Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Zainal Arifin

Asisten Profesor pada Fakultas Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan di Institut Teknologi PLN

Lihat artikel saya lainnya

OPINI: Strategi Menaklukkan Emisi Karbon

Strategi menaklukkan emisi karbon di Indonesia melibatkan pengembangan energi terbarukan, moratorium izin lahan, adopsi kendaraan listrik, dan penerapan pajak karbon.
Gelombang panas ekstrem dengan suhu mencapai 40 derajat Celsius melanda benua Eropa./Reuters-Manon Cruz
Gelombang panas ekstrem dengan suhu mencapai 40 derajat Celsius melanda benua Eropa./Reuters-Manon Cruz
Ringkasan Berita
  • Pemanasan global di Indonesia menyebabkan perubahan iklim ekstrem, seperti curah hujan meningkat dan kekeringan berkepanjangan, yang berdampak pada produktivitas pangan dan kehidupan pesisir.
  • Pemerintah Indonesia mengimplementasikan strategi mitigasi emisi karbon melalui pengembangan energi terbarukan, moratorium izin lahan, adopsi kendaraan listrik, dan penerapan pajak karbon.
  • Pendekatan multidisiplin diperlukan untuk mengurangi emisi karbon, dengan mengintegrasikan kebijakan iklim ke dalam perencanaan pembangunan nasional dan memastikan pertumbuhan ekonomi inklusif serta keadilan sosial.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA — Sudah bukan hal yang aneh saat ini di Indonesia, jika hujan masih turun hingga periode September sampai Maret. Musim hujan sulit diprediksi, demikian juga musim kemarau.

Biang keroknya adalah pemanasan global yang meningkatkan suhu rata-rata di Indonesia sekitar 0,5–1 derajat celsius dalam 50 tahun terakhir. Suhu maksimum harian di beberapa kota besar seperti Surabaya, Jakarta, dan Kupang kini sering melebihi 35° C pada musim kemarau.

Curah hujan ekstrem meningkat dan menyebabkan banjir besar di berbagai wilayah, seperti Sumatra Barat, Kalimantan Selatan, dan Nusa Tenggara Timur (BMKG, 2022). Di sisi lain, kekeringan berkepanjangan sering terjadi di wilayah Jawa Tengah, Bali, dan Nusa Tenggara Barat, mengganggu sistem irigasi dan pertanian.

Fenomena El Nino dan La Nina semakin sulit diprediksi karena dipengaruhi oleh dinamika iklim global yang semakin kompleks. Hal ini menyebabkan ketidakpastian musim tanam bagi petani, yang berdampak pada produktivitas pangan nasional (KLHK, 2021).

Pemanasan global membawa berbagai dampak serius bagi Indonesia yang sebagian besar wilayahnya adalah kepulauan dan rentan terhadap perubahan iklim. Kenaikan muka air laut semakin mengancam wilayah pesisir Indonesia.

Wilayah Jakarta Utara, Pekalongan, dan Demak mengalami banjir rob yang semakin sering, bahkan beberapa desa mulai tenggelam secara perlahan. BMKG mencatat kenaikan permukaan laut di Indonesia rata-rata 4–7 mm per tahun.

Di lautan, kerusakan terumbu karang dan penurunan populasi ikan disebabkan oleh pemanasan suhu laut. Kejadian coral bleaching terjadi di kawasan perairan penting seperti Wakatobi dan Raja Ampat. Hal ini mengancam kelangsungan mata pencaharian masyarakat pesisir dan ekowisata laut (WWF Indonesia, 2023).

Strategi Mitigasi Emisi

Kenaikan suhu global sebagian besar dipicu oleh meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, terutama karbon dioksida (CO₂) yang berasal dari aktivitas ekonomi. Di Indonesia, sumber utama emisi karbon adalah sektor energi, transportasi, dan perubahan tata guna lahan, terutama deforestasi dan kebakaran hutan.

Sektor energi merupakan penyumbang emisi terbesar di Indonesia. Karenanya pemerintah telah mendorong pengembangan energi terbarukan, termasuk tenaga surya, angin, panas bumi dan bioenergi, untuk mengurangi ketergantungan terhadap batu bara dan mengurangi polutan karbon dari bahan bakar fosil (IESR, 2022).

Meskipun demikian, implementasi energi terbarukan masih menghadapi tantangan seperti keterbatasan infrastruktur, pembiayaan, dan insentif fiskal.

Di sektor kehutanan, moratorium izin lahan dan restorasi gambut menjadi langkah mitigasi utama (World Resources Institute, 2020). Kebijakan REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) juga diadopsi untuk meningkatkan pendanaan berbasis hasil dalam konservasi hutan.

Di sektor transportasi, percepatan adopsi kendaraan listrik dan sistem transportasi publik ramah lingkungan terus diperkuat (ESDM, 2023). Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2019 tentang percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai.

Selain itu, penerapan pajak karbon dan mekanisme perdagangan emisi dirancang untuk mendorong pelaku industri menurunkan intensitas emisi mereka. Pajak karbon telah diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dengan tarif awal sebesar Rp30/kg CO2e.

Pemerintah juga mengembangkan bursa karbon nasional dan sistem cap-and-trade. Mekanisme ini mendorong industri untuk mengurangi emisi melalui efisiensi energi atau investasi dalam teknologi rendah karbon. Namun keberhasilan implementasinya masih terganjal belum jelasnya regulasi dan pasar yang tidak transparan.

Pendekatan Multidisiplin

Strategi pengurangan emisi karbon di Indonesia bisa menggunakan beberapa teori dari ranah ilmu lingkungan, ekonomi, kebijakan publik, dan perubahan sosial. Teori Transisi Sosio-Teknis (Geels, F.W, 2002) misalnya, menekankan bahwa perubahan sistem energi bukan hanya soal teknologi, tetapi juga melibatkan perubahan institusi, kebijakan, perilaku sosial, dan pasar.

Adapun teori Kebijakan Lingkungan (Jordan, A., & Lenschow, A., 2010) menekankan bagaimana kebijakan publik dapat digunakan untuk menurunkan emisi melalui instrumen seperti: Pajak karbon, Skema perdagangan emisi dan Subsidi energi bersih.

Teori Ekonomi Lingkungan (Pigou, A. C.,1920) memandang bahwa emisi karbon adalah eksternalitas negatif yang bisa dikoreksi melalui mekanisme pasar (contoh: carbon pricing).

Selanjutnya teori Tata Kelola dan Kolaborasi (Ostrom, E., 2009) menekankan perlunya kolaborasi multipihak: pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil, dan lembaga internasional dalam pengurangan emisi.

Namun dalam konteks Indonesia yang sedang mengejar pertumbuhan ekonomi 8% untuk mencapai Indonesia emas, strategi pengurangan emisi lebih relevan dengan teori Pembangunan Berkelanjutan (WCED, 1987) yang menyelaraskan antara tujuan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Indonesia harus menurunkan emisi karbon tanpa mengorbankan pembangunan dan pengurangan kemiskinan.

Konsekuensinya strategi pengurangan emisi karbon di Indonesia tidak hanya fokus pada aspek lingkungan, tetapi juga pada pertumbuhan ekonomi inklusif dan keadilan sosial.

Dalam praktiknya, strategi ini harus tercermin dalam upaya integrasi kebijakan iklim ke dalam perencanaan pembangunan nasional, transisi energi bersih yang memperhatikan aspek aksesibilitas, serta pengelolaan sumber daya alam secara adil dan lestari.

Untuk mencapai keberhasilan jangka panjang, strategi ini memerlukan tata kelola yang kuat, kolaborasi lintas sektor, dan komitmen politik yang konsisten.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro