Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KLH Sebut Karhutla Banyak Terjadi di Luar Kawasan Hutan dan Bukan Lahan Gambut

Menteri Hanif atasi karhutla di Sumsel dengan sinergi, teknologi, dan penegakan hukum. Fokus pada pencegahan, deteksi dini, dan kolaborasi lintas sektor.
Proses pemadaman kebakaran hutan dan lahan di Desa Silalahi 3 Kab. Dairi yang terbakar pada Jumat, 26 Juli 2024/Pusdalops PB BPBD Sumut
Proses pemadaman kebakaran hutan dan lahan di Desa Silalahi 3 Kab. Dairi yang terbakar pada Jumat, 26 Juli 2024/Pusdalops PB BPBD Sumut

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Lingkungan Hidup berkomitmen dalam memperkuat kesiapsiagaan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Provinsi Sumatera Selatan.

Menteri Lingkungan Hidup Hanif (KLH) Faisol Nurofiq mengatakan pihaknya memastikan pengendalian karhutla bukan hanya urusan teknis, tetapi misi kolektif menjaga keselamatan ekosistem, kesehatan masyarakat, dan reputasi Indonesia di mata dunia.

Menurutnya, pengendalian karhutla bukan hanya untuk menghindari kabut asap lokal, tetapi juga bagian integral dari strategi nasional dalam pengurangan emisi gas rumah kaca dan komitmen perubahan iklim.

“Keterpaduan, sinergi, dan aksi kolektif dari semua pemangku kepentingan, termasuk pihak swasta dan masyarakat, merupakan kunci keberhasilan pengendalian karhutla,” ujarnya dalam keterangan, Rabu (30/7/2025).

Dia menuturkan Indonesia memiliki sejarah panjang bencana karhutla dengan dampak lintas sektor dan lintas negara, mulai dari 1981 hingga 2023. Oleh karena itu, sejak awal tahun 2025, terdapat langkah antisipatif bersama BMKG, BNPB, TNI/Polri, dan pemerintah daerah. Prediksi puncak musim kemarau oleh BMKG yang akan terjadi antara Juni hingga Agustus 2025, sehingga harus memfokuskan perhatian di wilayah rawan, terutama Sumatera Selatan, yang menjadi salah satu episentrum titik api nasional.

Adapun pengendalian karhutla harus menyentuh tiga fondasi utama pencegahan aktif, deteksi dini berbasis teknologi, dan penegakan hukum tegas terhadap pelaku pembakaran. Hanif mendorong penggunaan sistem Fire Danger Rating System (FDRS) dari BMKG sebagai alat bantu utama untuk proyeksi risiko kebakaran secara real-time.

“Harapan kami, FDRS ini bisa menjadi basis kesiapsiagaan kita dalam penanggulangan karhutla di Sumatera Selatan, dan semoga melalui teknologi ini kita bisa lebih cepat mengantisipasi ancaman kebakaran yang makin dinamis,” ucapnya. 

Selain itu, pentingnya pendekatan sains dan teknologi dalam setiap lapisan aksi. Pemanfaatan satelit, drone suhu tinggi, dan dashboard pemantauan titik
api menjadi kewajiban di lapangan, bukan lagi pilihan. Dia juga menyoroti efektivitas Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) yang telah dilakukan 7 kali di Sumatera Selatan, dan terbukti mampu memperpanjang curah hujan serta mengurangi jumlah hotspot. Namun, OMC bukan solusi tunggal dan harus dirancang secara cermat mengingat tingginya biaya operasional.

Dia mengungkapkan sebagian besar karhutla tahun ini justru terjadi di luar kawasan hutan dan bukan di lahan gambut. Meski Provinsi Sumatra Selatan memiliki sekitar 2,1 juta hektare lahan gambut sebesar 23% dari total luas wilayah, namun data KLH menunjukkan bahwa lokasi kebakaran banyak terjadi di lahan mineral.

“Lahan gambut dengan muka air stabil pada ambang 40 cm tidak mudah terbakar secara alami. Maka jika kebakaran tetap terjadi, penyebab utamanya hampir pasti adalah aktivitas manusia. Hal ini menjadi dasar penting dalam memperkuat langkah penegakan hukum,” ucapnya. 

Hanif menegaskan berdasarkan Inpres Nomor 3 Tahun 2019 telah diinstruksikan untuk mengaktifkan segala bentuk penegakan hukum kepada pelaku yang melakukan pembakaran hutan dan lahan. Dia juga meminta semua lapisan masyarakat untuk terus berupaya melakukan pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Langkah hukum bukan hanya bersifat reaktif, tetapi sinyal tegas bahwa negara hadir melindungi hak hidup masyarakat dari ancaman bencana ekologis.

Data BPBD Sumatra Selatan menunjukkan bahwa hingga 23 Juli 2025, terdapat 1.104 titik panas dan 64 kejadian karhutla dengan total lahan terdampak sekitar 43 hektare. Secara nasional, dari Januari hingga Mei 2025, tercatat 983 kejadian karhutla dengan total luas 5.485 hektare. Namun, seluruh titik api aktif di Sumatera Selatan telah berhasil dipadamkan melalui kerja kolaboratif tim Satgas Karhutla, TNI, Polri, BPBD, dan masyarakat.

“Sumatra Selatan tidak boleh berjalan sendiri karena keberhasilan pengendalian karhutla di provinsi ini akan menjadi indikator keberhasilan
Indonesia dalam menjaga lingkungan hidup secara menyeluruh. Dengan teknologi, sinergi lintas sektor, dan komitmen hukum yang kuat, kita mampu
menekan karhutla secara signifikan dan menjaga langit Sumsel tetap biru,” tuturnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro