Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengembang Swasta Curhat Sulit Masuk ke Energi Terbarukan

Pengembang swasta mengemukakan tingkat kelayakan ekonomi dalam energi terbarukan menjadi salah satu kendala utama dalam partisipasi swasta
Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kayan Cascade yang berada di Tanjung Selor, Kalimantan Utara.
Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kayan Cascade yang berada di Tanjung Selor, Kalimantan Utara.

Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Bidang Komunikasi dan Hubungan Eksternal Indonesia Hydropower Association M. Assegaf mengemukakan bahwa pihak swasta sulit masuk ke bisnis energi baru terbarukan (EBT) karena kurang menguntungkan.

Assegaf menjelaskan pengembang swasta hanya perlu kepastian hukum untuk ikut serta dalam pengembangan sektor tertentu, tak terkecuali sektor energi terbarukan. Kepastian hukum ini diperlukan di tengah modal besar yang harus dikeluarkan perusahaan di energi terbarukan, sementara tingkat pengembalian atau return memerlukan waktu yang relatif panjang.

"Ada mismatch [ketidakcocokan] terkait masalah kelayakan ekonomi. Oleh karena itu, peran pemerintah, regulator, menjadi sangat penting," ujar Assegaf di sela-sela acara Indonesia-Switzerland Hydropower Conference 2025 di Kantor Pusat PLN, Jakarta Selatan, Selasa (15/4/2025).

Dia menjelaskan ada tiga dilema utama dalam pengembangan energi baru terbarukan di pengembang swasta, yaitu keamanan, keberlanjutan, dan keterjangkauan (security, sustainability, dan affordability).

Menurutnya, dilema keterjangkauan merupakan aspek paling krusial bagi pihak swasta. Hal ini mencakup tingkat kelayakan ekonomi bagi bisnis swasta.

"Berbagai asosiasi meng-endorse kepada regulator untuk memberikan regulasi yang kira-kira favorable [menguntungkan] untuk semua pihak, termasuk pengembang-pengembang swasta dapat diberi kesempatan untuk kelayakan ekonomi dalam investasinya," jelas Assegaf.

Sementara itu, Direktur Manajemen Risiko PLN Suroso Isnandar mengakui bahwa pemerintah memerlukan bantuan dari pihak swasta untuk mengembangkan energi terbarukan di Indonesia, misalnya dalam pembangunan infrastruktur pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Potensi energi tersebut diperkirakan mencapai 13 gigawatt (GW) di Kalimantan, 7 GW di Sumatra dan 5 GW di Sulawesi.

Berdasarkan draf Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, Suroso juga menyatakan PLN berencana menambah kepasitas pembangkit listrik dari energi terbarukan sekitar 41,9 GW, yang 11,7 GW di antaranya merupakan energi bertenaga air.

"Tentu saja itu kami kembangkan dengan membuka pintu kolaborasi seluas-luasnya baik dari dalam negeri maupun luar negeri," kata Suroso pada kesempatan yang sama.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper