Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Lingkungan Hidup akan menerbitkan Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove yang salah satunya merancang rehabilitasi dan pemanfaatannya.
Deputi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup Rasio Ridho Sani mengatakan Indonesia menghadapi potensi kehilangan luasan mangrove seluas 19.501 hektare per tahun jika tidak dilakukan langkah pencegahan dan rehabilitasi.
Merujuk data dari Peta Mangrove Nasional 2024, luasan mangrove Indonesia mencapai 3.440.464 hektare dengan yang berada di dalam kawasan hutan mencapai sekitar 2,7 juta hektare atau sekitar 79,6% dari total luasan. Adapun sekitar 701.326 hektare berada di luar kawasan hutan atau areal peruntukan lain. Jumlah mangrove di Indonesia sebesar 23% dari total 14,7 juta hektare mangrove yang ada di dunia. Setiap tahun, kehilangan mangrove kurang lebih 19.501 hektare sehingga membutuhkan upaya yang sangat serius untuk bisa mengatasi kehilangan mangrove.
"Kita sedang menyiapkan, saat ini adalah penyelesaian Peraturan Pemerintah tentang perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Di peraturan ini memuat langkah-langkah apa yang harus kita lakukan berkaitan dengan mangrove ini," ujarnya dilansir Antara, Senin (2/6/2025).
Rencananya beleid tersebut akan berisikan perencanaan, pemanfaatan, pengendalian kerusakan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Untuk rehabilitasi, dalam aturan itu akan menyoroti pendekatan berbasis ilmiah bersama kolaborasi multipihak dan pelibatan masyarakat, penanaman di lokasi spesifik serta yang memiliki dampak terhadap kehidupan masyarakat.
Baca Juga
Pendekatan juga akan dilakukan untuk pemanfaatan, termasuk pengembangan penelitian, pendidikan, penyimpanan dan penyerapan karbon, jasa lingkungan, hasil hutan bukan kayu serta pemanfaatan tradisional.
Pengawasan dilakukan tidak hanya oleh pemerintah pusat, tapi juga kepala daerah bersama jajarannya sesuai kewenangan masing-masing, didukung oleh langkah penegakan hukum.
"Di dalam upaya rehabilitasi ini diperlukan pendekatan berbasis ilmiah, tidak mungkin kita menyelesaikan persoalan lingkungan ini tanpa berbasis ilmiah," katanya.
Dia menambahkan ekosistem mangrove memiliki kemampuan penyimpanan karbon yang lebih besar dibandingkan hutan terestrial, yang berpotensi juga mendukung perkembangan nilai ekonomi karbon Indonesia.
"Tidak hanya itu, mangrove juga dapat menjadi pelindung alami pesisir, ekowisata, filtrasi untuk meningkatkan kualitas air dan habitat bagi keanekaragaman hayati," ucapnya.
Adapun terdapat beberapa ancaman yang dihadapi ekosistem mangrove Indonesia termasuk alih fungsi lahan, penebangan liar, polusi limbah, polusi plastik, kenaikan permukaan lautan, perubahan pola curah hujan dan peningkatan suhu akibat perubahan iklim, serta belum maksimalnya penegakan hukum dan pengawasan.
Dia menilai pentingnya kolaborasi untuk meningkatkan tutupan mangrove dalam bentuk kolaborasi antara KLH bersama pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan korporasi.
"Beberapa langkah pendekatan harus kita lakukan berkaitan dengan upaya rehabilitasi mangrove ini," tuturnya.