Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia tengah menyiapkan Sistem Informasi Geospasial untuk mendukung target-target pembangunan, termasuk penyediaan data yang kredibel untuk harga karbon dan perdagangannya.
Head of UNEP Climate Mitigation Unit Gabriel Labbate mengemukakan bahwa data yang akurat adalah pondasi bagi efektivitas pengelolaan hutan, perdagangan karbon, dan konservasi.
“Data yang baik akan meningkatkan kredibilitas dari aksi iklim sektor kehutanan yang dilakukan,” kata Gabriel pada sesi diskusi panel bertajuk Advancing Geospatial Information for Enhancing Climate Action Strategies to Achieve Net Zero Emission di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP29 UNFCCC di Baku, Azerbaijan, Kamis (14/11/2024).
Dia mengatakan saat ini harga karbon hutan jatuh ke tingkat yang rendah. Salah satu penyebabnya adalah akuntabilitas data hutan yang rendah sehingga kredibilitasnya berkurang.
“Padahal, hutan adalah sumber daya yang paling rentan dan membutuhkan dukungan pendanaan dalam aksi iklim,” katanya.
Gabriel mengingatkan tentang pentingnya penggunaan teknologi untuk meningkatkan kredibilitas data hutan, termasuk penggunaan Artificial Intelligence (AI).
Baca Juga
Sementara itu, Plt Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Herban Heryandana mengatakan sistem informasi geospasial yang kuat sangat penting untuk menjawab tantangan pembangunan.
“Misalnya green and blue economy seperti Asta Cita Presiden Prabowo," katanya saat memberi pidato kunci.
Herban melanjutkan sistem informasi geospasial juga diperlukan untuk mencapai target pengurangan emisi karbon dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan (Forestry and Other Land Use/FOLU). Indonesia mencanangkan FOLU Net Sink pada 2030.
“Kita perlu membangun sistem pemantauan dan pelaporan yang kuat untuk FOLU Net Sink dengan mengintegrasikan berbagai data informasi geospasial seperti citra satelit resolusi tinggi, data tutupan hutan, dan data deforestasi dan degradasi lahan," katanya.
Terkait hal itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah membangun Sistem Informasi Geospasial KLHK. Ini merupakan sistem penyelenggaraan informasi geospasial tematik, sekaligus sumber data untuk informasi kehutanan.
SIGAP mengelola 102 informasi geospasial tematik yang diperoleh dari berbagai sumber, dan dilengkapi perangkat keamanan dan kerahasiaan data. Selain itu, SIGAP merupakan open source yang aksesnya terbuka untuk masyarakat.
Sementara itu Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Muh Aris Marfai yang juga menyampaikan pidato kunci pada diskusi tersebut mengatakan pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menyediakan data informasi geospasial untuk mendukung perencanaan dan pembangunan, termasuk dalam aksi iklim.
“Untuk akurasi, Pemerintah sedang menyiapkan data informasi geospasial dasar pada peta dengan skala 1:5.000,” katanya.
Peta itu nantinya akan menjadi peta dasar dalam kebijakan Satu Peta. Implementasi kebijakan ini sangat penting dalam pengambilan kebijakan lintas sektor. Percepatan implementasi kebijakan Satu Peta Data menjadi mandat dari Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2021.
"Dengan satu peta, maka kebijakan untuk banyak kepentingan dapat diputuskan dengan tepat," katanya.
Muh Aris Marfai juga menambahkan bahwa kebijakan satu peta perlu didukung dan dilanjutkan dengan melibatkan peta-peta tematik lain dari kementerian dan lembaga, termasuk yg terkait mitigasi perubahan iklim, kebencanaan, dan program swasembada pangan.