Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) mengatakan Indonesia bakal meluncurkan perdagangan karbon luar negeri atau lintas negara untuk pertama kalinya pada 20 Januari 2025.
Dalam keterangan yang diterima Antara, Jumat (10/1/2025), KLH menyampaikan bahwa perdagangan karbon luar negeri pertama itu dilakukan melalui Bursa Karbon Indonesia (IDX Carbon) dan melibatkan beberapa proyek energi strategis.
Hal tersebut sebelumnya sudah dikonfirmasi oleh Menteri LH/Kepala BPLH Hanif Faisol Nurofiq. Dia menyebutkan bahwa peluncuran itu dilakukan dengan memastikan optimalisasi Sistem Registri Nasional (SRN), selain juga persiapan infrastruktur dan instrumen lain.
Dia memastikan bahwa perdagangan karbon itu dilakukan untuk mencapai target iklim Indonesia yang tertuang dalam dokumen National Determined Contribution (NDC). Dalam dokumen itu, Indonesia menargetkan pengurangan emisi karbon sebesar 31,89% dengan upaya sendiri dan 43,2% dengan dukungan internasional.
"Jadi, perdagangan karbon memang dimaksudkan hanya untuk mencapai NDC," kata Hanif.
Perdagangan karbon ini nantinya akan melibatkan beberapa proyek energi strategis potensial, salah satunya pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Air Minihidro (PLTM) Gunung Wugul yang mengurangi 5.000 ton karbon dioksida ekuivalen (CO2e).
Baca Juga
Tidak hanya itu, perdagangan karbon ini juga melibatkan pengoperasian Pembangkit Listrik Baru Berbahan Bakar Gas Bumi Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Priok Blok 4, konversi pembangkit single cycle menjadi combined cycle di PLTGU Grati Blok 2 dan Blok 2 unit pembangkit di Muara Tawar, serta pembangunan Pembangkit Listrik Baru Berbahan Bakar Gas Bumi PLTGU Blok 3 PJB Muara Karang.
KLH menyebut proyek besar tersebut diperkirakan mampu mengurangi emisi hingga 750.000 ton CO2e dan memberikan kontribusi signifikan terhadap upaya dekarbonisasi sektor energi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya mengatakan pemerintah memiliki rencana strategis untuk mendorong pengembangan aktivitas bursa karbon Indonesia yang sejauh ini masih menghadapi tantangan.
Dia mengemukakan bahwa implementasi pajak karbon dan regulasi batas atas emisi (BAE) sektoral merupakan langkah utama untuk memperkuat pasar karbon di Indonesia. Untuk itu, Menkeu bakal terus berkoordinasi dengan sejumlah kementerian, salah satunya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Hal ini akan terus kami perkuat melalui koordinasi dengan berbagai instansi, termasuk Kementerian ESDM dan Kementerian Perhubungan," ujar Sri Mulyani dalam pembukaan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2025 di Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Otortitas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar turut meminta dukungan pemerintah terkait implementasi pajak karbon dan regulasi BAE sektoral guna mendorong pengembangan bursa karbon.
Dia berpendapat bahwa penerapan pajak karbon dan regulasi BAE sektoral krusial untuk mendorong aktivitas bursa karbon saat ini.
“Terkait implementasi pajak karbon dan regulasi batas atas emisi sektoral untuk mendorong pengembangan bursa [karbon],” kata Mahendra.