Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RI Bawa Sejumlah Isu Iklim dan Pendanaan ke Meja Perundingan COP30

Indonesia akan menekan realisasi janji pendanaan iklim negara maju di COP30 Brasil, November 2025. Fokusnya pada target Net Zero Emission 2060 dan perdagangan karbon.
Ilustrasi investasi ESG
Ilustrasi investasi ESG

Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia akan mendorong janji pendanaan iklim sejumlah negara yang hingga saat ini belum terealisasi dalam pertemuan COP30 di Brasil pada November mendatang. 

Wakil Menteri Lingkungan Hidup Diaz Hendropriyono mengatakan isu pendanaan iklim masih menjadi pekerjaan rumah yang sangat besar. Pasalnya, dalam Copenhagen Accord, negara maju janji memberikan bantuan kepada negara berkembang US$100 juta per tahun. Namun, hingga kini belum terealisasi. 

"Lalu New Collective Quantified Goals dari target US$1,3 triliun baru disepakati US$300 miliar. Ini kan artinya negara maju banyak janji tanpa realisasi. Kami akan mendorong agar janji-janji tersebut benar-benar dipenuhi," ujarnya dalam keterangan Kamis (28/8/2025). 

Indonesia berkomitmen dalam mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat dengan jalan pembangunan lebih hijau, berkelanjutan, dan tahan terhadap krisis iklim. Seluruh target perencanaan bidang lingkungan hidup dan komitmen Indonesia dalam iklim akan tertuang dalam dokumen Second Nationally Determined Contribution (SNDC).

Sebagai bagian pemenuhan kewajiban, Indonesia akan menyampaikan dokumen SNDC sebelum COP30. Selain itu, Indonesia berkomitmen dalam mencapai target NZE. Hal tersebut menjadi sasaran utama mengingat sebagai sumber emisi GRK terbesar di Indonesia yaitu sektor kehutanan dan penggunaan lahan melalui Kebijakan FOLU Net Sink 2030 dan sektor energi melalui kebijakan just energy transition dan konservasi energi

Menurutnya, untuk mengakselerasi pencapaian target NDC dan NZE, Indonesia memerlukan dukungan sumber daya yang kuat yakni pendanaan dimana memerlukan mobilisasi pembiayaan hijau dalam skala besar baik dari mitra internasional maupun domestik. Kemudian, diperlukan peningkatan kapasitas sangat krusial terutama untuk pemerintah daerah, petani kecil, dan pelaku usaha lokal agar mampu mengimplementasikan solusi iklim secara nyata.

"Diperlukan teknologi guna inovasi energi terbarukan, sistem pemantauan hutan berbasis digital, hingga teknologi rendah karbon lainnya yang akan sangat menentukan keberhasilan pencapaian," katanya. 

Dalam rangka akselerasi pencapaian tujuan NDC dan NZE, pemerintah berupaya keras untuk mendorong pemanfaatan nilai ekonomi karbon sebagai instrumen penting
dalam mendukung pembiayaan iklim. Melalui Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021, implementasi NEK diharapkan dapat memberikan insentif bagi pelaku usaha untuk berinvestasi dalam proyek rendah emisi, memperluas sumber pendanaan transisi hijau, dan mengintegrasikan mekanisme domestik dengan pasar karbon internasional.

Rencananya, KLH akan memasarkan stok karbon lama atau vintage carbon periode 2016–2020 yang masih tersisa sebanyak 533 juta ton. Penjualan karbon lama ini menjadi salah satu strategi Indonesia untuk menarik minat pasar global. 

"Nilai ekonomi karbon (NEK) bukan hanya kebijakan teknis tetapi juga pilar penting untuk menjadikan NZE Indonesia kredibel, inklusif, dan bankable. Kami melihat bahwa COP30, selain sebagai tantangan juga merupakan peluang emas yang harus dipergunakan sebaik-baiknya dalam rangka aksi konkrit peningkatan pendanaan iklim," ucapnya. 

Sejauh ini, terdapat dua negara telah menyatakan ketertarikan yakni Norwegia dan Jepang. Bahkan, Norwegia telah menyampaikan minat membeli 12 juta ton karbon Indonesia. Namun, skema pembelian yang ditawarkan bukan sekadar transaksi langsung, melainkan bagian dari dukungan terhadap proyek energi terbarukan. Langkah ini diharapkan dapat membuka peluang baru bagi Indonesia dalam perdagangan karbon global dan memperkuat posisi RI sebagai pemain aktif dalam upaya mitigasi perubahan iklim.

"Norwegia tertarik membeli 12 juta ton CO2, tapi bukan hanya beli langsung. Mereka ingin membungkusnya dalam bentuk dukungan proyek, misalnya subsidi untuk solar panel," terangnya. 

Dia menilai hal ini sejalan dengan konsep Brazil membangun Agenda Aksi COP30-nya dengan tujuan sebagai lumbung solusi sebagai wadah inisiatif konkret yang
menghubungkan ambisi iklim dengan peluang pembangunan dalam investasi, inovasi, keuangan, teknologi, dan pengembangan kapasitas.

Tahun ini, Paviliun Indonesia tidak hanya akan menyelenggarakan seminar tetapi juga menjadi arena untuk memperluas perdagangan karbon lintas sektor. Beberapa kerja sama yang sedang dijajaki antara lain potensi pembelian 12 juta ton CO2e oleh Norwegia hingga 2035, peluang dengan Jepang dan Korea, serta pengembangan Renewable Energy Certificate (REC) oleh PLN. Indonesia juga berupaya memperluas perdagangan karbon melalui Mutual Recognition Agreements (MRA) dengan standar internasional seperti Gold Standard (GS) dan Verra.

"Keberhasilan diplomasi ini sangat bergantung pada dukungan bersama. Dengan koordinasi lintas sektor yang solid, Indonesia optimis membawa posisi yang lebih
komprehensif dan strategis pada COP30. Lalu dapat memperkuat posisi Indonesia di tingkat dunia dan mencapai target nasional kita untuk beberapa komitmen," tuturnya. 

Menurutnya, harapan tinggi tidak hanya diletakkan pada keberhasilan para negosiator tetapi juga partisipasi aktif para pemangku kepentingan lainnya, dari kalangan pemerintah daerah, kalangan swasta, akademisi, perguruan tinggi, LSM, para generasi muda, dan seluruh individu praktisi lingkungan dan perubahan iklim dalam rangka mendukung pencapaian target nasional perubahan iklim Indonesia.

"Meskipun Belem sebagai lokasi penyelenggaraan COP30 memberikan tantangan tersendiri terutama aspek logistik, lama perjalanan Jakarta-Belem, ketersediaan akomodasi yang masih dibayangi keraguan, termasuk melambungnya harga akomodasi. Namun kami optimis bahwa melalui acara Sellers meet Buyers akan memberikan nilai tambah dan menampilkan wajah berbeda bagi penyelenggaraan Paviliun Indonesia kali ini," ujar Diaz.

Untuk diketahui, Konferensi Tingkat Tinggi PBB mengenai Perubahan Iklim yang ke-30 (COP30) akan diselenggarakan di Belem, Brazil pada 10 hingga 21 November 2025. Konferensi Para Pihak atau Conference of the Parties (COP) di bawah naungan UNFCCC ini merupakan forum global yang mempertemukan hampir seluruh negara untuk membahas strategi menghadapi perubahan iklim.

Hal ini untuk memastikan negara dunia berkomitmen dalam Paris Aggrement dengan meningkatkan meningkatkan target penurunan emisi gas rumah kaca nasional guna mendukung pencapaian pembatasan suhu global firm hanya 1,5 derajat Celcius untuk dicantumkan dalam NDC 3.0. Kredit karbon tersebut dijual dengan harapan mendapatkan pendapatan yang akan dimanfaatkan untuk mengurangi karbon global seperti perlindungan kawasan hutan, mangrove, gambut, coral reef, hingga padang lamun.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro