Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah organisasi lingkungan menyerukan kepada Pemerintah Indonesia untuk menunjukkan kepemimpinan iklim dalam dokumen iklim Second Nationally Determined Contribution (NDC). Seruan ini disampaikan merespons pernyataan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni yang menilai target dalam NDC saat ini ambisius.
"Justru saat inilah dunia memerlukan negara-negara yang berani memimpin dengan ambisi tinggi. Komitmen besar yang didukung kebijakan konkret jauh lebih dihargai daripada kehati-hatian yang akhirnya memundurkan langkah kolektif global," ujar Direktur Eksekutif Madani Berkelanjutan Nadia Hadad di Jakarta, Kamis (19/6/2025), dikutip dari Antara.
"Yang paling mencoreng wajah diplomasi Indonesia adalah jika kita menurunkan ambisi pada saat dunia sedang memperkuatnya," tambah Nadia Hadad.
Pernyataan itu merespons Menhut Raja Juli Antoni yang mendorong agar Second NDC yang kini masih dalam proses penyelesaian untuk disusun secara realistis, inklusif, dan dapat dieksekusi. Ia juga menyatakan bahwa target yang terlalu ambisius dapat merusak wajah diplomasi Indonesia jika pada akhirnya tidak tercapai.
Nadia Hadad menyebut Second NDC adalah versi terbaru dari kontribusi iklim nasional (NDC) yang wajib diperbarui setiap lima tahun sesuai amanat Perjanjian Paris. Tahun 2025 menjadi tonggak penting ketika negara harus mengajukan NDC baru sejalan dengan target membatasi suhu global di bawah 1,5 derajat Celsius.
Tanpa peningkatan besar-besaran dalam Second NDC tahun ini, menurutnya, dunia justru melaju menuju bencana.
Dalam pernyataan serupa, Aliansi Rakyat untuk Keadilan Iklim (ARUKI) meminta agar penyusunan dokumen iklim nasional, sesuai dengan pernyataan Menhut, dapat dilakukan dengan terbuka dan melibatkan kelompok rentan seperti perempuan, masyarakat adat, petani kecil, nelayan, dan lain sebagainya.
Raynaldo G. Sembiring selaku Direktur Eksekutif ICEL yang tergabung dalam ARUKI menyebut komitmen iklim harus didukung dengan kebijakan politik dan penegakan hukum agar hutan tetap menjadi penyangga kehidupan dan benteng menghadapi krisis iklim.
Menurutnya, komitmen Indonesia dalam Second NDC seharusnya tidak lebih lemah dari Enhanced NDC yang berlaku saat ini. Krisis iklim sudah terjadi, di mana target 1,5 derajat Celsius secara global juga diprediksi akan terlewati.
Target penyerapan emisi bersih sektor kehutanan dan penggunaan lahan lain atau FOLU Net Sink 2030 milik Indonesia, kata dia, sebaiknya tidak dikurangi, tetapi harus lebih ambisius karena merupakan wajah diplomasi Indonesia.
"Tidak hanya itu, Second NDC juga seharusnya dapat merefleksikan komitmen peningkatan kapasitas energi terbarukan global hingga tiga kali lipat pada 2030," kata Raynaldo.