Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sederet Langkah KLH Atasi Krisis Pengolahan Sampah

Indonesia memproduksi sampah dalam jumlah yang sangat besar, yakni sekitar 56,33 juta ton per tahun dengan hanya sekitar 39% yang berhasil dikelola
Ilustrasi pengelolaan sampah di tempat pengelolaan akhir (TPA)./ Bisnis - Puspa Larasati
Ilustrasi pengelolaan sampah di tempat pengelolaan akhir (TPA)./ Bisnis - Puspa Larasati

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah berkomitmen dalam mengatasi persoalan sampah di Indonesia. 

Wakil Menteri Lingkungan Hidup/Wakil Kepala Badan Pengendalian Lingkungan (KLH/BPLH) Diaz Hendopriyono mengatakan Indonesia memproduksi sekitar 56,63 juta ton sampah per tahun, namun hanya 22,09 juta ton yang tercatat dikelola. Kajian internal memperkirakan angka riil pengelolaan sampah hanya 9% hingga 10%, meninggalkan lebih dari 34 juta ton sampah yang mencemari lingkungan. 

Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) seperti Bantar Gebang dan Sari Mukti berkontribusi signifikan terhadap emisi metana gas rumah kaca yang 34 kali lebih
kuat dari karbon dioksida. Mikroplastik kini ditemukan di air sungai, air minum, hingga di plasenta ibu hamil dan air susu ibu.

“Sampah telah menyusup ke seluruh sendi kehidupan kita. Sampah yang tidak terkelola memperparah tiga krisis planet perubahan iklim, kehilangan
keanekaragaman hayati, dan polusi. Ini bukan sekadar isu lingkungan ini soal keberlangsungan hidup,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (25/6/2025). 

Dalam Hari Lingkungan Hidup 2025, terdapat sejumlah inovasi mengatasi persoalan sampah. Hal itu mulai dari teknologi lokal seperti mesin pemilah sampah otomatis, skema insentif deposit return scheme, hingga incinerator bebas asap yang memenuhi baku mutu emisi. Inisiatif seperti Waste4Change, Rekosistem, Dodika, dan AutoThermix menunjukkan bahwa solusi sudah tersedia yang dibutuhkan adalah kemitraan dan komitmen kolektif.

“Kami terus perkuat kebijakan. Target pengelolaan sampah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ditingkatkan menjadi 51,21% pada 2025 dan 100% pada 2029. Kebijakan Waste-to-Energy, Adipura, dan Proper direvisi agar lebih ketat, terukur, dan bersifat wajib,” katanya. 

Kota yang masih melakukan pembuangan sampah terbuka (open dumping) kini akan dikategorikan sebagai Kota Kotor. Program Adipura kini menjadi kewajiban, bukan sekadar penghargaan, dengan pengelolaan sampah sebagai indikator utama.

“Tidak ada kata terlambat untuk berubah. Kementerian hadir bukan hanya sebagai regulator, tetapi sebagai mitra gerakan perubahan bersama rakyat dan dunia usaha,” ucap Diaz. 

Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLH Rasio Ridho Sani menuturkan pihaknya megundung engundang dunia usaha Korea untuk bergabung untuk melawan perubahan iklim dan membantu Indonesia mengatasi tantangan dalam pengelolaan sampah.

“Kami percaya bahwa Korea memiliki banyak pengalaman dalam menangani pencemaran udara, pengelolaan sampah, serta dalam perjuangan melawan perubahan iklim,” tuturnya dilansir Antara. 

Saat ini, Indonesia memproduksi sampah dalam jumlah yang sangat besar, yakni sekitar 56,33 juta ton per tahun dengan hanya sekitar 39% yang berhasil dikelola. Sisanya, berpotensi mencemari lingkungan secara ilegal atau masih diolah di tempat pemrosesan akhir melalui sistem open dumping.

Padahal, sampah bisa dikelola menjadi sumber energi melalui pembangkit listrik atau bisnis RDF (Refuse-Derived Fuel) yang mengubah limbah padat menjadi bahan bakar alternatif.

“Banyak perusahaan-perusahaan Korea yang masuk dalam bisnis pengelolaan limbah, ada. Pengelolaan lingkungan juga banyak, tapi menurut saya opportunity semakin luas. Bisa skema G2G (government to government), bisa B2B (business to business), gabungan atau juga bisa public-private partnership,” ucapnya.

Menurutnya, saat ini ada begitu banyak perusahaan yang tengah bergerak menuju industri hijau. Bisnis yang menerapkan praktik lingkungan yang baik, disebutnya, akan mendapatkan sejumlah manfaat, seperti membangun reputasi yang baik, meminimalkan konflik sosial, serta penghematan biaya jangka panjang.

Pemerintah Indonesia pun juga telah mengembangkan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER), sebuah sistem untuk menilai dan mengawasi kinerja lingkungan perusahaan yang bertujuan untuk mendorong perusahaan menerapkan praktik pengelolaan lingkungan yang lebih baik.

“Ini memberikan manfaat besar bagi perusahaan Korea untuk menjadi perusahaan yang baik dan memiliki reputasi tinggi dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Instrumen insentif dan disinsentif ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan perusahaan serta mendorong inovasi sosial dan ekologis,” terangnya. 

Selain itu, KLH juga tengah melakukan berbagai upaya untuk membuat proses perizinan lingkungan menjadi lebih efisien. Salah satunya melalui sistem layanan berbasis digital untuk Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), AMDAL-Net.

“Saya yakin bahwa kolaborasi yang baik antara pemerintah, dunia usaha, masyarakat, universitas, dan berbagai organisasi komunitas lainnya dapat menjadi landasan dan kekuatan utama untuk memperbaiki kualitas lingkungan, demi mewujudkan hak setiap orang atas lingkungan hidup yang baik dan sehat,” ujarnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper