Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Afrika Paling Rentan Hadapi Krisis Iklim, Pendanaan Masih Seret

Climate Finance Vulnerability Index mengungkap kerentanan negara-negara di Afrika dalam menghadapi dampak krisis iklim
Negara-negara Afrika mendominasi kawasan dengan risiko iklim terbesar
Negara-negara Afrika mendominasi kawasan dengan risiko iklim terbesar

Bisnis.com, JAKARTA — Benua Afrika mendominasi daftar negara dengan risiko krisis iklim tertinggi berdasarkan penilaian indeks risiko iklim baru.

Climate Finance Vulnerability Index atau Indeks Kerentanan Pendanaan Iklim menggabungkan faktor-faktor yang mengukur tingkat paparan suatu negara terhadap bahaya krisis iklim dengan indikator ketahanan finansialnya, termasuk akses terhadap pinjaman dan tingkat utang.

Indeks ini dirancang agar para pemberi dana dapat mengarahkan hibah dan pinjaman berbunga rendah ke negara-negara yang paling terpapar risiko iklim, tetapi memiliki kemampuan terbatas untuk mengakses pendanaan melalui cara lain.

Indeks ini mencakup 188 negara dan memungkinkan pengguna menyaring data untuk tahun 2050 atau 2080, serta memilih skenario “optimistis” atau “pesimistis”.

Dalam indeks tersebut, Norwegia tercatat sebagai negara paling tidak rentan, sementara Guinea-Bissau paling rentan.

Analisis juga menunjukkan bahwa sebagian besar negara yang tergolong sangat rentan berada di Afrika. Lebih dari 2 miliar orang tinggal di negara-negara berstatus “zona merah” yang menghadapi risiko bencana iklim tinggi serta akses keuangan yang sangat terbatas.

Mengutip Bloomberg, Afrika mengalami pemanasan yang lebih cepat dari rata-rata global, meskipun hanya menyumbang kurang dari 4% emisi gas rumah kaca dunia. Kekeringan, gelombang panas, dan banjir telah melanda banyak komunitas di benua tersebut, sementara infrastruktur yang buruk memperburuk kemampuan mereka untuk menghadapi dampaknya.

Kondisi ini menyebabkan ketergantungan tinggi pada lembaga pemberi pinjaman multilateral yang menyediakan campuran antara hibah dan pinjaman lunak untuk membantu negara-negara menghadapi dampak perubahan iklim. Namun, distribusi dana ini masih jauh dari merata.

“Negara-negara yang paling membutuhkan pendanaan untuk adaptasi justru belum tentu menjadi penerima bantuan terbesar,” ujar Gautam Jain, peneliti senior di Center on Global Energy Policy, Universitas Columbia, sekaligus salah satu penggagas indeks ini.

Negara seperti India, katanya, meskipun sangat rentan terhadap bahaya iklim seperti banjir dan suhu tinggi, dapat dikategorikan lebih tangguh karena memiliki infrastruktur dan kapasitas respons yang relatif lebih baik.

Indeks ini dikembangkan oleh Universitas Columbia dengan pendanaan dari Rockefeller Foundation. Climate Finance Vulnerability Index dinilai sangat relevan karena pendanaan adaptasi iklim masih sangat terbatas, isu ini diperkirakan akan menjadi fokus utama dalam konferensi iklim PBB COP30 pada November di Brasil.

“Setiap negara memerlukan lebih banyak dukungan untuk adaptasi iklim,” ujar Jeffrey Schlegelmilch, pemimpin pengembangan indeks ini dan kepala National Center for Disaster Preparedness di Columbia Climate School. “Namun ini adalah pemeringkatan relatif.”

Meski begitu, negara-negara paling rentan kemungkinan besar akan menjadi makin rentan akibat pemotongan bantuan luar negeri. Baik Amerika Serikat maupun Inggris telah mengumumkan pengurangan anggaran bantuan mereka dalam beberapa bulan terakhir.

Akibatnya, dukungan yang tersedia untuk menutup kesenjangan pendanaan yang sudah besar pun makin terbatas. Biaya tahunan rata-rata untuk adaptasi di negara-negara berkembang diperkirakan mencapai US$215 miliar hingga US$387 miliar, sementara pendanaan adaptasi dari sumber publik hanya mencapai US$27,5 miliar pada 2022.

“Jumlah dana yang mengalir sangat kecil. Paling tidak, mari kita arahkan aliran dana tersebut ke tempat yang bisa memberikan dampak paling besar,” kata Jain.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Bloomberg
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper