Bisnis.com, JAKARTA — Dalam beberapa pekan terakhir, langit di Jabodetabek tak lagi biru dan sehat.
Berdasarkan pengamatan terkini, kualitas udara Jabodetabek menunjukkan kondisi yang tidak sehat untuk kelompok sensitif. Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta tercatat mencapai nilai 113 pada tanggal 16 Juni 2025.
Kemudian, di Bekasi indeks AQI mencapai nilai 155 Lalu, indeks AQI di Bogor mencapai nilai 149 dan Depok mencapai 170. Untuk kawasan kota Tangerang indeks AQI mencapai nilai 116 dan indeks AQI Tangerang Selatan mencapai 184.
Konsentrasi PM 2.5 di Jabodetabek mencapai 9,5 kali hingga 20,6 kali nilai panduan PM 2.5 tahunan WHO. Indeks kualitas udara di Jabodetabek ini termasuk dalam kategori tidak sehat untuk kelompok sensitif yang berarti ada dampak kesehatan bagi individu yang memiliki masalah pernapasan atau sensitivitas terhadap polusi udara.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan dalam beberapa pekan terakhir, kualitas udara di Jabodetabek dalam kondisi tidak sehat dan semakin menurun. Menurutnya, harus ada tindakan untuk memperbaiki kualitas udara Jakartadan sekitarnya.
"Kualitas udara Jakarta paling buruk nomor 2 di dunia. Jadi perlu melakukan langkah-langkah antisipasi," ujarnya, Senin (16/6/2025).
Baca Juga
Dia menuturkan sebesar 35% hingga 57% pemicu udara buruk di Jakarta dan sekitarnya disebabkan kadar sulfur tinggi dari hasil pembakaran BBM pada kendaraan yang beroperasi di jalanan. Selain itu, buruknya kualitas udara dipicu pembakaran sampah hingga kegiatan konstruksi.
"Jadi setelah kami teliti dari semua kajian yang sampai kepada menteri, maka kontribusi memburuknya udara Jakarta ini 35%-57% disumbang dari BBM. Kemudian pembakaran sampah ataupun illegal burning yang berkontribusi sampai 14%. kemudian baru kegiatan konstruksi yang sekitar 13% dan cerobong industri," katanya.
Adapun BBM di Jabodetabek secara keseluruhan dipasok dari Kilang Balongan Indramayu. Dia meminta pemasok BBM mengambil langkah untuk membuat BBM rendah sulfur dan ramah lingkungan yang dipasok ke Jabodetabek.
"BBM masih tinggi sulfurnya. Sulfur yang diharapkan dari standar internasional paling tidak di 50 ppm, jadi ini yang belum dicapai," ucapnya.
Kementerian Lingkungan Hidup juga sudah mengambil langkah penindakan terhadap sumber yang menyebabkan polusi udara di Jakarta dan sekitarnya. Selain itu, juga terus melakukan upaya kerja mitigasi berupa pencegahan dan penanganan pencemaran udara di Jabodetabek. Pasalnya, kondisi memburuknya kualitas udara Jakarta dan sekitarnya perlu diantisipasi secepatnya sebelum polusi udara lebih buruk. Kualitas udara yang buruk mengganggu kesehatan masyarakat seperti infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
"Kami juga telah menutup sejumlah pabrik di Serang dan Cikarang penyebab udara hitam. Ada 48 kawasan industri di Jabodetabek. Kalau berdasarkan data sampel kami ada 4.000 cerobong di Jabotabek. Jadi 4.000 cerobong. Satu cerobong saja penyakitnya luar biasa dan 4.000 yang hari ini sedang kita tangani bersama demi mengendalikan polusi udara. Kualitas udara cenderung kurang sehat atau memburuk di bulan Juli-Agustus. Ini baru bulan Juni kondisinya sudah seperti ini," tuturnya.
Menurut Hanif, penanganan polusi udara ini dilakukan bersama-sama dan perlu adanya kolaborasi penanganan polusi udara ini agar bisa berhasil dilakukan.
Sekretaris Utama Kementerian Lingkungan Hidup Rosa Vivien Ratnawati menambahkan pihaknya memantau kualitas udara secara berkala serta memastikan seluruh sumber emisi pencemar udara di Jabodetabek diawasi.
Data Stasiun Pemantauan Kualitas Udara Ambien (SPKUA) menunjukan kecenderungan terjadinya nilai Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) berada pada kategori tidak sehat di beberapa wilayah Jabodetabek. Pada periode waktu 01 April - 12 Juni 2025, hasil tidak sehat terjadi pada lokasi Bekasi Kayu Ringin, Bekasi Sukamahi dan Bekasi Bantar Gebang terjadi sebanyak 19 hari, 12 hari dan 20 hari.
Untuk wilayah Jakarta, secara berurutan, yaitu di Kelapa Gading, Marunda, Lubang Buaya, Bundaran HI, GBK, Kebon Jeruk dan Jagakarsa secara berurutan adalah 7, 33, 11, 6, 4, 9 dan 10 hari.
Kemudian, kawasan Tangerang terjadi di Tangerang Curug dan Tangerang Selatan Serpong adalah sejumlah 17 dan 6 hari. Kemudian di Depok Pancoran Mas sejumlah 20 hari. Kawasan berada di wilayah Bogor Tegar Beriman dan Tanah Sereal sejumlah 12 dan 13 hari.
"Kami berkomitmen kuat dalam penanganan masalah pencemaran udara ini. Kami akan melakukan penanganan mulai dari pencegahan hingga penegakan hukum. Menteri LH juga sudah mengirimkan surat ke berbagai pihak untuk berkolaborasi, salah satunya dengan uji emisi berkala nantinya," ujarnya.
Merespon kondisi kualitas udara Jabodetabek tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup telah menerbitkan Surat Edara Nomor: 07 Januari 2025 tanggal 4 Juni 2025 yang menjadi panduan kerja mitigasi oleh semua pihak. Selain itu, juga tengah dilakukan pencegahan dan penanganan pencemaran di Jabodetabek. Hal itu yakni dengan mengidentifikasi sumber pencemar udara di Jabodetabek dimana gas buang emisi kendaraan bermotor, yaitu 32%-41% pada musim hujan dan 42% hingga 57% pada musim kemarau, lalu emisi industri, terutama yang berbahan bakar batubara sebesar 14%
"Emisi pembakaran terbuka ilegal sampah dan pembersihan lahan pertanian yaitu 11% pada musim hujan dan 9% pada musim kemarau. debu konstruksi bangunan, yaitu 13%, dan aerosol sekunder, yaitu 6% hingga 16% pada musim hujan dan 1% hingga 7% pada musim kemarau," katanya.
Adapun KLH telah berkirim surat kepada Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan dan PT Pertamina untuk percepatan realisasi penyediaan bahan bakar rendah sulfur atau setara Euro-4
"Kami juga telah berkirim surat kepada kementerian, pemerintah daerah dan pihak swasta untuk peningkatan penggunaan kendaraan umum dibandingkan kendaraan pribadi dan peningkatan implementasi pengunaan kendaraan listrik hingga 2% pada akhir tahun 2025 ini. Lalu kegiatan penanaman pohon penyerap polutan emisi kendaraan di jalan tol milik PT Jasa Marga," ucap Rosa.
Lalu KLH telah meminta industri untuk menggunakan Continuous Emissions Monitoring System (CEMS) hingga mencapai 80% hingga akhir tahun 2025 dan alat pengendali emisi hingga mencapai 21% hingga akhir tahun 2025.
"Pelaku usaha dan PT Perusahaan Gas Negara untuk melakukan percepatan realisasi penyediaan gas LNG (Liquefied Natural Gas) untuk mencapai 14% konversi bahan bakar batubara atau solar tinggi sulfur," tuturnya.
Selain itu, telah dilakukan inspeksi lapangan terhadap industri pencemar udara dan memberikan sanksi hukum terdahap 13 industri peleburan logam, pembuatan tahum teksttil, dan peleburan limbah B3 serta industri ekstruksi logam bukan besi.
"Kami juga melakukan penghentian operasional atau segeldan proses hukum lingkungan terhadap kegiatan pengelolaan sampah (TPS) yang menimbulkan pencemaran lingkungan, diantaranya di Kota Bekasi dan di Kota Tangerang. Ada 343 TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sampah yang operasionalnya tidak memenuhi kaidah persyaratan peraturan,"
Lalu KLH berkirim surat kepada Kementerian Pekerjaan Umum untuk penyiapan panduan pencegahan debu selama berlangsungnya pekerjaan konstruksi. Perusahaan konstruksi termasuk BUMN Karya di bidang kegiatan konstruksi bangunan untuk menyiapkan dan melaksanakan SOP pencegahan minimalisasi timbulan debu selama kegiatan berlangsung.
"Kami minta kegiatan konstruksi bangunan untuk melakukan penanaman pohon penyerap debu selama kegiatan dan pasca kegiatan pembangunan. Kami juga mengirimkan surat kepada BMKG dan pemerintah daerah untuk kesiapsiagaan pelaksanaan operasi modifikasi cuaca," terangnya.
Rosa mengimbau masyarakat diminta mengurangi aktivitas luar ruangan dan sebisanya untuk berada dan beraktivitas tetap di dalam ruangan. Apabila masyarakat terpaksa harus berkegiatan di luar ruangan, maka selalu menggunakan masker (N95/KN95).
Sementara itu, Pengamat Perkotaan dari Universitas Trisakti Nirwono Yoga berharap pemerintah daerah bisa saling berkoordinasi untuk menambah armada dan membuat trayek baru transportasi umum di sekitar Jakarta menuju ke Jakarta. Selain itu, perlu dilakukan pembatasan mobilitas masayarakat dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.
Dengan adanya integrasi seluruh moda angkutan umum atau transportasi massal baik sistem tiket satu harga dari daerah sekitar Jakarta, hal itu bisa menekan arus kendaraan di jalan Jakarta.
"Perlu perbanyak armada transportasi umum menggunakan listrik. Lalu pemerintah daerah perlu perbanyak ruang terbuka hijau, karena memang sedikit sekali," ujarnya kepada Bisnis.