Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) memperingatkan bahaya menggunakan sampah plastik sebagai bahan pembakaran terhadap kesehatan lingkungan dan manusia seperti yang digunakan pelaku industri tahu di Sidoarjo, Jawa Timur.
Direktur Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara Kementerian Lingkungan Hidup Nixon Pakpahan mengatakan pembakaran plastik dalam suhu rendah dan tanpa sistem kontrol emisi memadai menghasilkan senyawa berbahaya seperti dioksin dan furan, yang tergolong dalam kelompok Persistent Organic Pollutants (POPs). Senyawa itu bersifat sangat toksik, karsinogenik, dan dapat terakumulasi dalam rantai makanan maupun lingkungan hidup dalam jangka panjang.
"Ini adalah masalah serius yang harus kita perhatikan bersama. Pencemaran ini tidak hanya mencemari lingkungan sekitar pabrik, tetapi menyebabkan pencemaran yang lebih luas sehingga kesehatan masyarakat bisa terganggu," ujarnya dilansir Antara, Selasa (17/6/2025).
Peringatan itu diberikan setelah KLH/BPLH kepada para pelaku industri tahu di Desa Tropodo, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo, karena menggunakan sampah plastik sebagai bahan bakar dalam proses produksi tahu.
Aktivitas tersebut terbukti menimbulkan pencemaran lingkungan secara signifikan baik terhadap udara, air, maupun tanah, serta membahayakan kesehatan masyarakat di sekitarnya.
Desa Tropodo merupakan sentra produksi tahu yang telah beroperasi sejak 1940-an dan saat ini menjadi lokasi bagi sekitar 44 unit Industri Kecil dan Menengah (IKM). Namun, mayoritas pelaku usaha masih menggunakan sampah plastik sebagai sumber energi, karena dinilai lebih murah dan mudah didapat tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan dan kesehatan yang ditimbulkan.
Baca Juga
Berdasarkan kajian lingkungan yang dilakukan KLH Kabupaten Sidoarjo ditemukan udara ambien dalam radius 100 meter, 300 meter, dan 500 meter, dari lokasi pembakaran menunjukkan kategori tidak sehat menurut Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU).
Emisi cerobong dari sejumlah lokasi mencatat kadar Total Partikulat, Karbonmonoksida (CO), dan Hidrogen Fluorida (HF) yang melampaui baku mutu, terutama di kawasan Dusun Areng-Areng.
Hasil uji sampel dalam air permukaan ditemukan kandungan fecal coliform sebesar 3.500.000 dan total coliform 5.400.000, yang jauh melebihi ambang batas yang diperbolehkan.
Bahkan, sampel tanah di Dusun Klagen mencatat kandungan dioksin/furan hingga 4.030 pg/g. Zat berbahaya serupa juga ditemukan dalam telur ayam dan cacing tanah, menandakan telah terjadinya proses bioakumulasi.