Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

JETP Diperkirakan Tetap Jalan Meski Tanpa Dukungan AS

China berpotensi muncul sebagai alternatif pemimpin pembiayaan program iklim di negara-negara berkembang
Solar Panel milik Sun Energy di atap institusi Pendidikan di Cikarang/Lukman Nur Hakim
Solar Panel milik Sun Energy di atap institusi Pendidikan di Cikarang/Lukman Nur Hakim

Bisnis.com, JAKARTA — Keluarnya Amerika Serikat (AS) dari Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan atau Just Energy Transition Partnership (JETP) diperkirakan tidak akan menggagalkan program iklim senilai US$45 miliar yang menyasar negara-negara berkembang.

Analisis BMI, salah satu unit Fitch Solutions, menyebutkan keluarnya AS dari JETP memang berpotensi memperumit pembiayaan iklim untuk Afrika Selatan, Indonesia dan Vietnam. Namun, manuver AS tersebut tidak akan menjadi sandungan bagi tujuan utama kesepakatan.

“Meskipun kami memperkirakan hilangnya pendanaan AS dalam JETP akan mengganggu dan berpotensi menambah keterlambatan lebih lanjut dalam program ini, kami melihat mitra internasional lainnya akan mengambil peran untuk mengisi kekosongan tersebut,” tulis analis BMI dalam catatan yang dikutip Bloomberg, Rabu (12/3/2025). BMI lebih lanjut menyebutkan China bisa menjadi salah satu negara yang menggantikan kepemimpinan dan pendanaan AS.

AS, yang telah berkomitmen menggelontorkan pembiayaan iklim lebih dari US$4 miliar menurut rencana investasi yang disusun untuk JETP, telah meninggalkan program ini di tengah kebijakan lebih luas Presiden Donald Trump untuk menarik diri dari aksi iklim.

Langkah ini menimbulkan pertanyaan tentang masa depan program tersebut. JETP sempat dipandang sebagai rujukan soal bagaimana menggabungkan pendanaan publik dan swasta untuk membantu negara berkembang beralih dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan.

Jerman telah memberi konfirmasi bulan lalu bahwa mereka akan menggantikan AS sebagai pemimpin bersama dalam program JETP di Indonesia. Sementara itu, Jepang telah menegaskan kembali dukungannya terhadap upaya transisi di Vietnam dan Indonesia, sementara Inggris berjanji memberikan dukungan baru untuk kesepakatan di Afrika Selatan.

Banyak negara di luar AS, bersama dengan entitas sektor swasta dan filantropi masih mendukung JETP dan ingin mewujudkan potensi dari mekanisme ini, menurut Grant Hauber, penasihat keuangan energi strategis di Asia dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA).

“Meskipun AS mundur, pendanaan dan dukungan penting untuk program ini tetap ada,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper