Bisnis.com, JAKARTA — Lebih dari sepertiga penduduk Tuvalu, negara pulau di Pasifik yang terancam tenggelam akibat kenaikan permukaan laut, telah mengajukan visa iklim untuk bermigrasi ke Australia.
Tuvalu memiliki sekitar 11.000 penduduk yang tersebar di sembilan gugusan pulau kecil yang membentang antara Australia dan Hawaii. Negara tersebut menjalin traktat bilateral iklim dan keamanan dengan Australia pada 2023 karena kerentanannya terhadap dampak perubahan iklim.
Data resmi memperlihatkan bahwa 1.124 penduduk telah mengajukan visa iklim ke Australia sejak pendaftaran lotere dibuka pada bulan ini. Jika ditambah dengan anggota keluarga, total pelamar visa mencapai 4.052 orang.
Pendaftaran visa iklim ke Australia bakal ditutup pada 18 Juli 2025, dengan kuota tahunan 280 visa. Batasan ini diterapkan agar migrasi tidak memicu ‘brain drain’ di Tuvalu, menurut pernyataan pejabat saat traktat itu diumumkan pada 2023.
Duta Besar Tuvalu untuk PBB, Tapugao Falefou, menyatakan kepada Reuters pada Minggu (29/6/2025) bahwa ia terkejut dengan besarnya minat warga terhadap peluang ini.
Visa iklim tersebut memungkinkan warga Tuvalu tinggal, bekerja, dan belajar di Australia, serta mengakses layanan kesehatan dan pendidikan setara warga negara Australia.
Baca Juga
“Berpindah ke Australia melalui traktat Falepili Union akan memberikan remitansi bagi anggota keluarga yang tetap tinggal di Tuvalu,” kata Falefou.
Ilmuwan NASA memproyeksikan bahwa pada 2050, pasang air laut harian akan menenggelamkan setengah wilayah utama Funafuti yang menampung 60% penduduk Tuvalu. Kawasan itu kini hanya berupa jalur darat selebar sekitar 20 meter.
Proyeksi tersebut berdasarkan kenaikan permukaan laut sebesar satu meter. Dalam skenario terburuk dengan kenaikan muka laut sebesar dua meter, 90% wilayah Funafuti diperkirakan tenggelam.
Tuvalu yang memiliki ketinggian rata-rata hanya dua meter di atas permukaan laut telah mengalami kenaikan laut 15 cm selama tiga dekade terakhir. Angka tersebut satu setengah kali di atas rata-rata global. Negara ini telah membangun tujuh hektare lahan buatan dan berencana menambahnya, dengan harapan untuk bertahan di atas fenomena pasang surut hingga 2100.