Bisnis.com, JAKARTA — Regulasi lingkungan yang makin ketat dan perlambatan pertumbuhan ekonomi diperkirakan memperlemah permintaan bahan bakar dari sektor kapal atau bunker dalam beberapa tahun ke depan. Hal ini diungkap Badan Energi Internasional (International Energy Agency/IEA) dalam laporan terbarunya yang dirilis Selasa (17/6/2025).
Penjualan bunker sempat melonjak tahun lalu akibat gangguan di Laut Merah. Ganggyan itu memaksa perusahaan pelayaran menempuh rute lebih panjang.
Namun, IEA memperkirakan permintaan bahan bakar ini akan stagnan di kisaran 5 juta barel per hari (bph) pada periode 2024–2030. Faktor utamanya adalah lambatnya pertumbuhan sektor pelayaran dan meningkatnya biaya akibat standar lingkungan maritim yang lebih ketat.
Pada April lalu, negara-negara anggota Organisasi Maritim Internasional (IMO), badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk sektor pelayaran, sepakat menerapkan mekanisme harga karbon guna mendorong industri pelayaran mencapai emisi nol bersih pada 2050. Skema yang tengah dalam proses persetujuan final pada Oktober 2025 itu akan mewajibkan kapal membayar denda atas emisi gas rumah kaca yang melebihi batas mulai 2028.
Menurut data PBB, sektor pelayaran menyumbang hampir 3% emisi gas rumah kaca global dan mengangkut lebih dari 80% barang perdagangan dunia. IEA menilai kebijakan tarif ini akan menciptakan iklim perdagangan yang lebih sulit dan berpotensi memperlambat permintaan bunker secara tidak proporsional, mempercepat pemisahan antara pertumbuhan ekonomi dan perdagangan maritim global.
Gangguan keamanan di Laut Merah yang sempat membuat sejumlah kapal menghindari Terusan Suez sempat mendorong permintaan. Tambahan di pasar bunker internasional mencapai sekitar 140.000 bph pada tahun lalu. Namun, IEA menyebut lonjakan ini masih tergolong moderat.
Baca Juga
Di sisi lain, lemahnya pertumbuhan ekonomi global serta lonjakan tarif pengangkutan dan premi asuransi menjadi hambatan tambahan bagi sektor ini.