Bisnis.com, JAKARTA – Energi nuklir kembali menjadi perbincangan saat lawatan Presiden Prabowo Subianto ke Prancis, 13 - 15 Juli 2025.
Utusan Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo mengungkapkan pemerintah berpeluang untuk menggandeng Prancis dalam mengembangkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia.
Hashim menuturkan, banyak perusahaan dari Eropa, khususnya Prancis, yang berminat untuk berinvestasi dalam pengembangan pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan (EBT), terutama tenaga air atau PLTA di Indonesia.
Namun, tak menutup kemungkinan pemerintah akan menawarkan peluang investasi PLTN kepada perusahaan-perusahaan Prancis. Apalagi, kata Hashim, Prancis cukup maju dalam pengembangan teknologi PLTN.
"Industri nuklir Prancis sangat kuat, sekitar 80% listrik di Prancis itu hasil dari tenaga nuklir. Mungkin perusahaan Prancis juga mau berpartisipasi dengan program nuklir kita," ujar Hashim di Paris, Prancis, Selasa (15/7/2025).
Melansir data Nuclear World Association, Prancis memperoleh 68% listriknya dari energi nuklir, berkat kebijakan jangka panjang yang berbasis pada ketahanan energi per 2024.
Baca Juga
Selain itu, melansir Ember, 94% listrik Prancis dihasilkan dari sumber rendah karbon pada 2024. Capaian Prancis berada di atas rata-rata global sebesar 41%. Tidak hanya nuklir, sumber listrik bersih terbesar juga ditopang energi angin dan suryanya (12%).
Prancis menargetkan 35% listrik terbarukan pada 2030, yang lebih rendah dari pangsa global 60% listrik terbarukan yang ditetapkan dalam skenario Nol Emisi Bersih International Energy Agency.
Melihat eksistensi PLTN di dunia, Hashim pun mengklaim bahwa pada dasarnya teknologi nuklir merupakan teknologi pembangkit paling aman di dunia.
Adik Presiden Prabowo Subianto ini mencontohkan, dalam 40-50 tahun, tercatat hanya ada tiga insiden terkait pembangkit nuklir, yakni di Chernobyl, Ukraina; Three Mile Island, Amerika Serikat; dan Fukushima, Jepang.
Menurutnya, ketiga insiden tersebut lebih disebabkan adanya kesalahan manusia atau human error. Untuk itu, dalam pengembangan pembangkit nuklir nantinya Indonesia akan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk meminimalisir human error.
"Salah satu hal yang bisa dipakai adalah AI. Tenaga nuklir nanti akan dikendalikan dengan komputer dan sebagainya. Supaya tidak ada human error lagi. Nanti tenaga manusia hanya pelengkap saja," tutur Hashim.
Terpisah, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pengembangan PLTN di Tanah Air membutuhkan wadah pengembangan bersama dari negara berpengalaman. Sebut saja seperti Uni Eropa, Amerika Serikat hingga Rusia.
“Prancis salah satu negara yang kuat di bidang ini,” ujarnya.
Mengenai Small Modular Reactor (SMR), Indonesia telah melakukan pembahasan dengan Amerika Serikat. Airlangga menjelaskan, sejauh ini Indonesia sudah melakukan MoU dengan Jepang dan AS untuk mengembangkan small modular reactor berkapasitas 80 Megawatt (MW).
“Ya tentu Indonesia mulainya bertahap. Kita perlu learning court, jadi kita belajar dulu,” jelasnya.
Menurutnya, arah angin pengembangan PLTN di Asean juga semakin terasa. Hal itu, dibuktikan dengan pembahasan antara Menteri Luar Negeri Asean dengan Menteri Luar Negeri AS yang menyebut bahwa negara-negara di kawasan sudah berlomba-lomba menuju pembangkit nuklir.
“Kalau di Asia, sekarang yang mengembangkan sudah ada Korea Selatan, Jepang, China dan lainnya. Dari segi harga lebih murah,” lanjut Airlangga.
Hanya saja, penjajakan awal dengan Prancis mengenai potensi investasi PLTN di Indonesia belum masuk tahap teknis.
Adapun, pemerintah telah merencanakan pengembangan PLTN dengan kapasitas 500 megawatt (MW) pada tahap awal, yang nantinya akan ditingkatkan menjadi 10 gigawatt (GW).
Rencana pembangunan PLTN 500 MW telah tercantum dalam Rencana Usaha Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2025-2035. Pasokan listrik dari pembangkit nuklir ditargetkan masuk ke dalam jaringan PLN pada 2032-2033.
Pengembangan PLTN terlebih dulu akan difokuskan di wilayah Indonesia bagian barat yang membutuhkan pasokan listrik lebih besar. Berdasarkan RUPTL PLN 2025-2035, lokasi pembangunan PLTN direncanakan berada di Sumatra dengan kapasitas 250 MW dan Kalimantan sebesar 250 MW.
Pembangkit Terapung
Ke depan, kata Hashim, pembangkit nuklir juga berpotensi dikembangkan di wilayah Indonesia bagian timur dengan skema terapung.
"Nanti di Indonesia bagian timur juga diperlukan. Nanti lebih banyak yang namanya small modular reactors dan kemungkinan besar nanti akan terapung. Tenaga nuklir terapung, di atas kapal, untuk Indonesia bagian timur," kata Hashim.
Di sisi lain, peluang pengembangan PLTN di Tanah Air juga diharapkan dapat mengejar pertumbuhan ekonomi tinggi tanpa mengorbankan lingkungan.
Kepala Pusat Riset Teknologi Reaktor Nuklir (PRTRN) BRIN, Topan Setiadipura menjelaskan bahwa saat ini ada lebih dari 400 pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yang beroperasi di dunia, dan 61 lainnya sedang dibangun.
Adapun beberapa negara berkembang seperti Turki, Mesir, dan Bangladesh sudah mulai menggunakan teknologi PLTN dari Rusia untuk menunjang pertumbuhan ekonomi mereka.
Dengan kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau, Topan menilai teknologi Reaktor Modular Kecil (SMR) atau bahkan reaktor terapung bisa jadi solusi tepat.
“Bayangkan saja, pembangkit terapung dari Rusia bisa dikirim ke pulau-pulau terpencil. Itu sangat cocok untuk kita,” ujarnya, dalam keterangan tertulis, dikutip dari laman BRIN.