Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia berambisi mengalahkan Amerika Serikat di sektor pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) untuk menjadi negara dengan kapasitas PLTP terpasang terbesar di dunia pada 2029.
Adapun Indonesia memiliki sebesar 40% dari kapasitas cadangan panas bumi dunia, sedangkan Amerika Serikat hanya memiliki 25% dari kapasitas cadangan panas bumi dunia.
Indonesia memiliki potensi panas bumi sebesar 23,74 gigawatt (GW) yang tersebar di 368 lokasi. Hingga akhir 2024, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat terdapat 2,68 GW PLTP yang sudah terpasang. Capaian tersebut menduduki peringkat kedua di dunia, dan hanya terpaut selisih 1 GW dari Amerika Serikat yang menduduki peringkat pertama dengan memanfaatkan panas bumi mencapai 3,6 GW.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani mengatakan pada peta jalan pengembangan panas bumi ke depan akan ada penambahan kapasitas sebesar 1,1 GW hingga 2029. Menurutnya, dengan tambahan itu, RI bisa menyalip AS. Terlebih Negeri Paman Sam saat ini lebih berfokus pada pemanfaatan batu bara.
“Dalam 5 tahun ke depan kira-kira akan menambah 1,1 GW, jadi sampai kabinet ini, insyaallah bisa 1,1 GW. Mudah-mudahan Amerika juga enggak nambah-nambah, aman gitu ya, dan kita bisa menjadi the top of the world,” ujarnya dikutip Selasa (15/4/2025).
Target tersebut tercantum dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 yang akan segera diterbitkan. Adapun, dalam RUPTL tersebut, Indonesia akan memiliki tambahan kapasitas pembangkit yang berasal dari panas bumi sebesar 5,2 GW sampai dengan 2034 atau 10 tahun kedepan.
Baca Juga
Menurutnya, Indonesia memiliki potensi panas bumi yang besar yakni 24 GW. Saat ini, pemanfaatan energi yang terkandung di perut bumi tersebut baru sebesar 11%.
Besarnya potensi tersebut dan kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang memutuskan kembali ke batu bara akan membuka peluang Indonesia menjadi negara dengan kapasitas PLTP terpasang terbesar di dunia.
Dia berharap adanya dukungan dari beberapa pihak terkait seperti Kementerian dan Lembaga ataupun asosiasi panas bumi untuk saling memberikan dukungan untuk pembangunan PLTP di Indonesia sehingga bisa mendongkrak instalasi PLTP.
“Nah, ini kita punya potensi yang sangat besar di dunia, dan ini kita harapkan instalnya lebih masif lagi,” kata Eniya.
Angka kapasitas PLTP RI mencapai 2,68 GW mengalami kenaikan sekitar dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir. Kapasitas listrik PLTP tersebut mencakup 18,5% total kapasitas listrik energi baru dan terbarukan (EBT) nasional atau 3% dari total kapasitas listrik di Indonesia.
Adapun dari total kapasitas pembangkit geotermal yang beroperasi, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) mengelola 13 wilayah kerja panas bumi (WKP) dan 1 penugasan dengan total kapasitas terpasang sebesar 1,87 GW.
Besarnya potensi panas bumi Tanah Air telah mendapatkan perhatian internasional, terutama lewat dukungan pembiayaan. Belum lama ini, Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) mengucurkan pembiayaan sebesar US$92,6 juta dolar AS atau sekitar Rp1,51 triliun untuk memajukan energi listrik panas bumi Indonesia melalui perluasan fasilitas panas bumi di Muara Laboh di Sumatra Barat.
Eniya menambahkan Kementerian ESDM ingin menjadikan Flores, Nusa Tenggara Timur, sebagai Pulau Panas Bumi atau Geothermal Island karena terdapat potensi PLTP yang dapat menggantikan diesel.
“Mudah-mudahan, Flores itu Insya Allah kita bisa jadikan Geothermal Island, jadi di situ panas buminya luar biasa,” ucapnya.
Menurutnya, tenaga panas bumi menjadi satu-satunya energi terbarukan yang bisa dimanfaatkan oleh Flores untuk menjadi pengganti diesel.
Pasalnya, Kementerian ESDM sudah mempertimbangkan sumber energi terbarukan lainnya seperti pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) untuk dikembangkan di Flores, namun kawasan tersebut terlampau panas dan tandus, sehingga PLTA sulit untuk dikembangkan di Flores. Pemasangan panel surya membutuhkan lahan yang luas untuk menggantikan konsumsi diesel di Flores.
“Satu-satunya anugerah dari alam (yang bisa dimanfaatkan) itu panas bumi,” tuturnya.
Eniya menilai penting bagi pemerintah untuk menemukan pengganti diesel di Flores, sebab diesel menjadi beban subsidi bagi negara. Dalam satu tahun, untuk di kawasan Flores saja, beban subsidi BBM-nya mencapai Rp1 triliun.
“Itu untuk Flores saja, sekecil itu. Inilah yang mendorong kami untuk bisa menggolkan proyek panas bumi di Flores,” terangnya.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menargetkan proses penyusunan RUPTL 2025-2034 selesai pada April 2025. Dalam menyusun RUPTL, Bahlil menyampaikan pemerintah berupaya untuk menemukan titik tengah antara isu penurunan emisi karbon dengan kemampuan Indonesia.
Pemerintah berupaya untuk mengoptimalkan potensi-potensi sumber daya alam Indonesia, termasuk di dalamnya adalah energi baru dan terbarukan (EBT). Dia menyoroti energi panas bumi yang terdapat di Ambon, Maluku. Adapun Provinsi Maluku memiliki potensi panas bumi sebesar 40 MW yang perlu segera dibangun.
“Itu potensi panas bumi di Ambon sudah kami masukkan dalam rancangan RUPTL 2025-2034,” ujarnya.
Adapun Kementerian ESDM akan segera meresmikan PLTP Ijen, PLTP Sorik Marapi, PLTP Salak Binary, dan Lumut Balai dengan total kapasitas sekitar 241 megawatt (MW).
Ketua Umum Indonesian Geothermal Association (INAGA) atau Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Julfi Hadi mengatakan energi panas bumi memiliki peran strategis dalam transisi energi bersih dan penguatan ketahanan energi Indonesia. Pasalnya, panas bumi merupakan satu-satunya energi terbarukan yang selalu tersedia setiap saat.
Menurutnya, mengingat besarnya potensi dan pentingnya panas bumi, energi ini dapat menjadi andalan sistem ketenagalistrikan nasional. Terlebih, Indonesia memiliki potensi panas bumi kedua terbesar di dunia dengan kapasitas mencapai 23,9 GW atau 40% cadangan dunia.
“Panas bumi menjadi sumber daya lokal yang harus kita optimalkan untuk mencapai swasembada energi dan menjadi kunci transisi energi bersih untuk Indonesia kedepannya,” katanya.
Julfi menilai banyak tantangan yang dihadapi dalam memaksimalkan potensi panas bumi mulai dari risiko teknis, risiko komersial, hingga regulasi.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa berpendapat potensi PLTP di Indonesia mencapai 24 GW tetapi yang sudah dimanfaatkan baru 2,2 GW. Dari sisi prospek sangat besar, namun berdasarkan pengalaman selama ini pengembangan panas bumi menghadapi banyak kendala sehingga pemanfaatannya belum optimal.
Menurutnya, untuk pengembangan panas bumi, Indonesia bisa memperkuat kerja sama dengan perusahaan-perusahaan dan instusi pendanaan asal Amerika Serikat untuk eksplorasi, pengembangan dan pendanaan panas bumi.
“Pemanfaatan teknologi binary cycle dan teknologi Enhanced Geothermal System (EGS) untuk memanfaatkan sumber daya panas bumi yang awalnya tidak ekonomis utk dikembangkan,” ucapnya kepada Bisnis.
BIAYA MAHAL
Terpisah, Direktur Eksekutif International Energy Agency (IEA) Fatih Birol mengatakan energi panas bumi dapat memenuhi 15% pertumbuhan permintaan listrik global antara sekarang dan 2050 jika biaya proyek terus menurun. Hal ini berarti penggunaan kapasitas panas bumi sebanyak 800 GW di seluruh dunia, yang menghasilkan output tahunan yang setara dengan permintaan listrik gabungan Amerika Serikat dan India saat ini.
Energi panas bumi menawarkan pasokan listrik yang berlimpah, sangat fleksibel, dan bersih yang dapat mendukung berbagai teknologi terbarukan seperti tenaga angin dan matahari sekaligus melengkapi sumber rendah emisi lainnya seperti nuklir. Saat ini, panas bumi memenuhi sekitar 1% dari permintaan listrik global.
Menurutnya, teknologi panas bumi generasi mendatang memiliki potensi teknis untuk memenuhi permintaan listrik dan panas global berkali-kali lipat. Panas bumi merupakan sumber energi yang serbaguna, bersih, dan aman. Panas bumi dapat menyediakan pembangkitan listrik, produksi panas, dan penyimpanan sepanjang waktu.Karena sumber energinya berkelanjutan, maka pembangkit listrik tenaga panas bumi dapat beroperasi pada kapasitas maksimumnya sepanjang hari dan tahun.
“Pembangkit listrik tenaga panas bumi dapat beroperasi secara fleksibel dengan cara yang berkontribusi pada stabilitas jaringan listrik, memastikan permintaan dapat dipenuhi setiap saat, dan mendukung integrasi berbagai energi terbarukan seperti tenaga surya fotovoltaik dan angin,” ujarnya dikutip dari laman IEA.
Dia menilai energi panas bumi dapat memanfaatkan keahlian industri minyak dan gas saat ini dengan menggunakan teknik dan peralatan pengeboran yang ada untuk menggali lebih dalam di bawah permukaan bumi guna memanfaatkan sumber daya energi rendah emisi yang besar.
“Teknologi baru membuka chakra baru bagi energi panas bumi di seluruh dunia, menawarkan kemungkinan untuk memenuhi sebagian besar permintaan listrik dunia yang tumbuh pesat secara aman dan bersih,” katanya.
Panas bumi merupakan peluang besar untuk memanfaatkan teknologi dan keahlian industri minyak dan gas. Adapun pertumbuhan panas bumi dapat menghasilkan investasi senilai US$1 triliun pada 2035.
Panas bumi masih konvensional menjadi teknologi khusus yang bergantung pada lokasi saat ini dengan sebagian besar kapasitas terpasang berada di negara-negara yang memiliki aktivitas vulkanik atau berada di antara garis patahan tektonik, yang membuat sumber daya lebih mudah diakses.
Saat ini, panas bumi memenuhi kurang dari 1% permintaan energi global dan penggunaannya terkonsentrasi di beberapa negara dengan sumber daya yang mudah diakses dan berkualitas tinggi, termasuk Amerika Serikat, Islandia, Indonesia, Turki, Kenya, dan Italia.
Namun, teknologi baru membuat prospek panas bumi benar-benar mendunia, membuka potensi untuk mendapatkan manfaatnya di hampir seluruh negara.
Dia menilai perizinan dan birokrasi administrasi terbukti menjadi hambatan utama bagi proyek panas bumi, yang dapat memakan waktu hingga satu dekade untuk beroperasi penuh. Pemerintah dapat mengatur proses perizinan dengan mengonsolidasikan dan mempercepat langkah-langkah administrasi yang terlibat.