Bisnis.com, JAKARTA — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan seluruh pihak agar waspada terhadap meningkatnya potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Provinsi Jambi akibat menurunnya curah hujan pada awal Agustus.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengemukakan bahwa kondisi atmosfer di sebagian wilayah Jambi menunjukkan anomali curah hujan yang rendah, bahkan saat wilayah ini berada di puncak musim hujan.
“Sebagian besar Jambi mengalami puncak musim kemarau di Juli dan Agustus, dan kami memprediksi curah hujan akan menurun drastis di sepuluh hari pertama Agustus, yakni hanya berkisar 20-50 mm. Ini harus diwaspadai karena dapat meningkatkan risiko karhutla di beberapa wilayah,” ujar Dwikorita dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Karhutla di Kantor Gubernur Jambi, Rabu (30/7/2025), dikutip dari siaran pers.
Berdasarkan peta potensi kemudahan terbakar, sebagian besar wilayah Jambi berada dalam zona biru atau kategori rendah. Namun, pada periode 30 Juli, 1–3 Agustus, dan 5 Agustus, sejumlah zona memperlihatkan potensi karhutla di level merah dan kuning, terutama di wilayah utara Jambi yang berbatasan dengan Riau. Hal ini menunjukkan tingkat kemudahan terbakar sangat tinggi.
Merespons kondisi tersebut, BMKG terus mengintensifkan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) untuk mencegah terbentuknya titik panas (hotspot) dan asap lintas batas. OMC difokuskan pada wilayah-wilayah dengan potensi terbakar tinggi, terutama saat potensi keberhasilan operasi mulai menurun akibat berkurangnya awan hujan.
Pada 30 Juli, dua sorti penerbangan telah dilakukan dengan target empat sorti dalam satu hari. Sementara itu, awan-awan hujan masih tergolong melimpah, namun diprediksi mulai menurun pada 1 Agustus.
Baca Juga
“OMC sebelumnya yang kami lakukan pada 2–9 Juni telah terbukti efektif. Selama sembilan hari, curah hujan hampir terjadi setiap hari, dan air yang dihasilkan mencapai 157,6 juta meter kubik,” jelas Dwikorita.
Kondisi di lapangan sejauh ini memperlihatkan tidak ada hotspot dengan tingkat kepercayaan tinggi yang terdeteksi di Jambi. Selain itu, tinggi muka air tanah (TMAT) di sebagian besar wilayah juga masih tergolong aman. Namun, perhatian khusus diberikan kepada Kabupaten Muaro Jambi yang menunjukkan sejumlah indikator kerawanan.
Sebanyak 11 stasiun di Muaro Jambi menunjukkan kondisi bahaya/hitam (kurang dari -80 cm), dan 7 stasiun kategori sangat rawan/merah (-60 sampai dengan -80 cm). Tanjak Timur juga masuk radar perhatian, dengan 10 stasiun menunjukkan status rawan/kuning (-40 sampai dengan -60 cm).
“Patroli darat dan OMC perlu diprioritaskan di daerah-daerah ini,” imbuh Dwikorita.
Sebelumnya, tim gabungan lintas kementerian dan lembaga melakukan patroli udara menggunakan helikopter di kawasan gambut Desa Gambut Jaya, Kabupaten Muaro Jambi. Pemantauan dilakukan untuk mengevaluasi kondisi tutupan lahan, tinggi muka air gambut, serta mengidentifikasi titik rawan kebakaran.
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, yang turut hadir dalam rapat koordinasi ini menyatakan pentingnya pemantauan udara sebagai strategi pencegahan. Menurutnya, kawasan gambut sangat rentan terbakar bila tidak dikelola dengan baik.
“Kita tidak bisa bekerja sendiri-sendiri. Pencegahan karhutla adalah tanggung jawab bersama. Saya mengapresiasi komitmen Pemerintah Provinsi Jambi yang terus aktif dalam mengoordinasikan upaya penanggulangan karhutla di wilayahnya,” kata Hanif.