Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) merilis daftar nama perusahaan yang beroperasi di kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, menyusul laporan alih fungsi lahan sejumlah pulau di wilayah tersebut akibat aktivitas tambang nikel.
Dalam siaran pers yang dirilis pada Sabtu (7/6/2025), Kementerian ESDM menyebutkan terdapat lima perusahaan yang memiliki izin untuk beroperasi di wilayah Raja Ampat. Dua perusahaan disebut memperoleh izin dari pemerintah pusat, yaitu PT Gag Nikel dengan izin Operasi Produksi sejak 2017 dan PT Anugerah Surya Pratama (ASP) dengan izin Operasi Produksi sejak 2013.
Sementara itu, tiga perusahaan lainnya memperoleh izin dari pemerintah daerah, yaitu PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) dan PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) dengan izin usaha pertambangan (IUP) diterbitkan masing-masing pada 2013, serta PT Nurham dengan IUP yang diterbitkan pada 2025.
Berikut profil dari kelima perusahaan tersebut, beberapa di antaranya tercatat mengantongi Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (kini menjadi dua entitas terpisah di bawah administrasi Presiden Prabowo Subianto).
1. PT Gag Nikel
Dari kelima perusahaan tersebut, PT Gag Nikel merupakan satu-satunya yang saat ini aktif memproduksi nikel dan berstatus kontrak karya (KK).
PT Gag Nikel terdaftar di aplikasi Mineral One Data Indonesia (MODI) dengan Nomor Akte Perizinan 430.K/30/DJB/2017, serta memiliki wilayah izin seluas 13.136,00 hektare (ha).
Perusahaan itu memiliki izin tambang sebagaimana terdaftar dalam 430.K/30/DJB/2017, dengan masa berlaku mulai 2017 sampai dengan 2047. Artinya, IUP PT Gag Nikel diterbitkan ketika Ignasius Jonan menjabat sebagai menteri ESDM.
Masih mengacu pada data dari Kementerian ESDM, saham PT Gag Nikel semula dimiliki oleh dua perusahaan. Kepemilikan saham mayoritas sebesar 75% sempat dipegang oleh perusahaan asing asal Australia, yaitu Asia Pacific Nickel (APN) Pty. Ltd, sementara sisanya sebesar 25% dikuasai oleh perusahaan pelat merah PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. (ANTM) atau Antam.
Struktur kepemilikan Gag berubah pada 2008 ketika Antam mengakuisisi seluruh saham APN Pty Ltd. Akibatnya, kendali penuh PT Gag Nikel sampai saat ini dipegang oleh perusahaan berkode saham ANTM itu.
Di samping itu, PT Gag Nikel termasuk ke dalam 13 perusahaan yang diperbolehkan untuk melanjutkan kontrak karya pertambangan di kawasan hutan hingga berakhirnya izin/perjanjian berdasarkan Keputusan Presiden 41/2004 tentang Perizinan atau Perjanjian di Bidang Pertambangan yang Berada di Kawasan Hutan.
Kementerian ESDM turut menyebutkan bahwa PT Gag Nikel telah mengantongi dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) pada 2014. Kemudian Adendum Amdal pada 2022 dan Adendum Amdal Tipe A yang diterbitkan pada 2024 oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
PT Gag Nikel juga memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang dikeluarkan pada 2015 dan 2018. Kemudian Penataan Areal Kerja (PAK) diterbitkan 2020.
Hingga 2025, total bukaan tambang mencapai area seluas 187,87 hektare (ha), dengan 135,45 ha di antaranya disebut telah direklamasi. Kementerian ESDM menyebutkan bahwa PT Gag Nikel belum melakukan pembuangan air limbah karena masih menunggu penerbitan Sertifikat Laik Operasi (SLO).
2. PT Anugerah Surya Pratama
PT Anugerah Surya Pratama (ASP) adalah perusahaan pertambangan nikel yang beroperasi di Indonesia bagian timur, khususnya di Pulau Manuran, kabupaten Raja Ampat.
Perusahaan ini memiliki status penanaman modal asing (PMA) dan merupakan anak usaha dari PT Wanxiang Nickel Indonesia, yang terafiliasi dengan grup tambang asal China, Vansun Group.
Kementerian ESDM melaporkan bahwa ASP mengantongi IUP Operasi Produksi berdasarkan SK Menteri ESDM No. 91201051135050013 yang diterbitkan pada 7 Januari 2024 dan berlaku hingga 7 Januari 2034.
Wilayah operasional mencakup area seluas 1.173 ha di Pulau Manuran. Untuk aspek lingkungan, PT ASP telah memiliki dokumen Amdal pada 2006 dan UKL-UPL di tahun yang sama dari Bupati Raja Ampat.
Terlepas dari kehadiran dokumen Amdal ini, Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) mencatat ASP telah melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Manuran di area seluas 746 hektare tanpa sistem manajemen lingkungan dan tanpa pengolahan air limbah larian.
Hal ini terbukti dari temuan kolam settling pond jebol akibat curah hujan tinggi. Visualisasi hasil pengamatan dengan drone juga memperlihatkan pesisir air laut yang keruh akibat sedimentasi.
KLH menyatakan akan mengevaluasi persetujuan lingkungan atas adanya kegiatan pertambangan di pulau Manuran yang masuk dalam kategori pulau kecil. Pertambangan di pulau kecil sendiri bertentangan dengan Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k Undang- Undang No. 1/2014 tentang Perubahan atas UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
3. PT Kawei Sejahtera Mining
PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) merupakan perusahaan pertambangan bijih nikel yang didirikan pada Agustus 2023. Perusahaan itu memiliki IUP berdasarkan Keputusan Bupati Raja Ampat Nomor 210 Tahun 2013 tentang Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Kepada PT Kawei Sejahtera Mining.
IUP itu diberikan pada 30 Desember 2013 dan berlaku hingga 20 tahun dengan luas yang diizinkan 5.922 hektare.
Berdasarkan catatan KLH, KSM memiliki PPKH dan telah melaksanakan kegiatan pembukaan lahan pada 2023 dan operasional penambangan bijih nikel pada 2024. Penambangan berada di blok C dengan luas lahan yang ditambang 89,29 hektare.
Menurut KLH, KSM terbukti membuka tambang di luar izin lingkungan dan di luar kawasan PPKH seluas 5 hektare di Pulau Kawei. Aktivitas tersebut telah menimbulkan sedimentasi di pesisir pantai.
Selain itu, ditemukan pula sedimentasi pada akar bakau di wilayah operasi KSM. Sedimentasi ini diduga berasal dari areal stockpile, jetty, dan sedimentasi di area outfall sediment pond Salasih dan Yehbi.
4. PT Mulia Raymond Perkasa
PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) memiliki IUP Operasi Produksi berdasarkan Keputusan Bupati Raja Ampat Nomor 153.A Tahun 2013 dengan luas konsesi sekitar 2.193 hektare yang mencakup Pulau Manyaifun dan Pulau Batang Pele di Distrik Waigeo Barat Kepulauan.
KLH mencatat MRP tidak memiliki PPKH. Namun perusahaan ini telah memulai kegiatan eksplorasi pada 9 Mei 2025 di area Pulau Batang Pele Kabupaten Raja Ampat dengan membuat sejumlah 10 mesin bor coring untuk pengambilan sampel coring.
Baca Juga : Punya Hak Spesial Tambang, KLH Tetap Kaji Persetujuan Lingkungan PT Gag Nikel di Raja Ampat |
---|
Laporan KLH juga menunjukkan bahwa area IUP PT Mulia Raymod Perkasa berada di kawasan hutan lindung berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor SK 783/Menhut- II/2014.
Pada saat verifikasi lapangan, hanya ditemukan area camp pekerja eksplorasi di area MRP. KLH telah mengenakan sanksi administrasi paksaan pemerintah dan denda administratif atas pelanggaran melakukan kegiatan tanpa persetujuan lingkungan.
5. PT Nurham
Kementerian ESDM menyebutkan bahwa PT Nurham merupakan pemegang IUP berdasarkan SK Bupati Raja Ampat No. 8/1/IUP/PMDN/2025. PT Nurham memiliki izin hingga 2033 dengan wilayah operasi seluas 3.000 ha di Pulau Waigeo.
Perusahaan tersebut telah memiliki persetujuan lingkungan dari Pemerintah Kabupaten Raja Ampat sejak 2013. Namun aktivitas produksi PT Nurham belum berjalan sampai saat ini.
Tidak banyak informasi publik lain yang tersedia mengenai PT Nurham. Namun data dari situs resmi pengadaan Provinsi Papua menyebutkan bahwa PT Nurham merupakan salah satu rekanan yang memenangi dua paket tender pada 2016, yaitu untuk pembangunan rumah sederhana tipe 45 meter persegi dengan pagu senilai Rp9,45 miliar dan pembangunan gedung kantor Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPAKD) tahap I dengan pagu Rp9,57 miliar.