Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menilik Kesiapan Indonesia Memulai Perdagangan Karbon Internasional

Perdagangan karbon tidak hanya untuk mengurangi emisi tetapi juga untuk menginspirasi gerakan global berlanjutan.
Ekonomi hijau dan transisi energi/ilustrasi
Ekonomi hijau dan transisi energi/ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah berkomitmen untuk memulai perdagangan karbon luar negeri secara transparan dan kredibel demi pembangunan yang berkelanjutan.

Adapun peluncuran perdagangan karbon luar negeri pertama dilakukan melalui Bursa Karbon Indonesia (IDX Carbon) yang direncanakan dimulai pada Senin, 20 Januari 2025.

Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan pemerintah Indonesia menjamin setiap sertifikat yang akan dikeluarkan untuk perdagangan karbon internasional.

Sertifikat itu nantinya setelah disahkan sebagai upaya untuk melindungi dari penghitungan ganda, pembayaran ganda, dan klaim ganda. Bahkan, setiap sertifikat yang akan diperjualbelikan akan dicatatkan hingga diberi otorisasi.

Hal tersebut dikarenakan regulasi yang ada telah mampu mengakomodasi berlangsungnya proses perdagangan karbon di Indonesia, baik dalam negeri maupun luar negeri.

“Kami tahu jalan ke depan bukannya tanpa tantangan. Memantau emisi, memastikan transparansi, dan mengatasi masalah ekuitas sangat penting bagi kami untuk kredibilitas sistem ini,” ujarnya dilansir dari Antara, Sabtu (18/1/2025). 

Adapun terkait usulan revisi PP No.98/2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi untuk Pencapaian National Determined Contribution (NDC), dan peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 21 tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penerapan Nilai Ekonomi Karbon dapat dilaksanakan tanpa mengganggu proses perdagangan karbon di dalam negeri maupun di luar negeri.

Hanif berharap partisipasi dukungan global untuk memanfaatkan peluang ini dengan sepenuh hati. Hal ini dikarenakan perdagangan karbon tidak hanya untuk mengurangi emisi tetapi juga untuk menginspirasi gerakan global berlanjutan. Pasalnya, perdagangan karbon itu dilakukan untuk mencapai target iklim Indonesia yang tertuang dalam dokumen NDC. 

Perdagangan karbon itu akan melibatkan beberapa proyek energi strategis potensial, seperti pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Air Minihidro (PLTM) Gunung Wugul yang mengurangi 5.000 ton karbon dioksida ekuivalen (CO2 eq).

Tidak hanya itu, perdagangan karbon itu akan melibatkan pengoperasian Pembangkit Listrik Baru Berbahan Bakar Gas Bumi Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Priok Blok 4, konversi pembangkit single cycle menjadi combined cycle di PLTGU Grati Blok 2 dan Blok 2 unit pembangkit di Muara Tawar, serta pembangunan Pembangkit Listrik Baru Berbahan Bakar Gas Bumi PLTGU Blok 3 PJB Muara Karang.

KLH menyebut proyek besar tersebut diperkirakan mampu mengurangi emisi hingga 750.000 ton CO2 eq memberikan kontribusi signifikan terhadap upaya dekarbonisasi sektor energi.

Deputi Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon (NEK) Kementerian Lingkungan Hidup Ary Sudijanto menuturkan terdapat 2,48 juta ton karbon dioksida ekuivalen (CO2e) siap diperdagangkan secara global pada 20 Januari ini.

Menurutnya, potensi besar karbon di Indonesia sendiri tercermin dari nilai perdagangan yang telah mencapai Rp55,237 miliar sejak bursa karbon mulai beroperasi pada September 2023, dengan volume perdagangan mencapai 1,040 juta ton CO2e.

“Dengan potensi besar perdagangan karbon dalam negeri, Indonesia kini siap melangkah ke pasar internasional. IDXCarbon, platform perdagangan karbon yang dikembangkan Bursa Efek Indonesia (BEI), akan menjadi tulang punggung transaksi karbon internasional,” ucapnya. 

Kendati demikian, keberhasilan perdagangan karbon internasional ini memerlukan fondasi kokoh berupa regulasi yang adil, sistem pengawasan transparan, dan komitmen bersama dari semua pihak. Indonesia, lanjtunya, telah memiliki dasar hukum yang kuat melalui Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon, didukung oleh infrastruktur transparansi berupa Sistem Registri Nasional (SRN) PPI.

Dia menegaskan Indonesia siap berada di garis depan untuk mempercepat implementasi perdagangan karbon internasional. Langkah ini menjadi bagian dari upaya mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC).

Dengan berdasarkan Enhanced NDC terdapat target pengurangan emisi GRK menjadi 31,89% lewat upaya sendiri dan 43,20% dengan dukungan internasional pada 2030. Langkah perdagangan karbon internasional ini sekaligus mendukung implementasi Pasal 6.2 dan 6.4 Perjanjian Paris.

“Dengan otorisasi yang telah disepakati di COP 29 UNFCCC, Indonesia semakin memperkuat posisinya di pasar karbon global. Kami mengundang seluruh pihak untuk berkolaborasi dalam mengurangi emisi secara signifikan,” ucap Ary.

Direktur Utama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Joko Tri Haryanto menuturkan perdagangan karbon menjadi peluang emas bagi Indonesia untuk memainkan peran strategis dalam pengurangan emisi global.

“Indonesia memiliki potensi besar di sektor karbon. Dengan dukungan semua pihak, kita bisa memanfaatkan peluang ini untuk mendukung penguatan ekonomi karbon sekaligus pencapaian target NDC,” tuturnya. 

Direktur Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon Kementerian Lingkungan Hidup Wahyu Marjaka berpendapat pentingnya regulasi dan kerangka kerja infrastruktur nilai ekonomi karbon (NEK) dalam mendukung implementasi perdagangan karbon internasional.

“Kita telah memulai implementasi Pasal 6 Perjanjian Paris dengan memastikan akuntabilitas melalui sistem robust seperti SRN. Kolaborasi bilateral melalui Mutual Recognition Agreement (MRA) juga sedang dijajaki, termasuk dengan organisasi internasional seperti Verra, Plan Vivo, dan Gold Standard,” terangnya.

Menurutnya, dalam hal perdagangan karbon internasional perlu dikembangkan carbon accounting and management sebagai peralatan untuk monitoring pencapaian target NDC.

Sejalan dengan proses tersebut, saat ini telah terdapat parameter yang mengindikasikan pencapaian target NDC. Dari sisi swasta, diskusi berlanjut pada pentingnya pembagian kuota internasional dan lokal yang diperkirakan akan mendominasi pasar, termasuk mekanisme dan penentuan harga pasarnya.

Adapun indikator penentuan jumlah kuota akan didasarkan peta jalan perdagangan karbon yang merujuk pada peta jalan NDC.

“Kami ingin membuktikan bahwa tidak hanya di pasar domestik, dimungkinkan juga untuk melaksanakan perdagangan di pasar karbon internasional,” ujar Wahyu. 

Direktur Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MRV Kementerian Lingkungan Hidup Hari Wibowo menambahkan Indonesia telah memiliki infrastruktur sistem Monitoring, Reporting, and Verification (MRV), yang transparan dan berkualitas untuk mendukung Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK). 

“Melalui mekanisme ini, kredit karbon yang telah diverifikasi dapat dikonversi menjadi unit perdagangan sesuai standar internasional, membuka akses yang lebih luas ke pasar karbon domestik dan global,” katanya. 

Perdagangan karbon momentum penting bagi Indonesia untuk memantapkan posisinya sebagai salah satu produsen unit karbon terbesar dunia.

Dengan perdagangan karbon internasional, Indonesia tidak hanya berkontribusi signifikan terhadap pengendalian perubahan iklim global tetapi juga membuka peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi melalui ekosistem perdagangan karbon.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper