Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengingatkan pencegahan kebakaran lahan bukan hanya menjadi urusan pemerintah tapi juga dunia usaha, terutama yang mengelola lahan dalam skala besar.
Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofqi mengatakan kebakaran lahan bukan hanya urusan pemerintah. Menurutnya, dunia usaha terutama yang mengelola lahan dalam skala besar, memiliki tanggung jawab yang sama dalam menjaga keselamatan lingkungan dan masyarakat.
Dia menilai pentingnya aksi bersama dalam menghadapi risiko kebakaran lahan yang terus mengancam wilayah-wilayah rawan di Indonesia, terutama menjelang musim kemarau.
"Secara nasional dalam periode 1 Januari hingga 22 Mei 2025, tercatat sebanyak 179 kejadian kebakaran lahan di sejumlah provinsi. Antara lain Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur," ujarnya dalam keterangan resmi dikutip Senin (26/5/2025).
Meskipun jumlah itu mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, angka tersebut tetap menjadi peringatan bagi semua pihak agar tidak lengah dalam menghadapi musim kemarau mendatang.
Dia berharap peran aktif 146 perusahaan anggota Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) dan 317 perusahaan lainnya di wilayah Sumatera bagian selatan dapat memperkuat pencegahan kebakaran lahan, guna mendukung target nol kejadian kebakaran lahan secara nasional.
Baca Juga
"Perlu adanya dukungan kepada instansi, lembaga, dan masyarakat untuk upaya strategis berskala besar, seperti patroli bersama, operasi modifikasi cuaca, hingga pemadaman apabila kondisi darurat terjadi," katanya.
Adapun Hanif juga meminta 400 perusahaan di Sumatera bagian Selatan untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) 2025. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup, dari total 400 perusahaan sawit di wilayah Sumatera bagian Selatan (Sumbagsel), sebanyak 277 berada di Provinsi Sumsel.
"Seluruh perusahaan ini diwajibkan memiliki kesiapan personel, peralatan, dan pendanaan khusus untuk menghadapi karhutla," ucapnya.
Jika dalam dua minggu para perusahaan tidak melaporkan kesiapan penanganan karhutla, baik dari sisi SDM, peralatan, maupun pendanaan, maka akan menerapkan sanksi administratif paksaan pemerintah sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009.
Menurutnya, Indonesia saat ini menjadi negara dengan peringkat kedua dalam kontribusi kabut asap global, yang sebagian besar disebabkan oleh karhutla. Hal ini berpengaruh besar terhadap emisi gas rumah kaca dan kredibilitas Indonesia dalam komitmen penurunan emisi global.
"Jangan sampai negara dirugikan karena kelalaian para pemegang izin. Jika perlu, kami ajukan sanksi pidana satu tahun penjara bagi yang tidak patuh," katanya.
KLHK telah mengirimkan surat kepada para pemegang izin konsesi di wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel), termasuk Sumsel, untuk melaporkan kesiapan penanggulangan karhutla. Evaluasi lapangan juga akan dilakukan dengan dukungan dari pemerintah provinsi dan kabupaten.
Pemerintah tidak akan ragu menjatuhkan sanksi administratif hingga pidana bagi yang tidak memenuhi kewajiban. Ini bukan ancaman, tapi bentuk keseriusan negara dalam menjaga lingkungan.
Adapun kerugian lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di seluruh Indonesia sejak 2020 mencapai Rp18 triliun. Pemerintah telah mengajukan tagihan atas kerugian lingkungan akibat karhutla kepada beberapa perusahaan pemegang lahan konsesi sejak 2019 hingga 2023.
Berdasarkan putusan berkekuatan hukum tetap (inkrah), akumulasi nilai kerugian lingkungan dampak dari karhutla yang disebabkan oleh perusahaan-perusahaan pemegang konsesi itu mencapai Rp18 triliun.