, tetapi pendekatan berbeda karena ada ketentuan seperti pemantauan, pelaporan, verifikasi dan protokolnya akan berbeda,” katanya.

Pada kesempatan yang sama, Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Perubahan Iklim, Haruni Krisnawati, mengatakan bahwa kriteria pendanaan RBP REDD+ tahap kedua akan lebih ketat dibandingkan dengan tahap sebelumnya, terutama dalam aspek persyaratan teknis.

“Yang sekarang akan lebih ketat. Kalau sebelumnya pilot, sementara sekarang GCF sudah mengunci sejumlah angka tertentu yang nantinya bisa kita akses dan kita mengajukan proposal berapa. Pendanaan akan tergantung penilaian,” papar Haruni.

Haruni turut mengemukakan bahwa Indonesia tengah mengeksplorasi potensi pendanaan iklim sektor kehutanan lainnya, mengingat total pembayaran yang diterima Indonesia dari pengurangan emisi baru mencakup 61,5 juta ton karbon dioksida ekuivalen (CO2e) dalam kurun 2013–2020.

Dari total 244,89 juta ton CO2e emisi gas rumah kaca (GRK) terverifikasi yang berhasil ditekan Indonesia selama periode 2013–2017, baru 20,25 juta ton CO2e yang sudah mendapatkan pembayaran melalui mekanisme GCF dan 11,23 juta ton CO2e dari mekanisme dengan Norwegia.

Dengan demikian, baru sekitar 12,85% dari periode tersebut yang sudah mendapatkan pembayaran berdasarkan hasil atau RBP dari kinerja pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+)

Sementara itu, dari total 577,45 juta ton CO2e reduksi emisi GRK yang dilakukan Indonesia  untuk periode 2017–2020, baru 30 juta ton CO2e atau sekitar 5,2%  yang memperoleh pembiayaan melalui mekanisme kerja sama dengan Norwegia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro