Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina Power Indonesia (Pertamina New & Renewable Energy) atau Pertamina NRE mencatatkan kinerja positif pada semester I/2025, baik dari sisi operasional maupun keuangan.
Sepanjang Januari—Juni 2025, Pertamina NRE berhasil mencatatkan kapasitas terpasang mencapai 2.842,10 megawatt (MW), dengan produksi listrik mencapai 4,22 juta MWh.
Dicky Septriadi, Corporate Secretary Pertamina NRE, menyebut bahwa realisasi yang dicapai perseroan sepanjang 6 bulan pertama tahun ini setara dengan 55,4% dari target Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) sebesar 7.483.348 MWh.
Sejalan dengan itu, tingkat gangguan operasi (Equivalent Forced Outage Rate/EFOR) tercatat hanya 0,12%. “Tingkat gangguan rendah, mencerminkan efisiensi manajemen risiko operasional,” kata Dicky, dikutip Selasa (12/8/2025).
Adapun, dari sisi kinerja keuangan hingga Juni 2025, Pertamina NRE sukses membukukan pendapatan sebesar US$209,08 juta atau sekitar Rp3,40 triliun (estimasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Rp16.289), dengan laba tahun berjalan mencapai US$52 juta atau sekitar Rp847,02 miliar.
Sementara itu, realisasi investasi yang digelontorkan Pertamina NRE pada semester I/2025 mencapai sebesar US$153,8 juta atau sekitar Rp2,50 triliun.
Dicky mengatakan bahwa kinerja perusahaan yang positif tidak lepas dari perkembangan sektor energi baru terbarukan (EBT) yang terus bertumbuh. Pertamina NRE, imbuhnya, memastikan akan terus berekspansi di berbagai lini bisnis EBT yang kini dijalankan perusahaan.
Salah satu unit bisnis Pertamina NRE adalah mengelola aset di panas bumi. Hingga Juni 2025, total kapasitas pembangkit listrik panas bumi (PLTP) yang dikelola oleh PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) sebagai anak usaha Pertamina NRE telah mencapai 727 MW.
Menurut Dicky, perusahaan ke depannya akan memperkuat kerja sama dan kolaborasi dengan PT PLN (Persero) untuk menggenjot pemanfaatan panas bumi.
“Ada satu case kerja sama dengan PLN, tetapi sudah ada solusi dari pemerintah. Di Hulu Lais, uap di mulut sumur akan diserap untuk listrik pembangkit PLN. Ini konsep strategi yang perlu didukung,” ujarnya.
Dicky mengungkapkan bahwa PGEO juga baru menandatangani Head of Agreements dengan PT PLN Indonesia Power (PLN IP) terkait dengan kerja sama pengembangan energi panas bumi untuk pembangkit listrik.
Selain itu, juga ada komitmen perjanjian konsorsium (consortium agreement) antara PGEO dan PLN IP unit Ulubelu Bottoming dan unit Lahendong Bottoming untuk pengadaan independent power producer (IPP) Project Cogen yang merupakan quick-win strategy untuk PGE mencapai kapasitas 1GW dalam 2—3 tahun mendatang.
Komitmen ini diprioritaskan dilakukan di Ulubelu BU 30 MW dan Lahendong BU 15 MW. Sejauh ini, realisasi pengelolaan PLTS Pertamina NRE sudah mencapai 345,2 MWp, yang sebagian besar berada di wilayah operasi Pertamina, mulai dari lapangan migas seperti di Rokan, komplek kilang hingga SPBU. “Jadi kami kembangkan dulu di halaman kami sendiri,” ujar Dicky.
Selanjutnya, Pertamina NRE juga melakukan ekspansi bisnis dengan mengakuisisi 20% saham Citicore Renewable Energy (CREC), perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) asal Filipina.
Sebelumnya, PNRE dan CREC telah menyepakati framework agreement untuk pengembangan proyek solar dan angin di Indonesia dan Filipina. Kerja sama tersebut juga mencakup pengadaan Battery Energy Storage (BESS), pengadaan modul panel surya, serta kolaborasi penerapan carbon credit.
“Ini langkah sangat positif. Sambil kita menunggu aplikasi di Indonesia, kami sudah siap dulu di luar negeri sehingga nantinya akan sangat bermanfaat bagi perkembangan EBT di Indonesia,” kata Dicky.