Bisnis.com, JAKARTA — Inter-American Development Bank (IDB) menargetkan pengumpulan dana segar sebesar US$11 miliar atau sekitar Rp179,43 triliun (asumsi kurs Rp16.312 per dolar AS) guna mendukung pembiayaan iklim bagi negara-negara yang terdampak pemanasan global.
Presiden IDB Ilan Goldfajn menyampaikan hal tersebut dalam wawancara bersama Reuters di sela-sela Konferensi Internasional Pembiayaan Pembangunan di Sevilla, Spanyol. Ia berharap serangkaian inisiatif yang diluncurkan IDB dapat menarik minat sektor swasta untuk terlibat dalam pembiayaan iklim.
“Kami tidak hanya sekadar mengumumkan ide, melainkan menawarkan sesuatu yang dibutuhkan sektor swasta: pendekatan yang kredibel, platform yang terukur, serta peluang investasi yang nyata dan berdampak,” ujarnya, dikutip Selasa (1/7/2025).
Salah satu dukungan terbesar berasal dari peluncuran platform baru yang dirancang untuk membantu negara-negara mengelola risiko volatilitas mata uang. Fluktuasi nilai tukar selama ini menjadi salah satu hambatan utama bagi investor dalam memproyeksikan potensi imbal hasil investasi.
Setelah sebelumnya berhasil menarik investasi swasta senilai US$8 miliar melalui proyek serupa di Brasil, IDB kini berencana memperluas skema tersebut ke dua atau lebih negara dalam tiga tahun ke depan, dengan target menggandakan jumlah dana yang dimobilisasi.
Inisiatif ini dinamakan FX EDGE, yakni fasilitas kredit yang akan diaktifkan jika nilai tukar mata uang lokal anjlok tajam, sehingga proyek-proyek dengan pendapatan dalam mata uang lokal tetap mampu memenuhi kewajiban pembayaran luar negerinya.
Baca Juga
Platform ini juga akan memperluas penggunaan instrumen lindung nilai jangka panjang seperti derivatif, melalui bank dan lembaga keuangan lokal, dengan jaminan dari peringkat kredit IDB.
Bersama Bank Dunia, IDB juga merencanakan penerbitan obligasi bertajuk Amazonia Bonds hingga sebesar US$1 miliar. Obligasi ini sebelumnya telah diuji coba untuk mendukung pelestarian hutan hujan Amazon dan komunitas lokal di sekitarnya.
Kerangka Amazonia yang didukung khusus ini diharapkan diadopsi oleh negara-negara seperti Brasil, Kolombia, Peru, Bolivia, dan Ekuador. Negara-negara ini tengah berupaya melindungi kawasan Amazon seluas lebih dari 6 juta kilometer persegi yang merupakan habitat bagi lebih dari 10% fauna dan flora yang diidentifikasi secara global.
Selain itu, IDB juga akan memperluas cakupan negara penerima manfaat dari dana darurat senilai US$5 miliar yang baru diperbesar bernama Contingent Credit Facility for Natural Disasters.
Bersama bank pembangunan multilateral lainnya, IDB akan meningkatkan penerapan Climate Resilient Debt Clauses, yakni klausul yang memungkinkan negara menangguhkan pembayaran utang hingga dua tahun saat terjadi bencana. Pada 2026, IDB menargetkan penyediaan perlindungan hingga US$4,2 miliar melalui skema ini.
Sebagai tambahan, IDB juga meluncurkan Regional Disaster Risk Transfer Program yang memungkinkan negara-negara mentransfer risiko bencana iklim ekstrem ke pasar asuransi dan pasar modal.
Sementara itu, melalui IDB Invest, bank ini juga menjalankan Business Resilience Program yang memperkenalkan klausul utang baru dalam kontrak dengan perusahaan swasta, guna memperkuat ketahanan bisnis terhadap risiko iklim.
“Setiap inisiatif ini penting secara tersendiri. Namun jika digabungkan, inisiatif-inisiatif ini menunjukkan bagaimana bank pembangunan benar-benar dapat menggeser stigma dengan merancang ulang risiko agar lebih dapat diterima oleh investor,” kata Goldfajn.