Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Prospek Produksi Batu Bara Global Ancam Target Iklim

Produksi batu bara global menurun, tetapi proyek baru di China berisiko mengancam target iklim dengan potensi oversupply dan lonjakan emisi metana.
Tumpukan batu bara di depan cerobong asap industri dengan latar langit biru./Bloomberg - Waldo Swiegers
Tumpukan batu bara di depan cerobong asap industri dengan latar langit biru./Bloomberg - Waldo Swiegers
Ringkasan Berita
  • Kapasitas tambang batu bara baru global mencapai level terendah dalam 10 tahun, tetapi proyek di China tetap berisiko mengganggu target iklim dan memicu oversupply.
  • Produksi batu bara dari tambang baru pada 2024 diperkirakan turun 43% dibandingkan 2023, tetapi proyek yang masih dalam perencanaan dapat menambah lebih dari 2 miliar ton per tahun.
  • Untuk memenuhi target iklim global, produksi batu bara harus dikurangi 75% pada 2030, namun perlambatan kapasitas baru saat ini belum memadai untuk mencapai target tersebut.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA — Kapasitas tambang batu bara baru secara global menyentuh level terendah dalam 10 tahun. Namun prospek produksi dari tambang-tambang ini tetap membawa risiko pasokan berlebih (oversupply) dan gangguan terhadap target iklim, terutama dari proyek yang tengah dikembangkan di China menurut riset terbaru Global Energy Monitor (GEM).

Tambang baru yang dibuka pada 2024 diestimasi dapat menghasilkan 105 juta ton batu bara per tahun, turun 43% dari potensi produksi tambang baru yang dibuka pada 2023. Volume ini setara dengan 1% dari total kapasitas global pada 2024 sebesar 8,9 miliar ton.

Penurunan tambang baru ini terutama dipicu oleh perlambatan rencana konstruksi di negara-negara produsen utama seperti China dan India. Namun, para periset dalam laporan ini memperkirakan perlambatan mungkin tidak akan berlanjut.

“Perlambatan ini kemungkinan mencerminkan tertundanya persetujuan ekspansi, lamanya tahapan pengembangan tambang batu bara, serta meredanya tekanan pasokan-permintaan setelah lonjakan kapasitas pascapandemi dalam dua tahun terakhir,” tulis laporan GEM, dikutip dari Reuters.

Di China, persetujuan tambang sempat melonjak pada 2022 akibat krisis energi yang menimbulkan kekhawatiran terhadap ketahanan pasokan. Namun jumlah persetujuan kembali turun karena pasar mengalami kelebihan pasokan.

Meskipun kapasitas baru menurun pada 2024, proyek-proyek tambang yang masih dalam perencanaan diperkirakan dapat menambah lebih dari 2 miliar ton produksi batu bara per tahun secara global.

Dari total kapasitas global dalam tahap pengembangan yang mencapai 2,27 miliar ton per tahun, sekitar 1,35 miliar ton di antaranya berasal dari China. Volume tersebut, jika direalisasikan, bakal melampaui total ekspor Indonesia dan Australia, dua eksportir batu bara terbesar saat ini.

Jika seluruh proyek tersebut dilanjutkan, China berisiko kembali menghadapi kelebihan kapasitas seperti periode 2012–2015, papar para peneliti GEM.

Pada 2015, China harus melakukan reformasi besar-besaran di sisi pasokan untuk menutup kelebihan kapasitas baja dan batu bara. Fase itu kembali relevan saat ini ketika sektor industri China tengah mengalami tekanan akibat oversupply yang kronis.

Data GEM sendiri mencakup 850 proyek tambang baru, ekspansi, dan aktivasi kembali tambang lama, dengan sekitar 90% proyek tersebut berlokasi di China, India, Australia, dan Rusia.

Namun, perlambatan kapasitas baru pada 2024 masih jauh dari memadai untuk memenuhi target iklim global yang sejatinya mensyaratkan penurunan drastis produksi batu bara. Berdasarkan estimasi PBB, untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius, produksi batu bara harus dikurangi sebesar 75% pada 2030 dibandingkan dengan level 2020.

Salah satu proyek tambang batu bara yang diusulkan di China, yakni tambang terbuka Changtan di Mongolia Dalam, berpotensi menjadi salah satu tambang dengan emisi metana tertinggi di dunia, salah satu gas rumah kaca yang lebih merusak daripada karbon dioksida.

“Tanpa pengurangan besar-besaran terhadap rencana kapasitas tambang baru, dunia berisiko mengalami lonjakan besar emisi metana yang sangat kuat, yang pada akhirnya akan membuat pencapaian target Perjanjian Paris nyaris mustahil,” kata Dorothy Mei, manajer proyek Global Coal Mine Tracker di GEM, dikutip dari Bloomberg.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro