Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Manfaat Perusahaan Ikut Proper Lingkungan

Proper menjadi instrumen pengendali eksternal dan digunakan hasil penilaiannya sebagai pertimbangan mitra perbankan dan investor perusahaan peserta.
Asap hasil pembakaran pembangkit batu bara yang menyumbang hampir separuh pasokan energi di Asia Pasifik. /Bloomberg-Taylor Weidman
Asap hasil pembakaran pembangkit batu bara yang menyumbang hampir separuh pasokan energi di Asia Pasifik. /Bloomberg-Taylor Weidman

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah mendorong perusahaan untuk ikut dalam program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (Proper). Pasalnya, dapat menjadi pertimbangan untuk kinerja perusahaan tidak hanya terkait risiko lingkungan tetapi juga ekonomi.

Adapun KLH jumlah perusahaan yang mengikuti proper pada 2025 mencapai 5.476 perusahaan atau meningkat dari tahun 2024 yang mencapai 4.495 perusahaan. 

Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup Rasio Ridho Sani mengatakan proper menjadi instrumen pengendali eksternal dan digunakan hasil penilaiannya sebagai pertimbangan mitra perbankan dan investor perusahaan peserta.

"Kami harapkan juga Proper ini bisa digunakan, informasinya, bagi mitra-mitra usaha dari perusahaan tersebut, juga termasuk pihak perbankan, termasuk pihak pasar modal. Jadi para investor, termasuk juga para pemberi pinjaman, bisa melihat apakah mereka bekerja dengan perusahaan-perusahaan yang memang punya kinerja baik atau tidak," ujarnya, Senin (23/6/2025). 

Menurutnya, ketaatan terkait aturan lingkungan hidup bisa menjadi indikator dari kinerja secara keseluruhan mengingat risiko lingkungan memiliki kaitan erat dengan risiko keuangan. 

Jika perusahaan memiliki kinerja terkait lingkungan hidup yang buruk, maka akan menurunkan tingkat kepercayaan lembaga keuangan yang pada akhirnya dapat meningkatkan suku bunga pinjaman karena risiko yang tinggi.

"Kemudian juga perusahaan-perusahaan yang punya kinerja buruk itu juga punya risiko penegakan hukumnya tinggi. Kalau penegakan hukumnya tinggi, tentu akan berisiko bagi mereka," katanya. 

Perusahaan yang memiliki kinerja buruk terkait implementasi aturan lingkungan hidup memiliki risiko penutupan termasuk juga risiko biaya litigasi, biaya penegakan hukum yang sangat mahal. Selain itu, terdapat pula risiko denda dan kompensasi ketika terjadi kerusakan lingkungan.

Pada tahun ini, KLH menambahkan penilaian pengelolaan sampah dalam Proper. Pasalnya, sampah menjadi persoalan serius. Selain itu, perusahaan juga kerap menghasilkan sampah dan limbah B3 selain pencemaran udara. 

"Satu kawasan industri dapat menghasilkan puluhan ton sampah, mengingat di dalamnya terdapat sejumlah perusahaan yang bisa memperkerjakan puluhan ribu orang. Jadi untuk proper saat ini, kami akan menilai bagaimana kinerja pengelolaan sampah mereka, masuk kinerja pengurangan sampah yang mereka lakukan dan penanganan sampah yang mereka lakukan," ucapnya. 

Penambahan penilaian pengelolaan sampah dalam proper ini karena sampah yang dihasilkan dari perusahaan dan kawasan industri ikut membebani tempat pemrosesan akhir (TPA) yang masih banyak melakukan praktik open dumping atau pembuangan secara terbuka tanpa pengelolaan lebih lanjut.

"Kalau ini tidak kita kurangi beban dari industri, maka akan menambah beban terhadap sampah-sampah yang berada di lokasi lokasi tersebut," tuturnya. 

Selain itu, pada penilaian proper tahun ini, KLH juga melibatkan pemerintah daerah dalam upaya melakukan pengawasan langsung. Dengan melibatkan pemda, diharapkan kualitas data yang dimiliki KLH akan meningkat sebagai dasar penilaian proper. Langkah pengawasan itu sendiri akan menggunakan standar prosedur yang dimiliki KLH untuk memastikan data yang diserahkan sudah sesuai dengan standar.

"Pengawasan itu tidak hanya akan dilakukan oleh pemerintah daerah, tapi juga berkoordinasi dengan petugas pengendali dampak lingkungan dari KLH. Sebagai bagian dari koordinasi dengan Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup di masing-masing regional. Kami harapkan kualitas data yang kami dapatkan sebagai dasar penilaian kami ini akan jauh lebih valid. Untuk itu kami saat ini juga sedang mengembangkan sistem besar, big data, untuk kepatuhan perusahaan. Jadi dengan melibatkan pemerintah daerah, kabupaten/kota, kemudian provinsi, kemudian juga kami akan menyiapkan sistem quality control data-data yang ada," terangnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper