Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia menghadapi fenomena meningkatnya pembangunan PLTU captive—pembangkit listrik yang khusus didirikan untuk memasok kebutuhan energi industri tertentu—saat tengah mendorong pensiun dini pembangkit listrik tenaga batu bara.
Meski pemerintah berkomitmen untuk mempensiunkan PLTU batu bara demi transisi energi, perkembangan PLTU captive justru menunjukkan arah yang berlawanan.
Pertumbuhan kapasitas pembangkit jenis ini bahkan diproyeksikan melampaui kapasitas listrik batu bara Australia pada 2026.
“kapasitas PLTU captive di Indonesia terus meningkat tajam, mencapai 15,2 gigawatt [GW] pada pertengahan 2024. Jumlah ini tumbuh hampir tiga kali lipat dari 5,7 GW pada 2019 dan diperkirakan akan mencapai 17,1 GW pada akhir tahun,” ungkap laporan terbaru dari Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) dan Global Energy Monitor (GEM) berjudul Tracing Indonesia’s Captive Power Growth: No Sign of Slowdown in 2024 yang dirilis Jumat (8/11/2024).
Analis CREA Katherine Hasan, dalam laporan itu menyebut, jika tren ini terus berlanjut, total kapasitas PLTU captive akan mencapai 26,24 GW pada 2026—angka yang signifikan dan setara 40% dari bauran pembangkit listrik utama non-PLN di Indonesia.
Adapun, kebutuhan energi dari PLTU captive ini sebagian besar didorong oleh industri berat yang membutuhkan pasokan listrik besar dan stabil, seperti logam, pulp dan kertas, kimia, semen, serta tekstil.
“Salah satu pendorong utama pertumbuhan ini adalah industri nikel, terutama di kawasan Sulawesi Tengah dan Maluku Utara. Di wilayah ini, kapasitas PLTU captive pada 2023-2024 mengalami peningkatan besar, yakni dari 2,86 GW menjadi 5,19 GW di Sulawesi Tengah dan dari 1,87 GW menjadi 4,02 GW di Maluku Utara,” ujar Katherine.
Dia menyatakan penggunaan PLTU captive untuk menopang industri energi-intensif, terutama nikel, telah menciptakan dilema besar.
Nikel, menurutnya, komponen penting untuk baterai dan kendaraan listrik yang mendukung transisi energi bersih, namun emisi karbon, yang dihasilkan PLTU captive sangat tinggi.
Katherine mengungkapkan bahwa tanpa rencana pensiun dini dan pengalihan ke energi terbarukan, kapasitas batu bara yang terus meningkat akan membahayakan komitmen iklim Indonesia.
Untuk itu, dia menekankan pentingnya jadwal yang jelas untuk pensiun dini PLTU captive guna mendorong investasi energi bersih dan mendukung posisi strategis Indonesia dalam rantai pasok energi global.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia Kaji Lagi Rencana Penssiun Dini 13 PLTU Batu Bara
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia sempat menyatakan sedang mengkaji terkait rencana pensiun dini terhadap 13 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.
"Ini lagi dikaji, lagi dikaji ya [terkait progres pensiunnya 13 PLTU]," kata Bahlil seusai menghadiri kegiatan Green Initiative Conference 2024, di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, beberapa waktu lalu saat baru menjabat.
Selain itu, Bahlil juga menuturkan bahwa dirinya belum memiliki target jangka waktu kapan realisasi dari rencana pensiun dini ke-13 PLTU tersebut.
Dia mengaku bahwa dirinya masih akan mengkaji terhadap rencana kebijakan itu. Apalagi dirinya mengaku baru sebulan lebih menjabat sebagai Menteri ESDM.
Namun, dia memastikan bahwa Kementerian ESDM akan melakukan pensiun dini terhadap belasan PLTU bertenaga batu bara tersebut.
"Belum ada target, tapi kami akan melakukan. Saya kan baru sebulan jadi Menteri (ESDM)," ujar Bahlil singkat.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan terdapat 13 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara telah masuk dalam daftar untuk pensiun dini atau diakhiri masa pengoperasiannya lebih cepat.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan ke-13 daftar PLTU tersebut diidentifikasi setelah dilakukan studi internal bersama Institut Teknologi Bandung (ITB) dan United Nations Office for Project Services (UNOPS).
"Jadi masalah coal retirement kemarin yang disebut, sudah pernah saya sampaikan ke (Menko) Marves bahwa kita itu hasil dari studi mengenai coal retirement kita itu ada tiga studi. Jadi kita sendiri, lalu dari ITB, lalu dari UNOPS, itu ada. Nah (hasil) tiga (studi) ini kita identifikasi bareng semua, kita rangkum bahwa kita punya 13 list dari PLTU di luar Cirebon," kata Eniya pada medio Agustus.
Meski begitu, Eniya tidak menyebutkan rincian ke-13 daftar PLTU batu bara tersebut. Dia hanya menyebutkan beberapa di antaranya seperti PLTU Suralaya, di Cilegon, Banten; PLTU Paiton di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur; dan PLTU Ombilin di Sijantang Koto, Sumatera Barat.
"Nah kalau sekarang yang dibahas itu Suralaya, Paiton, itu termasuk di dalam 13 PLTU [yang akan dipensiunkan dini], Ombilin di Sumatera [Barat]," ujarnya pula.
Dia menyampaikan bahwa 13 daftar PLTU batu bara tersebut yang bakal dipensiunkan dini disebabkan oleh tingginya emisi yang dihasilkan. Dari 13 unit yang ada, total emisinya diperkirakan mencapai angka yang sangat besar, sekitar 48 juta atau lebih.
Mengenai hal itu, Kementerian ESDM tengah mempersiapkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM sebagai acuan untuk memensiunkan PLTU batu bara.
Eniya menuturkan bahwa Kepmen ESDM itu nantinya akan menjadi patokan atau peta jalan (roadmap) dalam memensiunkan PLTU batu bara.
Namun, dalam merancang aturan itu, Kementerian ESDM bakal meminta pendampingan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun).