Bisnis.com, JAKARTA – PT Pertamina (Persero) mengembangkan inovasi energi hijau untuk mendorong keberlanjutan energi dan mencapai target ketahanan energi nasional.
Melalui program Jejak Keberlanjutan, inovasi unggulan seperti Sustainable Aviation Fuel (SAF) berbahan baku minyak jelantah, dapat dikembangkan dan direplikasi di Pertamina Group untuk mencapai ketahanan energi nasional.
Komisaris Utama Pertamina Mochamad Iriawan menjelaskan, salah satu produk energi hijau unggulan Pertamina SAF tidak hanya berdampak pada transisi energi, tetapi juga memberi manfaat langsung bagi masyarakat.
“Bahan baku SAF seperti minyak jelantah yang sebelumnya tidak terpikirkan akan bermanfaat, kini bisa menjadi bahan baku energi ramah lingkungan," ujarnya, dikutip dalam keterangan tertulis, Rabu (27/8/2025)
Jejak Keberlanjutan merupakan program Pertamina untuk mendorong upaya transisi dan berbagi inovasi keberlanjutan di lokasi operasi Pertamina. Dari program ini, diharapkan inovasi energi hijau dari masing-masing lokasi dapat direplikasi ke seluruh unit usaha Pertamina Group.
Iriawan yang akrab dipanggil Iwan Bule ini juga menyampaikan Pertamina serius mereplikasi keberhasilan Kilang Cilacap dalam memproduksi SAF di Kilang Dumai dan Kilang Balongan.
Baca Juga
“Kita mungkin akan ke Balikpapan. Yang jelas, ke Dumai, ini yang pertama, berikutnya kita akan ke Balongan,” ujarnya, dikutip dari Antara, Rabu (27/8/2025).
Adapun tiga kilang utama yang diidentifikasi, yaitu Cilacap, Dumai, dan Balongan, masing-masing dengan unit proses teknis yang berbeda.
Berdasarkan data Pertamina, kilang Cilacap menggunakan unit Treated Distillate Hydrotreating (TDHT) berkapasitas 8,7 MB/D, dengan membutuhkan UCO sekitar 13.380 KL per tahun, dan mampu menghasilkan SAF sebanyak 404.019 KL per tahun.
Untuk Kilang Dumai, akan memakai proses DHDT berkapasitas 8,0 MB/D, dengan kebutuhan UCO sebesar 12.593 KL per tahun, dan potensi produksi SAF 356.796 KL per tahun. Proyek di Dumai masih dalam tahap evaluasi dan persiapan pilot test katalis, dengan target produksi pada kuartal I/2026.
Di sisi lain, Kilang Balongan menggunakan LCO Treater dengan kapasitas sama seperti Dumai, yakni 8,0 MB/D, juga membutuhkan UCO sebanyak 12.593 KL per tahun dan berpotensi menghasilkan SAF sebesar 356.796 KL per tahun. Status di Balongan serupa, yaitu tahap evaluasi dan persiapan pilot test katalis, namun dengan target produksi pada kuartal IV tahun 2026.
Secara keseluruhan, tiga kilang ini mampu mengonsumsi total UCO sebesar 38.566 KL per tahun dan menghasilkan SAF hingga 1.236.146 KL per tahun.
Direktur Transformasi dan Keberlanjutan Bisnis Pertamina Agung Wicaksono mengungkapkan, RU IV Cilacap dipilih sebagai lokasi Jejak Keberlanjutan karena merupakan kilang terbesar dan penghasil Avtur terbesar di Indonesia, serta telah menerapkan transformasi menjadi kilang hijau untuk energi bersih dan berkelanjutan.
"Jejak Keberlanjutan bukan sekadar agenda, tapi gerakan budaya untuk menjadikan keberlanjutan sebagai DNA Pertamina. Cilacap adalah bukti nyata bahwa transformasi energi bisa diwujudkan melalui inovasi terintegrasi," tegas Agung.
Melalui program Jejak Keberlanjutan #2 di Cilacap, Pertamina memiliki komitmen untuk mewujudkan transisi energi. Mulai dari pengembangan SAF, pembangkit listrik tenaga surya berkapasitas 2,3 Megawatt peak (MWp) hasil kolaborasi dengan Subholding Pertamina New and Renewable Energy.
Program solar panel ini telah mengurangi emisi 314 ton CO₂eq hingga Juli 2025. Selain itu, optimalisasi uap panas RFCC yang memanfaatkan limbah energi untuk meningkatkan efisiensi operasional kilang.
"Jangan biarkan inovasi hanya berhenti di Cilacap. Masa depan energi Indonesia ditentukan oleh aksi kita hari ini," tutur Agung.