Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump resmi membatalkan program hibah energi surya senilai US$7 miliar atau sekitar Rp115,22 triliun (asumsi kurs Rp16.460 per dolar AS) yang dikelola Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA).
Program bertajuk Solar for All itu sebelumnya didanai melalui undang-undang iklim andalan mantan Presiden Joe Biden. Namun, Administrator EPA Lee Zeldin pada Kamis (7/8/2025) waktu setempat mengatakan bahwa program tersebut dicabut sebagai bagian dari paket belanja dan pajak besar-besaran Presiden Trump yang disahkan awal musim panas ini.
“EPA mengambil langkah untuk mengakhiri program ini secara permanen,” ujar Zeldin dalam pesan video yang diunggah di akun X (dulu Twitter), dikutip Jumat (8/8/2025).
Zeldin mengemukakan bahwa EPA tidak lagi memiliki kewenangan hukum untuk mengelola program ini ataupun dana yang telah dialokasikan untuk mempertahankan proyek.
The One Big Beautiful Bill eliminated the Greenhouse Gas Reduction Fund, which included a $7 billion pot called “Solar for All”.
— Lee Zeldin (@epaleezeldin) August 7, 2025
In some cases, your tax dollars were diluted through up to FOUR pass-through entities, each taking their own cut off the top!
The bottom line is… pic.twitter.com/TXS8IYhcoh
“Berakhirnya program ini akan menghemat pajak warga AS senilai US$7 miliar,” tulisnya.
Baca Juga
Program ini merupakan bagian dari dana senilai US$27 miliar yang diteken pada era Biden untuk proyek iklim dan memang menjadi target pemangkasan Zeldin.
Sebelumnya, ia juga mengumumkan akan menarik kembali dana dengan nilai sekitar US$20 miliar yang telah disalurkan kepada lembaga nirlaba, organisasi pembangunan masyarakat, serikat kredit, dan badan perumahan.
Belum lama ini, Trump mengeluarkan perintah eksekutif untuk mengakhiri subsidi pada proyek energi terbarukan berbasis angin dan surya. Perintah eksekutif tersebut memerintahkan Departemen Keuangan AS untuk mengimplementasikan penghapusan insentif pajak terhadap proyek-proyek energi angin dan surya.
Selain itu, Departemen Dalam Negeri juga diminta untuk meninjau dan merevisi kebijakan yang selama ini memberi preferensi terhadap energi terbarukan dibandingkan sumber energi lainnya.