Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah daerah diminta untuk segera menyelesaikan peta jalan pengelolaan sampah.
Menteri Lingkungan Hidup (LH)/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisol Nurofi mengatakan peta jalan atau roadmap diperlukan untuk menjadi salah barometer untuk menyelesaikan isu sampah nasional.
“Kami akan dalam satu bulan ini meminta kembali kepada seluruh pemerintah provinsi dan seluruh pemerintah kabupaten/kota yang belum selesaikan roadmap penyelesaian sampahnya sampai akhir di bulan Februari ini. Baru Jakarta yang sudah menyelesaikan peta jalan pengelolaan sampah 2025 - 2026 dengan Jakarta Utara menjadi percontohan,” ujarnya dilansir Antara, Selasa (18/2/2025).
Menurutnya, masih banyak daerah di Indonesia masih melakukan pengelolaan tempat pemrosesan akhir (TPA) secara open dumping atau pembuangan terbuka tanpa upaya pengurangan di hulu dan pengelolaan untuk menekan timbulannya.
Beberapa TPA open dumping tersebut bahkan tidak memilik instalasi pengelolaan air limbah sehingga dapat menimbulkan potensi ke lingkungan karena bocoran air lindi dapat mengontaminasi air tanah di wilayah sekitar TPA.
Hanif memastikan akan tetap melanjutkan penutupan TPA open dumping yang sudah tidak mampu menampung sampah sambil menjalankan sosialisasi kepada pemerintah daerah. Pihaknya sudah berdiskusi dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengenai tindakan kuratif untuk meningkatkan upaya pengelolaan sampah di berbagai daerah.
Baca Juga
“Kemarin saya sudah diskusi dengan Pak Mendagri yang meminta untuk diskusi, sosialisasi ulang. Saya mintalah mungkin sampai 1 bulan sampai menyelesaikan roadmap dan kita kemudian akan tutup TPA dengan 2 tipe TPA yang overload dan krusial kita tutup habis,” katanya.
Dia mengatakan penutupan akan dilakukan secara bertahap dan ditargetkan dapat menyelesaikan langkah tersebut dalam satu tahun. Namun demikian, pemerintah mendorong perbaikan TPA yang melakukan praktik open dumping atau pembuangan sampah secara terbuka tanpa pengelolaan lanjutan.
Pihaknya juga menyiapkan sanksi administrasi paksaan pemerintah untuk memastikan perbaikan pengelolaan TPA yang saat ini menjalankan secara open dumping, sambil tetap menjalankan sosialisasi yang direncanakan keluar bulan ini.
Beberapa contoh TPA sudah dikenakan sanksi karena pengelolaan secara open dumping oleh KLH termasuk TPAS Basirih di Banjarmasin dan TPA Cahaya Kencana di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, serta TPA Bantargebang di Bekasi, Jawa Barat.
“Sepertinya di akhir bulan ini (keluar paksaan pemerintah) saya minta waktu ini karena sangat besar gejolaknya. Kita tutup di (TPA) Banjarmasin saja sekarang ribut tetapi di Banjarmasin tetap tutup karena sudah mencemari,” ucapnya.
Di sisi lain, Hanif mendorong Pemprov Jakarta untuk segera untuk mengimplementasikan sistem retribusi dan mekanisme intensif bagi masyarakat yang telah melakukan upaya pemilihan sampah dari sumber dengan tidak dikenai biaya retribusi.
Pengelolaan sampah membutuhkan dukungan dalam bentuk insentif finansial demi memastikan masyarakat melakukan pemilahan sampah dari rumah. Mengingat sampah merupakan produk yang dihasilkan oleh individu.
Menurutnya, pengelolaan sampah di Jakarta akan menjadi barometer untuk wilayah lain menyelesaikan persoalan terkait sampah yang ditemukan di banyak wilayah Indonesia.
Selain itu, Pemprov Jakarta untuk memastikan pengelola kawasan menyelesaikan sampah yang dihasilkannya. Hal itu sesuai dengan kewajiban pengelolaan sampah oleh pengelola kawasan seperti tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) milik KLH/BPLH, DKI Jakarta menghasilkan 3.171.247 ton timbulan sampah selama 2024, dengan rata-rata setiap harinya dihasilkan sekitar 8.600 ton sampah per hari di Jakarta. Di saat bersamaan, Tempat Penampungan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang saat ini sudah menampung hampir 55 juta ton sampah karena praktik open dumping atau pembuangan terbuka yang dilakukan sebelumnya.
Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi mengklaim Jakarta merupakan barometer dalam berbagai kebijakan termasuk pengelolaan sampah.
Dia menyadari, sampah merupakan permasalahan yang sangat krusial di Indonesia, khususnya di Jakarta. Terlebih KLH menyatakan sampah kurang lebih 8 ton di Jakarta, harus bisa dikelola dengan baik.