Bisnis.com, JAKARTA — Pabrik metanol hijau atau e-metanol skala komersial pertama di dunia mulai beroperasi di Denmark.
Perusahaan pelayaran raksasa Maersk membuka peluang untuk membeli sebagian dari hasil produksi e-metanol tersebut sebagai bahan bakar rendah emisi untuk armada kapal peti kemasnya.
Sektor perkapalan saat ini berada di bawah tekanan untuk menemukan sumber bahan bakar baru. Mayoritas negara di dunia memberikan dukungan terhadap langkah-langkah untuk membantu sektor ini memenuhi target Organisasi Maritim Internasional demi mencapai nol emisi karbon pada 2050.
CEO Energi Eropa Denmark Knud Erik Andersen mengatakan sejauh ini bahan bakar pengiriman tanpa emisi seperti amonia hijau dan e-metanol diproduksi menggunakan energi terbarukan cenderung lebih mahal daripada bahan bakar konvensional terutama karena tidak diproduksi dalam skala besar.
"Kami berharap bahwa kami akan memiliki paritas harga dengan metanol fosil sekitar tahun 2035," ujarnya dilansir Reuters, Kamis (15/5/2025).
Pabrik baru di Kasso, Denmark Selatan, ini akan memproduksi 42.000 metrik ton, atau 53 juta liter e-metanol per tahun. Menurut European Energy dan Mitsui yang menjadi pemilik pabrik ini, pembangunan pabrik e-metanol ini menelan biaya sekitar 150 juta euro atau sekitar US$167 juta (Rp2,79 triliun).
Baca Juga
Maersk akan menjadi pelanggan utama pabrik Kasso dimana mengoperasikan 13 kapal kontainer metanol berbahan bakar ganda yang dapat menggunakan bahan bakar minyak dan e-metanol dan telah memesan 13 kapal lainnya. Adapun produksi tahunan pabrik tersebut cukup untuk menggerakkan satu kapal kontainer besar berkapasitas 16.000 ton yang berlayar antara Asia dan Eropa.
Untuk Laura Maersk yang lebih kecil, kapal kontainer berbahan bakar ganda pertama di dunia, hanya membutuhkan 3.600 ton bahan bakar per tahun. Metanol tradisional biasanya diproduksi dari gas alam dan batu bara. Kilang Kasso akan membuat e-metanol dengan menggunakan energi terbarukan dan karbon dioksida (CO2) yang ditangkap dari pembangkit biogas dan pembakaran sampah.
Bahan Bakar Berkelanjutan Masih Mahal Maersk mengatakan salah satu tantangan terbesar untuk beralih ke bahan bakar yang berkelanjutan adalah biaya. Perusahaan perkapalan ini sedang meneliti teknologi bahan bakar ramah lingkungan dan pengiriman yang lebih efisien untuk membuat prosesnya lebih murah.
CEO European Energy Andersen menuturkan perusahaan ini memiliki rencana untuk memperluas fasilitas Kasso dan jaringan pabrik serupa di Eropa, Australia, Brasil dan Amerika Serikat. Selain penggunaannya dalam perkapalan, e-metanol dapat menggantikan metanol fosil dalam produksi plastik yang berarti dapat memasok perusahaan-perusahaan Denmark lainnya.
Produsen obat Novo Nordisk dan pembuat mainan Lego akan menggunakan e-metanol dari pabrik Kasso untuk membuat pena injeksi dan elemen plastik. Kelebihan panas yang dihasilkan dari produksi e-metanol akan digunakan untuk menghangatkan 3.300 rumah tangga di daerah setempat.