Bisnis.com, JAKARTA - Porsi dana kelolaan reksa dana terkait dengan keberlanjutan atau yang berbasis environmental, social, governance (ESG) saat ini memang masih rendah. Namun, PT BNP Paribas Asset Management melirik peluang pertumbuhan pesat reksa dana ESG itu pada masa mendatang.
Presiden Direktur PT BNP Paribas Asset Management Maya Kamdani menilai investasi terkait ESG di Indonesia tergolong masih baru. Alhasil, porsi dana kelolaan reksa dana ESG masih tergolong rendah.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dana kelolaan reksa dana berbasis ESG dan berkelanjutan telah mencapai Rp8,21 triliun per Juni 2024, terdiri atas 34 produk dari 19 manajer investasi (MI). Nilai dana kelolaan reksa dana berbasis ESG itu masih rendah dibandingkan dana kelolaan reksa dana industri yang mencapai Rp486,45 triliun per Juni 2024.
Adapun, minat masyarakat dalam berinvestasi di produk berbasis ESG juga masih rendah karena adanya kekhawatiran tingkat pengembalian investasi atau return yang rendah. Return investasi di ESG dinilai tidak lebih baik dibandingkan return di produk investasi lainnya.
"Karena mindset, kebanyakan investor masih berpikir masuk di ESG itu khawatirnya nanti malah mengurangi return. Investor pasti akan membandingkan dengan investasi lain yang sejenis yang mungkin tidak menerapkan ESG," ujarnya dalam wawancara eksklusif dengan Bisnis pada Selasa (29/10/2024).
Padahal, menurutnya investasi berbasis ESG seperti di reksa dana merupakan bentuk risk management. Sehingga, investasi di ESG menurutnya akan mendapatkan return yang lebih stabil.
Baca Juga
"Ada beberapa studi yang menunjukkan bahwa reksa dana yang mengusung ESG secara jangka panjang, dalam tiga tahun lebih, kinerjanya itu relatif stabil," ujar Maya.
Ia mengatakan investasi di ESG dilakukan terhadap perusahaan yang benar-benar menjalankan bisnisnya secara berkelanjutan. Tata kelola bisnis pun terjaga.
"Filter [risk management] itu kemudian untuk menghindari investor ke fluktuasi yang mungkin yang sangat volatile jadinya," kata Maya.
Di sisi lain, meski dana kelolaan reksa dana ESG saat ini masih rendah, namun prospek ke depan menurutnya masih menjanjikan. Di Indonesia, pelan-pelan berbagai pihak seperti OJK hingga pemerintah telah menunjukan perhatiannya terhadap aspek keberlanjutan.
Dalam aspek lingkungan, Indonesia telah mengumumkan akan memenuhi nol emisi bersih atau net zero emission maksimal pada 2060. Regulasi dari pemerintah hingga otoritas keuangan yang terkait dengan keberlanjutan pun telah dijalankan. Adapun, kesadaran pelaku usaha di Indonesia dalam menerapkan prinsip ESG pun dinilai kian meningkat.
"Terutama kalau misalnya perusahaan ingin menarik dana ataupun menggaet investor dari luar. Investor dari luar kan sudah lebih teredukasi tentang ESG, jadi menuntut perusahaan di Indonesia memenuhi standar ESG-nya," ujar Maya.
Selain itu, menurutnya nilai dana kelolaan investasi ESG secara global akan terus meningkat dan diproyeksikan mencapai US$50 triliun pada 2025 mendatang.