Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Outflow dari Reksa Dana Berkelanjutan Cetak Rekor Tertinggi di Kuartal I/2025

Morningstar Sustainalytics melaporkan aliran dana keluar atau outflow dari instrumen berkelanjutan mencetak rekor tertinggi selama kuartal I/2025
Investor mengamati layar yang menampilkan pergerakan harga saham di Jakarta, Rabu (Rabu (7/5/2025). Bisnis/Arief Hermawan P
Investor mengamati layar yang menampilkan pergerakan harga saham di Jakarta, Rabu (Rabu (7/5/2025). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Reksa dana terbuka berkelanjutan global dan exchange-traded funds (ETF) mencatatkan rekor arus keluar (outflow) terbesar pada kuartal I/2025, menurut laporan arus dana berkelanjutan global kuartalan dari Morningstar Sustainalytics.

Investor menarik dana dari pasar sekitar US$8,6 miliar pada kuartal pertama. Kondisi ini kontras dengan aliran masuk sebesar US$18,1 miliar pada kuartal sebelumnya.

Pasar Amerika Serikat memperpanjang tren arus keluar kuartalan sehingga menjadi 10 kali berturut-turut.

Kawasan Eropa mencatatkan outflow kuartalan pertama setidaknya sejak 2018, begitu pula Asia yang membukukan net outflow. Sementara itu, Kanada serta Australia/Selandia Baru berhasil menarik arus masuk (inflow) baru pada kuartal pertama 2025.

“Dalam beberapa bulan terakhir, pasar global diterjang badai yang besar, terutama dalam hal investasi berkelanjutan. Lingkungan geopolitik yang makin kompleks, termasuk kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih, serta kebijakan anti-ESG baru, membuat para manajer aset di AS mengambil sikap yang lebih berhati-hati,” kata Hortense Bioy, Kepala Riset Investasi Berkelanjutan Morningstar Sustainalytics dalam siaran pers, dikutip Selasa (13/5/2025).

Di Eropa, agenda regulasi yang terus berkembang dan perubahan lanskap dana berkelanjutan, khususnya di sektor energi bersih, memberi tekanan pada strategi keberlanjutan investor.

Berdasarkan laporan Bloomberg Intelligence belum lama ini, ETF berlabel environmental, social and governance (ESG) di kawasan Asia Pasifik berhasil menarik aliran dana sebesar US$2,6 miliar atau sekitar Rp43 triliun sepanjang kuartal I/2025. Nilai ini naik dua kali lipat dibandingkan dengan tahun lalu.

Performa ini sejalan dengan performa positif dana ESG di China, dibandingkan dengan ETF konvensional yang menorehkan arus keluar imbas dari perang tarif. Bloomberg Intelligence mencatat bahwa para investor China ikut terlibat dalam upaya stabilisasi pasar ETF sepanjang April.

Secara kumulatif, investasi US$2,6 miliar yang masuk ke dana ESG merepresentasikan 30,2% aliran dana masuk ke pasar ETF selama kuartal I/2025 di Asia-Pasifik, kecuali Jepang.

Persentase kontribusi ini naik signifikan dibandingkan kuartal I/2024 yang hanya sebesar 1,5%. Kenaikan pangsa yang signifikan terutama disebabkan oleh besarnya arus keluar investasi dari dana non-ESG, terutama yang berdomisili di China.

Sebagaimana diketahui, pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan sederet tarif baru yang menyasar barang-barang impor asal China pada Maret 2025. Menghadapi situasi ini, investor cenderung mengurangi eksposur mereka terhadap instrumen investasi asal China.

Adapun aliran masuk ke dana yang berbasis di China mencapai US$200 juta yang didorong oleh dana bertema tenaga surya yang besar. Hal ini melawan tren aliran keluar selama empat kuartal berturut-turut.

Harapan untuk industri surya sempat meningkat pada kuartal pertama setelah perusahaan-perusahaan China setuju mengurangi kapasitas berlebih. Namun, optimisme ini memudar dengan munculnya ancaman tarif dari AS serta laporan pendapatan mengecewakan dari perusahaan besar seperti Longi Green.

Di sisi lain, regulasi dana ESG di kawasan Asia-Pasifik, kecuali Jepang, terus mengejar standar Uni Eropa (UE).

“Meskipun perubahan regulasi dapat menghambat peluncuran dan arus masuk dana dalam jangka pendek, kebijakan yang solid akan meningkatkan kepercayaan investor dalam jangka panjang serta meningkatkan penetrasi dana,” tulis Bloomberg Intelligence.

Lingkungan politik di kawasan Asia Pasifik dinilai lebih mendukung aturan dana ESG dibandingkan dengan Amerika Serikat, di mana terdapat perlawanan yang makin kuat seiring dengan kembalinya Trump.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper