Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Prospek SAF: Partisipasi Masyarakat, Strategi Pertamina, Hingga Masa Depan Industri Penerbangan

Pertamina mengembangkan SAF dengan minyak jelantah, menargetkan ekspansi produksi di Dumai dan Balongan, serta meningkatkan partisipasi masyarakat.
Pekerja melakukan pengisian Bioavtur Sustainable Aviation Fuel (SAF) ke pesawat Pelita Air saat acara Special Flight Pertamina Sustainable Aviation Fuel di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (20/8/2028)./Istimewa
Pekerja melakukan pengisian Bioavtur Sustainable Aviation Fuel (SAF) ke pesawat Pelita Air saat acara Special Flight Pertamina Sustainable Aviation Fuel di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (20/8/2028)./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Setelah menjajal penggunaan Pertamina Sustainable Aviation Fuel (SAF) untuk penerbangan pesawat Pelita Air Services dengan rute Jakarta - Denpasar, Pertamina menyiapkan sejumlah strategi untuk mengembangkan pasar avtur ramah lingkungan ini. 

Pekan lalu, untuk memastikan kelancaran uji penerbangan, Pertamina menyiapkan sekitar 32 kiloliter bahan bakar avtur dicampur 2,5% minyak jelantah atau used cooking oil (UCO) yang diproduksi PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) di Kilang Cilacap.  Sebenarnya, penggunaan SAF berdasarkan standar dunia baru akan ditetapkan sebesar 1% pada 2027.

Pertamina sengaja memilih rute Jakarta - Denpasar sebagai uji penerbangan menggunakan SAF. Tidak lain, hal ini untuk menunjukkan ke dunia bahwa Indonesia memiliki komitmen dalam penggunaan bahan bakar berkelanjutan di sektor penerbangan. 

Melihat prospek cerah pengembangan SAF, Pertamina pun mengumbar sejumlah rencana ke depan. Komisaris Utama Pertamina Mochamad Iriawan mengatakan bakal mereplikasi keberhasilan Kilang Cilacap dalam memproduksi SAF di Kilang Dumai dan Kilang Balongan.

“Kami mungkin akan ke Balikpapan. Yang jelas, ke Dumai, ini yang pertama, berikutnya kita akan ke Balongan,” ujarnya dikutip Antara, Rabu (27/8/2025).

Selain memberi manfaat bagi kelangsungan industri penerbangan nasional, Purnawirawan jenderal polisi ini, optimistis pasar SAF juga meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengelola limbah rumah tangga. 

Pasalnya, Pertamina SAF diproduksi dari fasilitas Kilang Cilacap dengan bahan baku minyak jelantah. Produksi avtur rendah karbon ini dilakukan dengan teknologi co-processing yang menggunakan Katalis Merah Putih. 

Setelah mereplikasi fasilitas produksi SAF di pabrik minyak Pertamina, Iriawan yang akrab dipanggil Iwan ini mengklaim pihaknya menjajaki kemungkinan ekspor avtur yang dicampur dengan jelantah ini.

“Kami akan komunikasikan (rencana ekspor) nanti, untuk bisa menjajaki ekspor. Kalau sudah melihat hasil daripada SAF kita, pasti negara lain akan melirik (SAF) kita,” ujarnya. 

Hanya saja, Iwan mengakui sejumlah tantangan pengembangan pasar SAF, salah satunya soal harga bahan baku jelantah. Pasalnya, jelantah yang dikumpulkan dari masyarakat masih belum mencukupi, dengan begitu pasokan dari pengepul masih jadi andalan. 

“Tentunya harganya nanti harus bersaing dengan produk-produk yang lainnya. Yang jelas, di Asean ini kita yang pertama (mengolah minyak jelantah jadi avtur),” kata Iwan.

Saat ini, Pertamina menyiapkan 35 titik yang tersebar di berbagai wilayah, seperti Jabodetabek, kota-kota besar di Pulau Jawa, hingga Palembang. 

Sebelumnya, Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno melihat peluang pemberdayaan ekonomi masyarakat dan UMKM dari proses pengumpulan UCO oleh masyarakat sebagai bahan baku SAF.

Misalnya, kata dia, masyarakat bisa berpartisipasi mengumpulkan UCO rumah tangga, bahkan dari pedagang kaki lima, kafe atau restoran. Hal itu dapat meningkatkan perekonomian warga dan UMKM.

"Kehadiran Koperasi desa Merah Putih pun bisa diberdayakan untuk melakukan kegiatan pengumpulan dan penjualan UCO ini," katanya. 

Menanggapi hal tersebut, Direktur Operasi PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Didik Bahagia mengatakan salah satu semangat utama eksistensi Pertamina Sustainable Aviation Fuel adalah partisipasi masyarakat. Didik pun mengamini, pengumpulan jelantah tidak hanya diharapkan datang dari pengepul-pengepul besar, tetapi juga dari UMKM ataupun Koperasi Merah Putih.


“Dari tukang gorengan bisa dikumpulkan oleh Koperasi Merah Putih. Dari situ, difiltrasi dengan sederhana dan diserahkan ke kami. Jadi memang jelantah tidak hanya datang dari Patra Niaga (Pertamina Patra Niaga) tetapi juga dari pengepul,” katanya. 

Soal isu replikasi fasilitas produksi SAF, Didik mengatakan potensi pengembangan terbuka dengan menyiapkan investasi minor. Menurutnya, secara desain kilang tidak ada yang perlu diubah, mengingat semua kilang Pertamina sudah mampu memproduksi avtur. 

“Sekarang ini hanya butuh investasi minor, ibarat kita punya tembok, tinggal ganti catnya saja,” ujarnya. 

Adapun tiga kilang utama yang diidentifikasi, yaitu Cilacap, Dumai, dan Balongan, masing-masing dengan unit proses teknis yang berbeda.

Berdasarkan data Pertamina, kilang Cilacap menggunakan unit Treated Distillate Hydrotreating (TDHT)  berkapasitas 8,7 MB/D, dengan membutuhkan UCO sekitar 13.380 KL per tahun, dan mampu menghasilkan SAF sebanyak 404.019 KL per tahun.

Untuk Kilang Dumai, akan memakai proses DHDT berkapasitas 8,0 MB/D, dengan kebutuhan UCO sebesar 12.593 KL per tahun, dan potensi produksi SAF 356.796 KL per tahun. Proyek di Dumai masih dalam tahap evaluasi dan persiapan pilot test katalis, dengan target produksi pada kuartal I/2026. 

Di sisi lain, Kilang Balongan menggunakan LCO Treater dengan kapasitas sama seperti Dumai, yakni 8,0 MB/D, juga membutuhkan UCO sebanyak 12.593 KL per tahun dan berpotensi menghasilkan SAF sebesar 356.796 KL per tahun.

Status di Balongan serupa, yaitu tahap evaluasi dan persiapan pilot test katalis, namun dengan target produksi pada kuartal IV tahun 2026. Secara keseluruhan, tiga kilang ini mampu mengonsumsi total UCO sebesar 38.566 KL per tahun dan menghasilkan SAF hingga 1.236.146 KL per tahun.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro